Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Teka-Teki Jodoh di Bangku Kuliah

Kehidupan di bangku kuliah tidak sama dengan saat kita masih mengenyam pendidikan di tingkat sebelumnya. Model sistem pembelajaran pendidikan yang diberlakukan merupakan salah satu perbedaan yang menonjol. Ketika kita masih di bangku SLTA, SMP atau SD, guru yang lebih aktif dalam proses transfer pengetahuan. Seorang murid hanya mendengar penjelasan dari guru. Di bangku kuliah, justru sebaliknya mahasiswa dituntut untuk lebih aktif, dosen hanya memberikan materi-materi inti dan memandu jalannya diskusi.
Disadari atau tidak, secara tidak langsung mahasiswa dalam model pembelajaran seperti itu mahasiswa dituntut untuk lebih aktif mencari dan mempelajari materi mata kuliah. Mengapa demikian? Karena apabila mahasiswa tersebut aktif secara individu atau kelompok mengkaji mata kuliah tersebut di luar jam kuliah, maka dia akan bisa mudah mengikuti jalannya proses transfering pengetahuan dalam jam kuliah. Akibatnya, diskusi dalam jam kuliah akan terasa mengasyikkan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, setidaknya mahasiswa tidak boleh anti dengan perpustakan. Sebab tempat berkumpulnya buku-buku itulah yang akan mengantarkan mereka ke dunia pengetahun yang lebih luas dan lebih kompleks dalam memahami suatu persoalan. Selain itu, sebagai penyeimbangkan bahan yang mungkin tidak di temukan di perpustakaan, mahasiswa bisa memanfaatkan dunia maya. Dimana dalam cyberspace, segudang ilmu pengetahuan di-share-kan dengan free.
Tak hanya itu, sebagai wujud aplikasi dari pengetahuan mereka ke dunia realita, maka mereka harus berani terjun ke dunia organisasi. Dalam organisasi ini, mahasiswa akan mengetahui korelasi antara konsep pengetahuan yang telah mereka ketahui dengan realita yang sedang dihadapi. Tak khayal, apabila bagi mereka yang belum terbiasa akan merasa kesulitan. Maka dari itu, sebagai bekal untuk menghadapi realita masyarakat yang nantinya kita hadapi, selayaknya mahasiswa menyisihkan sedikuta waktunya untuk memahami realita kehidupan. Model seperti inilah yang tepat dalam memahami realita, sebab dalam dalam bangku kuliah hanya memberikan sebuah teori atau konsep untuk menghadapi realita.
Melihat lika-liku mahasiswa seperti itu, maka mahasiswa haruslah sadar untuk serius dalam mengatur waktunya dengan sebagi-baiknya. Jika mereka tidak bisa mengatur waktu dengan baik, maka akan memungkin merusak kestabilan dalam menjalani pendidikan di bangku kuliah.
Teka-Teki Jodoh
Itu saja belum cukup, mahasiswa masih dihadapkan satu permasalahan lagi, yaitu mengenai permasalahan tentang jodoh. Seseorang yang sudah masuk di perguruan tinggi berarti mereka sedang memproses dirinya untuk menemukan jati diri untuk menuju kedewasaan. Penulis menyebut masa-masa ini adalah masa pra-dewasa. Dengan begitu, mahasiswa akan mulai mencari seseorang yang akan mendampingi di masa kedewasaan di kemudian hari.
Dari sekian banyak mahasiswa, tidak sedikit yang sudah mulai menjalani hubungan (baca: pacaran) dan yang berstatus lajang. Dalam memilih antara ingin menjalani hubungan atau tidak, tentu mereka memiliki alasan masing-masing. Sehingga tidaklah pantas bagi kaum intelektual muda memandang sebelah mata, apabila ada seorang mahasiswa yang minoritas di antara kita.
Bagi mahasiswa yang masih lajang, bukan berarti dia tidak laku di kalangan mahasiswi. Mereka ingin lebih fokus terlebih dahulu pada kuliahnya. Ada juga yang karena sebuah prinsip, seperti contoh dia tidak akan menjalani hubungan sebelum lulus kuliah atau sebelum mendapatkan pekerjaan. Bahkan ada juga yang merasa takut terumus ke dunia yang diharamkan oleh agama.
Berbeda lagi, bagi mereka yang sudah berani menjalani hubungan, mereka berargumen bahwa ini sebagai proses pembelajaran untuk melatih bagaimana memahami lawan jenis dalam sebuah hubungan. Sehingga dikemudian hari ketika sudah terikat oleh pernikahan, setidaknya ia sudah mengetahui sedikit tentang bagaimana menjalani hubungan dengan lawan jenis. Ada juga yang ingin mencari tulang rusuknya yang hilang.
Dalam menjalani hubungan, tidak lain adalah ada keikutsertaan perasaan hati antara lawan jenis di dalam. Ketika dalam hubungan tersebut tidak ada perasaan yang merasa dipermaikan ataupun disakiti maka hal itu tidak masalah, tapi masih tetap ada batasan-batasan yang mengaturnya. Apabila ada perasaan yang dipermaikan ataupun disakiti, inilah yang perhatikan. Karena ini berhubungan dengan perasaan maka ada kesambungan dengan jiwa yang kemudian dipikirkan oleh pikiran (otak). Maka tak heran, jika ada seseorang yang merasa dipermaikan perasaannya ia mengalami stress, bahkan ada yang berujung pada keberania untuk melakukan perbuatan nekat seperti bunuh diri dan sebagainya.

Sebagai bentuk mewujudkan rasa kemanusiaan kita, hendaklah dalam menjalani hubungan, kita saling menjaga perasaan masing-masing. Jangan sampai ada pihak yang merasa dipermaikan. Kalaupun ada ketidak cocokan, maka dapat diselesaikan dengan baik-baik. Begitulah teka-teki jodoh yang ada pada mahasiswa di tengah lika-liku keseharian mereka yang pebuh dengan kesibukan dalam menjalani kehidupan sebagai mahasiswa.
Share:

Karikatur RUU Ormas


Share:

Unifikasi Kalender Hijriah; Sebuah Catatan terhadap Konsep Penyatuan Kalender Hijriah

Entah sejak kapan perbedaan dalam penentuan awal bulan kamariah menjadi hal yang “wajar” (dan dinilai wajar?). Mengingat fenomena tersebut hampir setiap tahun ada di Indonesia, bahkan di internasional. Menanggapi problematika ini, tidak sedikit para pakar ilmu falak mengusung gagasan untuk menyatukan kalender hijriah. Tentu saja, hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan perbedaan dalam menentukan awal bulan kamariah.
Perlu disebutkan, lahirnya gagasan unifikasi kalender hijriah ini, menurut saya, setidaknya ada dua kelompok. Kelompok pertama menghendaki adanya gagasan tersebut dan bahkan mereka optimis akan terwujud kalender hijriah. Mereka memandang bahwa kalender islam yang mapan merupakan “tuntutan peradaban”. Sedangkan menurut kelompok kedua hal tersebut menjadi tantangan yang sangat berat nan melelahkan hingga akhirnya mereka pesimis. Maklum, munculnya dua kelompok itu menjadi hal yang wajar, mengingat yang menjadi permasalahan adalah sesuatu yang bersifat multitafsir.
Semua para ilmu falak sepakat bahwa yang menjadi dasar hukum dalam menentukan awal bulan kamariah adalah al Qur’an dan Hadits. Dalam dasar hukum tersebut dijelaskna bahwa menentukan awal bulan kamariah yang menjadi patokan adalah “melihat hilal”. Berangkat dari sini muncullah berbagai tafsir hingga akhirnya ada gagasan penyatuan kalender hijriah.
Dengan adanya gagasan ini penulis termasuk orang yang pesimis terwujudnya ide ini. Setidaknya tiga alasan yang mendasar yang menjadi landasan penulis. Pertama, ide penyatuan kalender hijriah ini dianggap menjadi kemunduran orang Islam karena tidak dalam penentuan awal bulan hingga sekarang ini masih mengalami problematika. Namun yang perlu diperhatikan sistem yang digunakan dalam kalender hijriah adalah sistem peredaran bulan. sedangkan kalender masehi adalah sistem peredaran matahari. Apabila diperhatikan sebenarnya dalam menentukan awal bulan kamariah yang menggunakan sistem peresaran bulan tersebut tidak lepas dari peran pergerakan matahari juga. Sebab hilal yang akan muncul setelah matahari terbenam. Apabila terbenamnya bulan terjadi sebelum matahari terbenam maka hal itu bukan hilal namun bulan tua.
Pada fenomena tersebut tentu setiap tempat akan berbeda-beda. Bisa jadi di suatu tempat bulan terbenam setelah matahari terbenam namun ada juga tempat yang bulan terbenam lebih dahulu dari matahari. Padahal kewajiban orang muslim memulai puasa atau mengawali bulan kamariah itu adalah ditentukan oleh munculnya hilal. Pada akhirnya muncullah konsep mathla’ dalam menentukan awal bulan.
Kedua, diakui atau tidak selama ini dalam dunia tafsir banyak kita temui perbedaan penafsiran. Perbedaan dalam memahami agama islam muncul sejak dahulu, bahkan sejak masa Nabi. Ketika itu Nabi memerintah beberapa sahabat untuk ke suatu tempat dan Nabi juga berpesan untuk shalat ashar di tempat tujuan. Namun pada perjalanannya ada sahabat yang shalat di tempat tujuan dan juga ada sahabat yang menjama’ shalat. Perbedaan panafsiran pun terjadi hingga sekarang ini. Hal ini dibuktikan dengan produk fiqh yang antara ulama’ satu dengan ulama’ yang lain berbeda.
Berangkat dari hal itu, apabila terjadi perbedaan dalam menentukan awal bulan kamariah yang selama ini terjadi menjadi sebuah hal yang wajar. Bahkan hasil penafsiran tersebut memiliki pengikut dan produk fiqih terbut dijadikan landasan dalam menjalankan ibadah. Dalam menjalan ibadah tersebut seseorang pun harus yakin bahwa ia menjalankan ibadahnya pada waktu yang diwajibkan kepadanya. Sehingga dalam konteks ini ada sebuah keyakinan yang terdapat dapa dirinya. Dimana keyakinan seseorang pun tidak bisa dipaksakan untuk mengikuti keyakinan yang lain.
Ketiga, konsep negara yang digunakan setiap negara itu berbeda-beda. Dalam konteks Indonesia, negara mengikuti konsep negara demokrasi. Sehingga dalam negara demokrasi tersebut setiap orang berhak atas hak-hak mereka. dalam UUD 1945 pasal 28 E, ayat 1 berbunyi “setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memlilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”. Selanjutnya ayat 2 disebutkan juga “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”.
Hal ini diperkuat dengan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tipa penduduk untuk memeluk agamanya maisng-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Keberadaan peraturan tersebut secara tidak langsung menghormati ketika ada perbedaan dalam menentukan awal bulan kamariah.

Dengan demikian, unifikasi kalender hijriah merupakan gagasan yang sangat baik sekali karena hal itu akan menjadikan kekompakan dalam internal orang Islam. Namun untuk mencapainya ada beberapa tantangan yang tentunya tidak mudah untuk dihadapi. Hemat penulis, sebelum unifikasi kelander hijriah itu terwujud, maka hal yang tepat untuk dilakukan sekarang ini adalah mengkampanyekan sikap toleransi dalam perbedaan penentuan awal bulan kamariah. Apabila sikap saling menghormati ini tertanam dalam masyarakat maka tenggang rasa dalam perbedaan berbuah keharmonisan. 
Share:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini