Berjalan,
menuju tujuan. Berbekal segala kebutuhan selama perjalanan. Peta tidak boleh
ketinggalan, itu satu-satunya yang menuntuk sampai pada penghujung perjalanan.
Awal
perjalanan, terasa mudah dan menyenangkan. Jalan mulus tanpa batu dan krikil.
Pemandangan di sekeliling menawarkan banyak perhatian. Meski sudah bawa bekal
yang cukup, namun keinginan untuk menambah bekal semakin kuat.
Dalam benak
hanya membayangkan, kalau seandainya menambah bekal, itu berarti beban yang
dibawa semakin berat, meski itu terasa menyenangkan dan bekal itu kita butuhkan
selama perjalanan.
Pikiran
masih menepis keinginan kuat tersebut, hanya berharap ada yang lebih baik.
Sekali memutuskan untuk menambah bekal, maka harus pula berani menghilangkan
keinginan yang ada manakala ada bekal yang ketemu di jalan di depan ada yg
lebih baik.
Sembari
berjalan, jalan mulai berbelok tak teratur, krikil dan bahkan batu besar mulai
menghantam, serta bekal mulai dipertimbangkan, jangan sampai kehabisan, sebelum
sampai puncak tujuan. Perjalanan mulai diuji dengan kuat. Namun kini masih
sadar kalau itu adalah cobaan.
Badan terasa
ngos-ngosan, di sebuah pertigaan, perlu istirahat sejenak. Ada penampakan bekal
yang terasa membantu di jalan. Sebagai penyemangat dan periang di setiap
perjalanan. Meski kondisi menyulitkan dan membosankan, namun bekal itu terasa
akan mengobatinya.
Akhirnya
terputuskan, mengambil bekal tersebut. Sebagaimana awal dalam perjalanan, sudah
diberi pesan oleh tuan, bahwa bekal yang diambil di jalan memang terasa enak,
namun ingat yang tidak enak belum muncul dari yang enak tersebut.
Keputusan
sudah bulat, konsekuensi pun diamini dan dijalani. Perjalanan dilanjutkan, awal
membawa bekal baru terasa ringan dan menambah rasa senang. Jalan yang terjal,
tak seperti jalan yang menakutkan. Ibarat jalan tak menapakinya, namun jalan di
atasnya.
Namun, hari
terus berjalan dan perjalanan masih membutuhkan waktu yang lama. Beban yang
dibawa terasa berat. Beban sungguh memberatkan dibawa oleh bekal itu. Berhenti
sejenak, menghirup udara sekitar, merenungkan alam di hutan warna warni, biar
merasakan kenyamanan alam tuk melupakan beban yang dibawa bekal. Biar tetap
membawa bekal sampai tujuan, meski berat.
Bekal pun
mulai tak memberikan rasa enak, terasa sepah rasanya, mau makan pun tak kuasa.
Namun pikiran ini telah membutuskan untuk membawanya, makan badan ini harus
bertanggung jawab atas keputusan pikiran. Meski badan ingin melepaskannya.
Banda
semakin merasa tak nyaman, bahkan berharap bekal ini dibuang, bekal yang
awalnya diharapkan selama perjalanan, namun ternyata tak enaknya semakin
terlihat dan menyiksa. Menyiksa sang badan yang membawanya sejak awal
perjalanan. Badan menyampaikan pendapat ke pikiran, "buanglah bekal ini,
aku tak sudi membawanya, buat apa bekal yang dibawa, justru menghambat
perjalanan kita", ungkap badan.
Pikiran
mulai terbawa apa yang disampaikan oleh badan. Pikiran mulai berhitung dan
memahami kondisi, sebab yang dipikirkan oleh pikiran sampai ke tujuan tepat
waktu, karena bagi pikiran dan badan juga, waktu itu sangat berharga. Pikiran
berkata dalam batin, "buat apa membawa bekal yang awalnya diharapkan untuk
membantu sampai tujuan agar lebih cepat sesuai yang direncanakan, malahan
justru kenyatannya memberatkan".
Hati yang
tadinya tertidur selama perjalanan pun bangun, atas ungkapan keras yang
disampaikan oleh badan. Hati mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh
mereka berdua. Hati yang terkenal bijak sejenak diam dan memandangi mereka
berdua. Suasana menjadi sunyi, senyap dan gelap. Hanya suara angin yang dingin
memghantam badan.
"Harapan
yang indah sungguh tak mudah didapatkan, harapan yang meneduhkan tak mungkin
ada di tempat yang orang dengan mudah mengambilnya, ia tersimpan rapi dan
dijaga ketat oleh duri yang harus dilalui, bahkan harus merasakan hujan es dan
jalan yang berteping tuk melaluinya, mungkin bekal ini sebagai ujian biar kita
bener-bener dapat menahan segala cobaan tuk meraih tujuan", jelas hati.
Badan dan
pikiran masih belum menerima penjelasan hati. Seolah hati membarikan harapan
yang belum pasti, bahkan tidak pasti. Badan dan pikiran berunding, agar
perjalannya tak sia-sia, sebab ada bekal yang diambil di jalan tahun kemarin lusa.
Perundingan yang dilakukan oleh badan dan pikiran selesai dan disampaikan ke
hati.
"Wahai
sahabat hati, engkau selama ini penenangku dan aku percaya, namun kali ini kita
berdua ingin buat janji dan jaminan, apabila kita tidak sampai tujuan tepat
waktu yang jelas-jelas disebabkan oleh beban ini, apa jaminannya?, dan berikan
keyakinan kalau kita bisa sampai tujuan dengan keadaan ringan dan tepat waktu?
Kalau tidak bisa, kita pun harus meninggalkan di jalan", ungkap pikiran
yang menyampaikan kesepakatan dengan badan.
Hati hanya
menjawab singkat, "tak selamanya jalan terjal dan aku akan menyadarkan
beban agar dia bisa memposisikan dirinya sebagaimana wujud adanya, bukan
sebalik", jawab hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar