Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Independensi Media di Semarang Diragukan

Semarang – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang merasa independensi media massa yang terbit di Semarang semakin mengkhawatirkan. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh AJI  terhadap media massa yang terbit di Semarang. Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu Suara Merdeka, Wawasan, Jawa Pos Radar Semarang, Koran Sindo edisi Jateng dan Tribun Jateng.
Dari pemberitakan yang disajikan oleh media massa tersebut, topik berita antara hukum dan politik lebih banyak politik, hukum 29% dan politik 71 %. Sedangkan jenis beritanya lebih banyak hard news 96%, soft newsnya 4 % dan editorial 0%.
Adapun dalam memeperoleh berita, kebanyakan wartawan mendapatkan berita dengan cara wawancara dengan prosentase sebanyak 84,3%, observasi hanya 2,1 % sedangkan penggabungan keduanya 13,4 %. Dari bahan ini berkesimpulan bahwa media massa yang ada di Semarang pantas apabila menerima himbauan moral agar pers di Semarang menjalankan independensinya.
Kalau berbicara tentang media, posisi media massa ini adalah jurnalistik suci, namun ada juga untuk industri kapitalisme, sehingga ini tidak menutup kemungkinan terjadi intervensi di ranah pemberitaan”, kata Rofiuddin, Sekretari AJI Kota Semarang pada acara Seminar Partisipasi Publik Mendorong Independensi Media Massa Lokal, di Hotek Pandanaran (20/1).
Ia menambahkan bahwa jurnalis dalam memberitakan harus paham dengan apa yang diberikan karena intervensi ini tidak hanya lahir dari jurnalis, namun juga dari narasumber dan bahkan pihak redaktur pun dapat melakukan hal tersebut.
Senada dengan Rofiudin, menurut Arif Zulkifli, Pimpinan Redaksi Majalah Tempo masalah independensi media massa ini menjadi isu yang besar di dunia jurnalis. Menurutnya, persoalan ini sebenarnya persoalan personal, bukan kelompok dalam redaksi media massa.
“Independensi media ini persoalan yang besar dalam jurnalistik, namun ini persoalan personal bukan kelompok yang berakibat pada tercorengnya media massa”, jelas Zulkifli yang dihadirkan untuk menjadi pembicara pada seminar tersebut.

Untuk meminimalisir intervensi yang ada di dapur redaksi, menurut Zulkifli  sikap keterbukaan di dalam media massa tersebut harus selalu ditananamkan. Serta kesadaran masing-masing yang terlibat dalam keredaksian, untuk menunjukkan bahwa media massa tidak dintervensi pihak tertentu. Selain itu, Arif juga menambahkan bahwa masyarakat umum selaku konsumen  media massa harus kritis terhadap berita-berita yang dipublikasikan media. (Wahib/cw-online)
Share:

Temu Kangen Komunitas Pondok Damai

Semarang - Banyak hal yang dapat dilakukan oleh sebuah komunitas untuk merekatkan anggotanya. Mulai hal yang kecil sekadar kumpul di kucingan, hingga mengadakan acara reuni. Meskipun kegiatan tersebut seperti hal yang tidak penting, namun kesan yang ditimbulkan, kegiatan ini dapat menjadikan komunitas tersebut memiliki rasa keluarga antar satu dengan yang lain. Rasa kekeluargaan inilah yang ingin dirasakan oleh komunitas Pondok Damai.
Tawa riang dan senang, itu lah yang dirasakan oleh kemunitas Pondok Damai ketika mengadakan Temu Kangen di Cafe Friends Semarang (19/1). Wadah yang disebut dengan Pondok Damai ini merupakan sebuah komunitas lintas agama yang anggotanya berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah, terlebih di Semarang dan Salatiga.
Acara yang didesain sederhana ini salah media untuk merekatkan di lingkungan komunitas Pondok Damai. Selain itu juga, untuk mengobati rasa rindu dan sekadar tegus sapa. “Kami sering kumpul seperti ini, ya walaupun saya jauh-jauh dari Salatiga ke sini hanya tegur sama tapi terasa senang bisa bertemu dengan teman-teman Pondok Damai”, kata Yohanes, salah satu anggota Pondok Damai dari Salatiga.
Kegiatan yang dapat dibilang santai ini tidak seperti acara-acara temu kangen yang lain. Acara yang bisa dikatakan non formal ini hanya berkumpul untuk makan dan minum bareng. “Kumpul makan bareng dan minum bareng, ya sambil nyloteh, beginilah biar kami beda agama namun kita bisa berdampingan dan ketawa bersama”, tutur Devi Oktaviani, anggota Pondok Damai dari Agama Budha.
“Kalau sedang kumpul yang paling saya senangi itu ketika kita berdiskusi tentang perbedaan agama kita, kita saling tanya, ya tentunya sedikit demi sedikit saya jadi tahu tentang agama selain agama saya”, jelasnya dengan nada senang.

Selain kegiatan seperti ini, Titus anggota Pondok Damai yang sekaligus pemiliki Cafe Friends ini menambahkan bahwa Pondok Damai juga sering melakukan kunjungan ke tempat-tempat ibadah. Pada bulan Ramadhan, komunitas yang mewadahi lintas iman ini juga melakukan kegiatan pembagian nasi bungkus kepada orang-orang jalanan. Meskipun pembagian nasi bungkus ini hanya di sekitar Semarang, namun  ini salah satu bentuk kerjasama kita untuk membantu sesama tanpa memandang agama. (Wahib/cw-online)
Share:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini