Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Doa Ketika Melihat Meteor

Diriwiyatkan dari Ibnu Mas’ud r.a., ia berkata:
أمرنا أن لانتبع أبصارنا الكواكب إذا انقض وأن نقول عند ذلك "مَا شَاءَ اللهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِااللهِ"
“Kami diperintahkan agar tidak mengikutkan mata kami kepada bintang yang melayang (meteor) dan agar membaca:

مَا شَاءَ اللهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِااللهِ

(apa yang dikehendaki Allah (pasti terjadi), tiada kekuatan melainkan dengan izin Allah)” (HR. Ibnus Sunni)

Sumber: Kitab al-Azdkar karya Imam al-Nawawi


Share:

Pesan Para Ulama tentang Pentingnya Menghafal

Berikut ini ada wasiar pada ulama tentang pentingnya menghafalkan suatu ilmu.

al-A’masy dalam Kitab al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi berkata : “Hafalkanlah apa yang telah kalian kumpulkan! Karena orang yang mengumpulkan ilmu namun dia tidak menghafalnya, bagaikan seorang lak-laki yang duduk di depan hidangan, lalu dia mengambil sesuap demi sesuap, namun dia lemparkan suapan-suapan itu ke belakang punggungnya. Kapankah kau akan melihatnya kenyang?

Sebagaimana yang dikutip juga dalam kitab di atas, Muhammad bin Yasir Al Azdi dalam sebuah syiirnya, berkata :
Bila engkau bukanlah seorang yang menjaga dan menghafal,
Maka kitab-kitab yang engkau kumpulkan tidaklah bermanfaat.
Aku dituding sebagai seorang yang bodoh di suatu majelis,
Dan ilmuku tertinggal di rumah.


al-Qasim bin Khallad dalam Kitab al-Jami’ karya al-Khatib berkata : “Dikatakan menjaga hafalan yang ada dalam dada seseorang lebih utama, daripada mempelajari buku catatannya. Dan satu huruf yang engkau hafalkan dalam hatimu lebih bermanfaat bagimu daripada 1000 hadits di dalam buku catatanmu.”

Di dalam kitab itu juga, ‘Abdurrazaq bin Hammam berkata : “Seluruh ilmu yang tidak masuk bersama pemiliknya ke kamar mandi, maka tidak dianggap sebagai ilmu.”
Dalam Kitab al-Hatstsu ‘ala Thalibil ‘Ilmi, al-‘Askari berkata : “Apabila ilmu yang engkau kumpulkan sedikit namun berupa hafalan, akan banyak manfaatnya. Namun apabila ilmu yang engkau kumpulkan itu banyak namun tidak engkau hafalkan, maka sedikit manfaatnya.”

Di dalam kitab itu juga dikutip sebuahsebuah syari yang artinya:
Bukanlah ilmu apa yang tersimpan di lemari kitab
Akan tetapi ilmu tidak lain apa yang trerersimpan di dada

Husyaim bin Basyir dalam Kitab al-Kamil karya Ibnu ‘Adi berkata : “Barangsiapa yang tidak menghafal hadits, maka dia bukan termasuk ahlul hadits. Salah seorang di antara mereka membawa kitab yang seolah-olah catatan arsip sekretaris.”.

Ada sebuah syair yang dikutip dalam Kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi, bunyi syair:
Menitipkan ilmu pada kertas, maka dia pun menyia-nyiakannya,
Sejelek-jelek tempat menyimpan ilmu adalah kertas.

Dikutip juga dari Ibnu Abdil Barr berkata: di antara ungkapan yang dinisbatkan kepada Manshur al-Faqih:
Ilmuku selalu bersamaku ke manapun aku pergi membawanya,
Perutku sebagai tempat penyimpanannya tidak sekedar sebagai tempat makanan.
Jika aku berada di rumah maka ilmu itu di dalamnya bersamaku,
Jika diriku di pasar maka ilmu bersamaku di pasar.

Dalam Kitab Abjad Al ‘Ulum, Shiddiq bin Hasan al-Qaunji berkata : “Selayaknya seseorang menghafal ilmu yang telah dia tulis. Karena, ilmu adalah apa yang terpateri dalam benak, bukan apa yang ada pada buku-buku catatan.”

Sebagimana yang dikutip dalam Kitab Tahsinul Qabih wa Taqbihul ‘Hasan karya Ats Tsa’labi, ada sebuah syair yang berbunyi:
Wajib bagimu untuk menghafal, bukan mengumpulkan dalam kitab-kitab,
Karena sesungguhnya pada kitab-kitab itu banyak bahaya yang akan memisahkannya,
Air menenggelamkannya dan api membakarnya,
Tikus merobek-robek dan maling mencurinya.
Share:

Hal-hal yang Menguatkan Hafalan dalam Kitab Ta'lim Muta'allim

Dalam tradisi Islam, metode menghafal (at-tahfidz) menjadi bagian penting dalam proses menuntut ilmu (thalab al-ilm). Metode ini telah dikenal dan dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw setiap menerima wahyu. Kemudian wahyu yang telah dihafal oleh Nabi disampaikan ke para sahabat. Nabi juga memerintahkan para sahabat untuk menghafalkan wahyu-wahyu yang sudah disampaikan kepada mereka. Hingga sekarang ini metode tahfidz masih dilestarikan di pondok pesantren yang tersebar di Nusantara.


Hasil dari metode ini adalah hafalan. Bagi orang yang telah hafal ilmu, maka hafalan ini telah tersimpan dalam memori dalam dirinya, sehingga seseorang ini mampu menghadirkan ilmu tersebut setiap ia menghendaki. Tanpa harus membuka buku atau catatan.

Melihat pentingnya hafalan tersebut, banyak ulama yang mewasiatkan kepada para muridnya untuk menghafal. Bahkan menghafal ilmu itu lebih penting dari pada mengumpulkan ilmu di dalam buku atau catatan.

Seperti yang diungakpan oleh al-A’masy dalam Kitab al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi   berkata : “Hafalkanlah apa yang telah kalian kumpulkan, karena orang yang mengumpulkan ilmu namun dia tidak menghafalnya, bagaikan seorang lak-laki yang duduk di depan hidangan, lalu dia mengambil sesuap demi sesuap, namun dia lemparkan suapan-suapan itu ke belakang punggungnya, kapankah kau akan melihatnya kenyang?”.

Hafalan yang telah tersimpan dalam memori dalam diri sendiri perlu dijaga dengan baik agar selalu tersimpan dalam diri. Sebab hafalan yang tidak dijaga akan bisa hilang, pada akhirnya usaha keras untuk menghafalkannya menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penting kiranya menyimak hal-hal yang dapat menguatkan hafalan yang telah diwasiatkan oleh Syaikh az-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim.

Menurut az-Zarnuji, pada dasarnya penguat hafalan adalag tekun menghafal, mengurami makan, shalat malam dan istiqomah membaca al-Qur’an. Bagi pencari ilmu ketika mau membawa kitab hendaknya membaca doa:

بِسْمِ اللهِ وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهِ، وَاللهُ اكْبَرُ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِى الْعَظِيْمِ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ، عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ أَبَدَ الْآبِدِيْنَ وَدَهْرَ الدَّاهِرِيْنَ.

Kata az-Zarnuji, santri harus memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Karena Nabi Muhammad sebagai pembawa rahmat kepada seluruh alam semesta. Selain itu, setiap selesai shalat fadhu santri membaca doa berikut ini:

آمَنْتُ بِااللّهِ الْوَاحِدِ الْاَحَدِ الْحَقُّ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَكَفَرْتُ بِمَا سِوَاهُ

Ada sebuah syair yang menjelaskan menjauhi maksiat dapat menguatkan hafalan. Sebab melakukan maksiat dapat melemahkan dan menghilangkan hafalan seseorang. Adapun bunyi syarinya berikut ini:

شكوت إلى وكيع سوء حفظى   *    فأرشدنى إلى ترك المعاصى
فإن الحفظ فضل مــــــــن الله    *    وفضل الله لا يعطى لعاصـــــى

Saya sampaikan keluhanku tentang buruknya hafalanku kepada Kyai Waki’, lalu beliau menyuruhku untuk meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya hafalan itu merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah, dan kuatnya hafalan itu tidak diberikan kepada orang-orang yang melakukan maksiat”.

Adapun sesuatu yang dapat menguatkan hafalan lain, lanjut az-Zarnuji, adalah bersiwak, minum madu, makan kandar (kemenyan putih) dengan dicampur gula dan makan buah zabib (anggur) merah 21 butir setiap hari.

Hal-hal di atas menurut az-Zarnuji dapat dapat mempermudah hafal, bahkan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Segala sesuatu yang bisa mengurangi pelendiran dahak dan mengurangi pelemakan kulit badan yang diakibatkan terlalu banyak makan, adalah juga bisa memperkuat hafalan. Sesuatu yang memperbanyak lendir dahak, akan membuat orang jadi pelupa.


Sumber: Kitab Ta’lim al-Muta’allim.
Share:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini