Kegiatan ijtihad merupakan hal
yang paling mendasar dari dasar-dasar syari’ah. Sebab dari sinilah yang
kemudian melahirkan hukum-hukum yang ada di dalam hukum Islam. Sebagaimana yang
diungkapnya oleh Wahbah al-Zuhaili dalam Kitab Ushul al-Fiqh al-Islami yang
menyatakan bahwa banyak sekali dalil yang menunjukkan bolehnya melakukan ijtihad,
baik secara eksplisit maupun secara implisit.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT
dalam Surat An-Nisa’: 105.
Ø¥ِÙ†َّا Ø£َÙ†ْزَÙ„ْÙ†َا Ø¥ِÙ„َÙŠْÙƒَ الْÙƒِتَابَ بِالْØَÙ‚ِّ Ù„ِتَØْÙƒُÙ…َ بَÙŠْÙ†َ
النَّاسِ بِÙ…َا Ø£َرَاكَ اللَّÙ‡ُ ۚ ÙˆَÙ„َا تَÙƒُÙ†ْ Ù„ِÙ„ْØ®َائِÙ†ِينَ Ø®َصِيمًا) Ù¡Ù Ù¥ (
Artinya : “Sesungguhnya
Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat” (QS. An-Nisa: 105).