Pemerintah akan mulai memberlakukan
pembatasan subsidi BBM pada bulan Maret tahun depan, setelah beberapa kali
mengalami penundaan dan menelan anggaran negara. BBM bersubsidi hanya bisa
dimanfaatkan oleh kendaraan umum, roda
dua dan nelayan. Kebijakan ini dikhususkan di wilayah Jabotabek, sehingga mobil
plat hitam di wilayah Jabotabek tidak bisa mengonsumsi BBM besubsidi lagi.
Melihat ketidakserentakan pembatasan
subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah, kemungkinan bisa memunculkan
terjadinya distori yang menjadi ancaman bagi ketentraman kehidupan
bermasyarakat. Sangat mungkin di daerah-daerah sekitar perbatasan Jabotabek yang
tidak terkana pembatasan akan mangalami lonjakan permintaan.
Ketidakmerataan itu juga bisa memunculkan
penimbunan oleh pihak yang tidak menghargai kebijakan pemerintah. Semua itu
dilakukan dengan pemanfaatan kesempatan yang ada, karena pemerintahan sudah
bertekad akan memberlakukan kebijakan ini ke seluruh Nusantara.
Akses pada awal bulan Maret nanti
harus diantisipasi dengan cermat. Kemungkinan ancaman itu akan serius menanti
kedatangan pelaksanaan kebijakan ini, karena kredibilitas pemerintah dalam
merencanakan, kebijakan ini sebenarnya terus mengalami penurunan. Sudah lama
dirasakan subsidi BBM menekan anggaran negara dan cukup besar. Tekanan itu, mau
tidak mau hanya bisa diminimalisir dengan mengurangi subsidi BBM.
Persoalannya, perencanaan itu sudah
lama dicanangkan namun terus mengalami penundaan. Dan baru tahun depan akan
dilaksanakan itu pun hanya di sebagian kecil wilayah. Apalagi bila distori itu
dihubungkan dengan ancaman kenaikan harga-harga barang. Inilah yang dikhawatirkan,
ancaman distori dapat menunda lagi rencana itu. Dan pastinya akan menelan
anggaran negara ke sekian kalinya.
Kekhawatiran ini berpotensi
memunculkan berbagai argumen yang saling menyalahkan, dampaknya kembali pada
penurunan kredibilitas apabila solusinya sama yaitu dengan penundaan.
Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi terhadap
dampak nagatif. Namun, tentunya bukan dengan kembali mengundurkan perencanaan
ini seperti sebelumnya.
Tentunya, Pemerintah sudah mempersiapkan
seluruh tehnis yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini, karena tidak
mungkin melaksanakan kebijakan tanpa mempersiapkan kelayakan tehnisnya.
Meskipun, tidak menghilangkan distori 100 persen dalam pelaksaannya nanti.
Berdalih dari perintah undang-undang
Nomor 10 tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yakni
volume konsumsi BBM bersubsidi tahun 2011 harus dipatok 38 juta kiloliter (Kompas:
17). Sehingga, Pemerintah diperkenankan untuk mengambil kebijakan yang harus
dibutuhkan agar target bisa dicapai. Sebab, apabila kebijakan ini tidak
secepatnya dilaksanakan, jelas ini akan mengakibatkan volume BBM bersubsidi
melonjak.
Apabila menggunakan kebijakan
menaikkan harga BBM bersubsidi, maka ini akan memunculkan kenaikan harga-harga
barang, dan jelas hal ini tidak disenangi masyarakat menengah kebawah. Serta, tidak
ada undang-undang yang mengharuskan untuk menaikan harga BBM dalam pengambilan
kebijakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga kebijakan yang
harus diambil adalah pengaturan konsumsinya.
Tidak mungkin, apabila kebijakan
yang berupa pembatasan BBM bersubsidi harus ditunda lagi. Dengan dalih akan
memunculkan ancaman distori dan infrastruktur yang kurang memadai. Dan harus
berani menghadapi kekhawatiran yang akan muncul nantinya. Dan ini akan ditunda terus,
bahkan kemungkinan akan sia-sia sebuah perencanaan yang telah menelan anggaran,
kalau terus tidak berani menghadapi ancaman negatif.
*Sebuah catatan yang
ditulis pada tanggal 20 Desember 2010.