Pada
Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jawa Timur nanti akan mengusung semangat
Islam Nusantrasa. Sebuah semangat untuk menciptakan Islam yang rahmatan lil
alamin’ dengan berangkat dari keber-Islam-an yang khas ala Indonesia yang
merupakan gabungan dari nilai-nilai Islam teologis dengan nilai-nilai tradisi
lokal, budaya dan adat istiadat di Tanah Air. Karakter yang ada di dalam Islam
Nusantara ini menunjukkan adanya kearifan lokal di Nusantara yang tidak
melanggar ajaran Islam. Namun justru menyinergikan ajaran islam dengan ada
istiadat lokal yang banyak tersebar di Indonesia. Dengan begitu, kehadiran
islam tidaklah untuk merusak atau menantang tradisi yang ada. Justru
sebaliknya, Islam datang untuk mengIslamkan tradisi dan budaya yang ada secara
bertahap.
Namun ide
yang sangat cemerlang ini ditangkis oleh kelompok-kelompok yang tidak menyuaki
perdamaian dalam berdakwah. Mereka berkicau di mana dan menyebarkan isu-isu
yang ingin menumbangkan pemikiran Islam Nusantara. Kelompok-kelompok yang tidak
cintai perdamain menganggap bahwa Islam Nusantara dihubung-hubungkan dengan
Jaringan Islam Liberal. Dan bahkan pula dihubungkan dengan Syiah, bahkan mereka
menganggap bahwa Islam Nusantara ini dianggap sesat dan sebagainya. Semua argumen
yang disampaikan dalam rangka menumbangkan ide yang sangat manusiawi ini.
Mereka mengkritik
ide Islam Nusantara ini, namun mereka lupa bahwa ide keberislaman yang mereka
dakwahkan untuk dipikirkan. Sebuah cara berIslam yang dilakukan dengan sebuah
kekerasan. Sebuah keberislaman yang ingin membentuk negara Islam ala Timur Tengah.
Sungguh sangat perihatin manakala ada sebuah negara Islam namun setiap hari
bangsanya selalu dihantui oleh bom dan peluru.
Sebenarnya
negara Islam yang mereka contohkan selama ini belum ada contohnya. Kelompok ini
selalu memberikan contoh bahwa negara Islam adalah negara yang pernah dibangun
dan dipimpin oleh Nabi Muhammad Saw. Kalaupun memang demkian, pada zaman Nabi
Nabi cinta dengan perdamaian. Demi kedamaian bersama Nabi membuat sebuah
perjanjian antara orang Islam dengan non-Islam, yang kemudian dikenal dengan
Piagam Madina.
Dalam
kenyataannya, hingga sekarang ini di Timur Tengah sebagai daerah yang dekat
dengan kelahiran dan kepemimpinan belum ada negara yang bisa menjadi contoh
untuk membentuk sebuah negara yang melindungi semua warganya. Memberikan keamanan
dan ketenangan bagi warganya adalah sebuah kewajiban dari suatu pemerintahan
negara. Apabila warganya selalu merasa ketakutan dengan adanya bom dan peluru,
maka di situlah negara belum bisa menjalankan kewajibannya. Apakah negara yang
demikian yang hendak mereka ciptakan? Padahal tujuannya agama adalah memberikan
kedamaian bagi seluruh alam semesta.
Dengan demikian,
jangan mengkritik ide yang cemerlang ini, sebuah ide untuk mencitakan
keberagamaan dalam keberagaman demi menciptakan perdamaian bersama. Lihat dulu
negara Islam yang selalu diperjuangkan dan didewa-dewakan. Alangkah baiknya
lihat diri sendiri terlebih dahulu sebelum melihat orang lain. kritik diri
sendiri sebelum mengkritk orang lain. berilah penilaian terhadap negara Islam
yang selalu dikampanyekan sebelum menilai Islam Nusantara yang kami
perjuangkan.
Perlu
diingat pula, di Indonesia bukanlah sebuah negara yang homogen. Namun terdiri
dari berbagai suku, adat, ras dan agama. Mereka memiliki cara masing-masing
dalam mengekrpesikan hidup ini. Keberadaannya satu dengan yang lain sama. Kalau
tidak ingin kelompoknya sendiri dimusnahkan, maka janganlah memusnahkan
kelompok yang lain.
Perlu
dipahami juga bahwa, kehadiran semua agama-agama yang ada di dunia
selalu membawa misi untuk menciptakan tatanan masyarakat damai, termasuk agama Islam
yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin. Sehingga agama yang menjadi sumber kedamaian tersebut
tidak mungkin secara bersamaan menjadi sumber konflik yang merusak perdamaian
masyarakat. Mengapa
demikian? Apabila kekerasan dijadikan langkah untuk menciptakan perdamaian,
maka bukan perdamaian lah yang terwujud namun justru kekerasan yang akan
ditimbulkannya. Sebab perdamaian tidak mungkin tercipta dengan cara kekerasan.
Tentu kita masih mengingat dalam al-qawa’id
a-fiqhiyah, terdapat kaidah yang menyatakan al-dlararu yuzalu
(kemudaratan mesti dihilangkan). Tapi ada juga kaidah lain yang berbunyi al-dlarar
la yuzal bi al-darar (kemudaratan tak boleh dihilangkan dengan kemudaratan
yang lain).