Dalam tradisi Islam, metode menghafal (at-tahfidz) menjadi
bagian penting dalam proses menuntut ilmu (thalab al-ilm). Metode ini
telah dikenal dan dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw setiap menerima
wahyu. Kemudian wahyu yang telah dihafal oleh Nabi disampaikan ke para sahabat.
Nabi juga memerintahkan para sahabat untuk menghafalkan wahyu-wahyu yang sudah
disampaikan kepada mereka. Hingga sekarang ini metode tahfidz masih
dilestarikan di pondok pesantren yang tersebar di Nusantara.
Hasil dari metode ini adalah hafalan. Bagi orang yang telah hafal
ilmu, maka hafalan ini telah tersimpan dalam memori dalam dirinya, sehingga
seseorang ini mampu menghadirkan ilmu tersebut setiap ia menghendaki. Tanpa
harus membuka buku atau catatan.
Melihat pentingnya hafalan tersebut, banyak ulama yang mewasiatkan
kepada para muridnya untuk menghafal. Bahkan menghafal ilmu itu lebih penting
dari pada mengumpulkan ilmu di dalam buku atau catatan.
Seperti yang diungakpan oleh al-A’masy dalam Kitab al-Jami’ li
Akhlaq ar-Rawi berkata :
“Hafalkanlah apa yang telah kalian kumpulkan, karena orang yang mengumpulkan
ilmu namun dia tidak menghafalnya, bagaikan seorang lak-laki yang duduk di
depan hidangan, lalu dia mengambil sesuap demi sesuap, namun dia lemparkan
suapan-suapan itu ke belakang punggungnya, kapankah kau akan melihatnya
kenyang?”.
Hafalan yang telah tersimpan dalam memori dalam diri sendiri perlu
dijaga dengan baik agar selalu tersimpan dalam diri. Sebab hafalan yang tidak
dijaga akan bisa hilang, pada akhirnya usaha keras untuk menghafalkannya
menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penting kiranya menyimak hal-hal yang dapat
menguatkan hafalan yang telah diwasiatkan oleh Syaikh az-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim
al-Muta’allim.
Menurut az-Zarnuji, pada dasarnya penguat hafalan adalag tekun
menghafal, mengurami makan, shalat malam dan istiqomah membaca al-Qur’an. Bagi
pencari ilmu ketika mau membawa kitab hendaknya membaca doa:
بِسْمِ
اللهِ وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهِ، وَاللهُ اكْبَرُ،
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِى الْعَظِيْمِ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ،
عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ وَيُكْتَبُ أَبَدَ الْآبِدِيْنَ وَدَهْرَ الدَّاهِرِيْنَ.
Kata az-Zarnuji, santri harus memperbanyak membaca shalawat kepada
Nabi Muhammad Saw. Karena Nabi Muhammad sebagai pembawa rahmat kepada seluruh
alam semesta. Selain itu, setiap selesai shalat fadhu santri membaca doa
berikut ini:
آمَنْتُ
بِااللّهِ الْوَاحِدِ الْاَحَدِ الْحَقُّ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَكَفَرْتُ بِمَا سِوَاهُ
Ada sebuah syair yang menjelaskan menjauhi maksiat dapat menguatkan
hafalan. Sebab melakukan maksiat dapat melemahkan dan menghilangkan hafalan
seseorang. Adapun bunyi syarinya berikut ini:
شكوت إلى وكيع
سوء حفظى * فأرشدنى إلى ترك المعاصى
فإن الحفظ
فضل مــــــــن الله * وفضل
الله لا يعطى لعاصـــــى
“Saya sampaikan keluhanku tentang buruknya hafalanku kepada Kyai
Waki’, lalu beliau menyuruhku untuk meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya
hafalan itu merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah, dan kuatnya hafalan
itu tidak diberikan kepada orang-orang yang melakukan maksiat”.
Adapun sesuatu yang dapat menguatkan hafalan lain, lanjut
az-Zarnuji, adalah bersiwak, minum madu, makan kandar (kemenyan putih) dengan
dicampur gula dan makan buah zabib (anggur) merah 21 butir setiap hari.
Hal-hal di atas menurut az-Zarnuji dapat dapat mempermudah hafal,
bahkan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Segala sesuatu yang bisa
mengurangi pelendiran dahak dan mengurangi pelemakan kulit badan yang
diakibatkan terlalu banyak makan, adalah juga bisa memperkuat hafalan. Sesuatu
yang memperbanyak lendir dahak, akan membuat orang jadi pelupa.
Sumber: Kitab Ta’lim al-Muta’allim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar