Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Tampilkan postingan dengan label Falak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Falak. Tampilkan semua postingan

Keutaman Puasa Arafah (9 Dzul Hijjah)


Puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya sama dengan puasa-puasa lainnya.


Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda:

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Artinya: “Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas.” (HR. Muslim).

Share:

Hukum Keppler

Di antara hasil karya Kepler, terdapat tiga penemuan yang sekarang kita kenal sebagai Hukum Kepler mengenai gerak planet.
Hukum I Kepler
Lintasan setiap planet ketika mengelilingi matahari berbentuk elips, di mana matahari terletak pada salah satu fokusnya.

Perhatikan orbit elips yang dijelaskan pada Hukum I Kepler. Dimensi paling panjang pada orbit elips disebut sumbu mayor alias sumbu utama, dengan setengah panjang a. Setengah panjang ini disebut sumbu semiutama alias semimayor.

F1 dan F2 adalah titik Fokus. Matahari berada pada F1 dan planet berada pada P. Tidak ada benda langit lainnya pada F2. Total jarak dari F1 ke P dan F2 ke P sama untuk semua titik dalam kurva elips. Jarak pusat elips (O) dan titik fokus (F1 dan F2) adalah ea, di mana e merupakan angka tak berdimensi yang besarnya berkisar antara 0 sampai 1, disebut juga eksentrisitas. Jika e = 0 maka elips berubah menjadi lingkaran. Kenyataanya, orbit planet berbentuk elips alias mendekati lingkaran. Dengan demikian besar eksentrisitas tidak pernah bernilai nol. Nilai e untuk orbit planet bumi adalah 0,017. Perihelion merupakan titik yang terdekat dengan matahari, sedangakan titik terjauh adalah aphelion.
Pada Persamaan Hukum Gravitasi Newton, telah kita pelajari bahwa gaya tarik gravitasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (1/r2), di mana hal ini hanya bisa terjadi pada orbit yang berbentuk elips atau lingkaran saja.
Hukum II Kepler
Luas daerah yang disapu oleh garis antara matahari dengan planet adalah sama untuk setiap periode waktu yang sama.
Secara matematis: 

dimana  

adalah "areal velocity".


Hukum III Kepler
Kuadrat waktu yang diperlukan oleh planet untuk menyelesaikan satu kali orbit sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet-planet tersebut dari matahari.
Jika T1 dan T2 menyatakan periode dua planet, dan r1 dan r2 menyatakan jarak rata-rata mereka dari matahari, maka



Share:

Luminositas, Penjelasannya Ini

Secara bahasa arti luminositas adalah kecemerlangan. Sedangkan luminositas dalam astronomi berati jumlah enerhi yang dipancarkan sebuah benda ke segala arah per satuan waktu. Biasanya satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan cgs) atau luminositas matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam sempurna, maka luminositasnya adalah.
Dimana L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-BoltzmannR adalah jari-jari bintang dan Te adalah temperatur efektif bintang.
Jika jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan


Dengan E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah jarak bintang ke pengamat.
Berikut ini adalah foto luminositas-merah nova.

Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan, dan Edith Kellman dari  Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya  atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut  dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas-kelas  berikut :
* 0       Maha maha raksasa
* I        Maharaksasa
* II       Raksasa-raksasa terang 
* III       Raksasa
* IV      Sub-raksasa
* V       Deret utama (katai)
* VI      Sub-katai

* VII     Katai putih
Share:

Magnitudo, Apa itu?

Magnitudo atau kadang disebut skala kecerahan, skala magnitudo bermakna semakin besar angka magnitudo maka kecerahan bintang tersebut akan semakin besar. Semakin kecil nilai magnitudo maka tingkat energi yang diterima kita di Bumi akan semakin besar.
Sejarah munculnya magnitudo mulai sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus membuat sistem klasifikasi kecerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia mengelompokkan kecerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih seperti ini: paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang pertama. Sistem tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai penentu kecerlangan. Yang paling terang memiliki nilai 1, berikutnya 2, 3, hingga yang paling redup bernilai 6. Klasifikasi inilah yang kemudian dikenal sebagai sistem magnitudo. Skala dalam sistem magnitudo ini terbalik sejak pertama kali dibuat. Semakin terang sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang, magnitudonya semakin besar.


Sistem tersebut kemudian semakin berkembang setelah Galileo dengan teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang lebih redup daripada yang bermagnitudo 6. Skalanya pun berubah hingga muncul magnitudo 7, 8 dan seterusnya. Namun penilaian kecerlangan bintang ini belumlah dilakukan secara kuantitatif. Semuanya hanya berdasarkan penilaian visual dengan mata telanjang saja.
Pada tahun 1856 berkembanglah perhitungan matematis untuk sistem magnitudo. Norman Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan rumusan berbentuk logaritmis yang masih digunakan hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara umum, perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecerlangan sebesar 100 kali. Jadi, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang dengan magnitudo 6, dan lebih terang 10000 kali daripada bintang bermagnitudo 11, begitu seterusnya. sehingga perbedaan lima magnitudo merupakan faktor yang tepat 100 dalam fluks cahaya. Jadi rasio fluks cahaya untuk perbedaan satu magnitudo adalah 1001/5 atau 102/5 atau 2,512. Rasio fluks untuk perbedaan 2 magnitudo adalah (102/5)2, perbedaan 3 magnitudo adalah (102/5)3 dan seterusnya. Definisi ini sering disebut sebagai skala Pogson. Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang pun menjadi lebih teliti dan lebih dapat dipercaya.
Seiring dengan semakin majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang dapat kita amati semakin besar. Contohnya, Hubble Space Telescope memiliki kemampuan untuk mengamati objek dengan magnitudo 31. Tetapi walaupun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai penting hingga kini karena inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat diamati dengan mata telanjang. Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan mata yang masih bagus.
Sama seperti perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo kecil juga mengalami ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi detektor. Dalam kelompok magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa bintang tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0. Bahkan magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terang lagi. Kini diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam adalah Sirius, dengan magnitudo -1,47. Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama -12,92, dan magnitudo Matahari mencapai -26,74.
Magnitudo yang kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu, karena menunjukkan kecerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh jaraknya. Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya dekat atau jaraknya jauh tapi berukuran besar. Sebaliknya, sebuah bintang bisa terlihat redup karena jaraknya jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil. Sistem ini membuat kecerlangan bintang yang kita lihat bukan kecerlangan bintang yang sesungguhnya. Untuk mengoreksinya, faktor jarak itu harus dihilangkan. Maka muncullah sistem magnitudo mutlak.
Magnitudo mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10 parsek. Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak bintang diketahui. Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang sama, kita bisa tahu bintang mana yang benar-benar terang. Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari).
Magnitudo adalah besaran lain dalam menyatakan fluks pancaran, yang terhubungkan melalui persamaan,


dimana m adalah magnitudo semu dan E adalah fluks pancaran.

Skala Magnitudo Tampak
Magnitudo tampak
Benda langit
−26.8
Matahari
−12.6
Bulan purnama
−4.4
Kecerahan maksimum Venus
−2.8
Kecerahan maksimum Mars
−1.5
Bintang tercerah: Sirius
−0.7
Bintang tercerah kedua: Canopus
0
Titik nol berdasarkan definisi: Vega
+3.0
Bintang teredup yang terlihat di daerah perkotaan
+6.0
Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang
+12.6
Kuasar tercerah
+30
Objek teredup yang dapat diamati oleh Teleskop Hubble
Share:

Niat Shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari

Berikut ini niat melakukan shalat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), ketika menjadi imam atau ma’mum.
Niat Shalat Gerhana Bulan menjadi Imam
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا لِلّهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal li khusufil qamari imaman lillahi ta’ala

Niat Shalat Gerhana Bulan menjadi Makmum
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal li khusufil qamari makmuman lillahi ta’ala

Niat Shalat Gerhana Matahari menjadi Imam
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ اِمَامًا لِلّهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatal li kusufisy syamsi imaman lillahi ta’ala

Niat Shalat Gerhana Matahari menjadi Makmum
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal li kusufisy syamsi makmuman lillahi ta’ala

Share:

Tata Cara Shalat Gerhana Bulan dan Gerhana Matahari

Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjama'ah, lebih utama lagi dilaksanakan di masjid. Disunnahkan mandi sebelum berangkat shalat gerhana. Tidak disunnahkan adzan dan iqomah ketika akan melaksanakan shalat gerhana, tetapi cukup dengan seruan “Asshalatu Jami'ah”.
Imam shalat gerhana disunnahkan dengan suara keras saat membaca Al-Fatihah dan Surat untuk gerhana bulan dan dengan suara lirih untuk gerhana matahari. Menurut madzhab Hambali, Khottobi dan Ibnu Mundzir disunnahkan keras juga pada shalat gerhana matahari.

Berikut ini adalah tata cara shalat gerhana, baik gerhana bulan (khusuf) maupun gerhana matahari (kusuf):
  1. Memastikan terjadinya gerhana bulan atau matahari terlebih dahulu.
  2. Shalat gerhana dilakukan saat gerhana sedang terjadi.
  3. Sebelum sholat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan, ”Ash-shalatu jaami'ah.
  4. Niat melakukan sholat gerhana matahari (kusufisy-syams) atau gerhana bulan (khusufil-qamar), menjadi imam atau ma’mum.

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
  1. Sholat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
  2. Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
  3. Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali
  4. Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Misalnya rakaat pertama membaca surat Yasin dan ar-Rahman, lalu raka’at kedua membaca al-Waqiah dan al-Mulk
  5. Setelah sholat disunahkan untuk berkhutbah.
Share:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini