Dari sekian banyak murid kelas IX, ternyata banyak
sekali yang minat untuk mengikuti beasiswa ini. Tidak sedikit yang mendaftarkan
namanya, namun dari pihak sekolah hanya mengambil 20 murid. Dari sekian banyak
murid yang mendaftarkan diri, akhirnya ditentukan 20 murid yang akan mengikuti tes
beasiswa, salah satunya adalah aku. Dari pihak sekolah memilihnya 20 murid
tersebut berdasarkan pertimbangan nilai rapot dan prestasi murid selama duduk
di sekolah.
Bagi murid yang telah dipilih untuk mengikuti tes ini,
diminta untuk melengkapi semua administrasi yang dibutuhkan sebagai persyaratan
mengikuti tes. Semua temen-temenku yang dipilih oleh pihak sekolah serentak dan
kompak mengumpulkan persyaratan bersama-sama. Setelah semua mengumpulkan berkas
persyaratan administrasi, kemudian dikumpulkan ke Pak Qomari untuk didaftarkan
ke Kemenag Kudus. Dari 20 murid yang didaftarkan ada satu murid yang tidak
lolos administrasi, sehingga yang akan mengikuti dari sekolahku tes 19 murid.
Hingga saat itu, perasaanku masih biasa-biasa saja,
karena dalam diriku belum ada niatan untuk melanjutkan ke bangku kuliah apalagi
mengikuti tes beasiswa. Tidak lain karena aku masih berkukuh keras untuk
melanjutkan ke dunia pesantren, dari pada melanjutkan ke bangku kuliah. Pikiran
dulu seperti itu, karena dari cerita-cerita yang telah sampai ke aku,
pendidikan di kuliah itu berbahaya sekali, karena dapat menghilangkan sifat
ke-santri-an seseorang. Konon ada santri melanjutkan ke bangku kuliah. Hasil
dari pendidikannya di bangku kuliah menjadikan pemikirannya menjadi “aneh”,
tidak seperti waktu ia masih di tinggal di pondok pesantren.
Namun, pikiranku yang seperti itu masih dapat aku
kendalikan dengan adanya restu dari pembina pondok. Akhirnya, aku pun
memberitahukan kepada orang tuaku, kalau aku mau mengikuti tes seleksi beasiswa.
Setelah mereka mendengar kabar ini, mereka
berdua sangat menyetujui. Mungkin karena aku dilahirkan dari keluarga
yang petani yang dalam kehidupan sehari-hari dengan keadaan yang cukup dan
sederhana. Tentu setiap orang tua menginginkan anaknya dapat menimba ilmu
setinggi-tingginya.
“Nang, yang Ibu harapkan kamu ya lolos tes, biar kamu
bisa melanjutkan sekolah lagi, nanti kalau pintar juga untuk dirimu sendiri, Ibu
tidak sanggup membiayai sendiri seandainya Kamu ingin kuliah, di sini Ibu hanya
bisa berdoa saja untuk Nang”, pesan Ibu kepadaku ketika aku pulang ke rumah
untuk memberitahukan kabar ini. Di sini aku mulai sedikit merasa mempunyai niat
untuk mengikuti tes beasiswa. Setelah pulang aku ke Demak, aku langsung balik
lagi ke Pondok untuk mengikuti kegiatan seperti biasa di pondok.
Seperti biasa, tradisi yang ada di TBS, sebelum
mengikuti tes terlebih dahulu kami silaturrahim ke rumah sesepuh-sesepuh
TBS untuk minta pengestu. Dari sekian Sesepuh yang kami datangi, beliau-beliau
memberikan restu. Ada satu kyai yang membuat kami terbuka akan kenyataan yang
ada di bumi ini. Beliau adalah K.H. Abdullah Hafidz.
“Jika ini yang terbaik pada kalian semoga diterima
dalam tes nanti, tapi jika ini tidak yang terbaik tidak usah disesali, karena
Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk kalian”, harapan sekaligus pesan Beliau
kepada kami ketika bersilaturrahim ke ngalem-nya Beliau.
Pesan yang disampaikan oleh Kyai Hafidz membuatku
terbuka. Dan inilah yang membuka pikiranku sehingga aku mulai yakin dan semangat
untuk mengikuti tes beasiswa ini. Dalam pikiranku, “Aku tidak ingin menyesal di
kemudian hari, yang penting sekarang aku berusaha mempersiapkan diri untuk
menghadapi tes seleksi beasiswa yang tinggal beberapa hari lagi, untuk masalah hasil aku serahkan pada Allah, semoga
itulah yang terbaik untukku”.
***
Detik-detik menjelang tes seleksi begitu terasa lama,
kami berangkat dengan Pak Qomari dan Pak Charis dengan menggunakan mobil
Elepht. Dapat dibayangkan, betapa sempitnya mobil yang muatannya untuk 19
orang, namun dinaiki 21 orang. Terpaksa 2 dari kami harus duduk di bawah. Kami
berangkat dari Kudus jam 03.00 WIB dan sampai di Semarang jam 06:00 WIB.
Sehingga kami masih ada waktu istirahat sebentar untuk sarapan dan cuci muka
karena ujiannya dimulai jam 07:00 WIB.
Detak jantungku pun mulai membuat diriku sidikit tidak
percaya diri. Siapa yang tidak minder, melihat semua peserta seleksi dari
berbagai sekolah yang ada di Jawa Tengah yang kumpul menjadi satu di dalam satu
ruangan, bahkan tes seleksi ini ternyata dilaksanakan di seluruh Indoensia. Untuk
daerah Jawa Tengah tempat tes seleksinya dilaksanakan di Auditorium II Kampus
III IAIN Walisongo Semarang.
“Kalau aku menjadi minder begini terus, ini akan membuat
aku terganggu nanti dalam mengerjakan soal-soal ujian. Aku harus dapat mengendalikan
diriku agar tetap terjaga dalam kondisi yang stabil”, pikirku dalam hati yang
berusaha memberikan sugesti yang positif untuk diriku sendiri.
Ujian berlangsung tertib tidak ada halangan sedikit
pun pada diriku, mulai pagi hingga sore hari. Materinya mencakup Dirosah
Islamiyah, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Skolastik. Namun, dari keempat
materi tersebut, aku sendiri tidak yakin untuk materi Bahasa Inggris pada
jawabanku, karena memang kompetensiku dalam bidang bahasa inggris sangat minim
sekali. Karena waktu di bangku Aliyah, pelajaran Bahasa Inggris seperti pelajaran
yang tidak penting. Ya sudah lah, yang penting aku sudah berusaha dengan
maksimal dalam mengerjakan soal-soal tersebut, sekarang tinggal tawakkal
pada Allah. “Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untukku”, harapanku
dalam hati setelah ujian selesai.
Dalam perjalanan pulang, kami berbincang-bincang
dengan teman-temanku yang lain tentang pelaksanaan tes ujian yang baru saja
kami alami. Ternyata mereka juga ada yang kurang yakin pada jawabnya, ada yang
kurang yakin dengan jawab soal Dirosah Islamiyah, ada yang Bahasa Arab dan
sebagainya. Tapi ada juga yang yakin kalau dirinya akan lulus. Ya begitulah
yang namanya bersama orang banyak, ada yang percaya diri dan ada yang kurang
percaya diri.
Sebelum kembali lagi ke Kudus, kami mampir terlebih
dahulu ke Masjid Agung Jawa Tengah. Meskipun hanya mampir sebentar untuk shalat
dan melihat-lihat saja di sana. Namun ini dapat membuat refresh sedikit
untuk kami setelah menempuh tes ujian. Tidak lama kami di sini, kira sekitar 2
jam. Kemudian kami melanjutkan perjalan lagi, meskipun dengan keadaan yang sempit
dan panas di dalam mobil, kami tetap menikmati perjalanan. Namun, rasa capek
kami tidak dapat ditahan lagi, akhirnya kami terbawa tidur selama diperjalanan.
Termasuk aku juga terlelap di dalam mobil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar