Setiap tahun pada bulan Dzul Hijjah Kabupaten Demak menyelenggarakan kegiatan Grebeg Besar (Besar adalah nama bulan Hijriyah ke 10, orang jawa menamakan dengan bulan Besar karena pada bulan ini ada hari raya kedua setelah hari raya Idul Fitri), Besaran nama lain dari Grebeg Besar ini rutin dilakukan dalam rangka memelihara kebudayaan leluhur. Kegiatan yang acara ritual adatnya dilakukan pada tanggal 10 Dzul Hijjah ini mampu mampu membangkitkan semangat dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Demak, karena pada saat itu terpancar terang masa kejayaan Kerajaan Kesultanan Kota Demak pada beberapa tahun silam yang lalu.
Sunan Kalijaga dan Sultan Fatah sebagai figur utama dan diakui sebagai tokoh besar dan sangat berpengaruh dalam pergolakan sejarah Kabupaten Demak. Sehingga tidak mengherankan apabila ada beragam acara ritual yang diperkenalkan oleh kedua tokoh tersebut yang masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi sebuah acara rutinan dan selalu dinanti masyarakat penyelenggaraannya, tidak hanya masyarakat demak sendiri akan tetapi masyarakat luar juga, seperti Grebeg Besar ini.
Sebagaimana yang dicatat oleh sejarah, sebenarnya acara tradisi Grebeg tidak hanya diselenggarakan sekali dalam setahun, yaitu pada bulan Dzul Hijjah, akan tetapi ada empat acara Grebeg, yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal dan Grebeg Besar. Adapun acara tradisi Grebeg yang masih berlangsung sampai saat ini adalah Grebeg Besar dan ini perlu dilestarikan sebagai salah satu upacara kebudayaan di tanah Indonesia.
Upacara ritual Grebeg diawali dengan saling bersilaturrahmi, yaitu kunjungan Bupati ke Sasono Rengga Kadilangu pada tanggal 9 Dzul Hijjah, kemudian sesepuh Kadilangu dan keluarga Kasepuhan bersilaturrahmi menghadap Bupati dan biasanya mereka diterima di ruang tamu Bupati. Seusai bersilaturrahmi Bupati dan wakil Bupati bersama ketua DPRD, Muspida Demak dan jajaran pemerintahan kabupaten Demak menuju ke pemakaman yang berada di kompleks Masjid Agung Demak untuk berziarah ke makam-makam leluhur kota Demak. Kemudian dilanjutkan berziarah ke makam Sunan Kalijaga di pamakaman desa Kadilangu, baru kemudian rombongan ini meresmikan pembukaan kegiatan keramaian Grebeg Besar yang terletak di lapangan Tembiring.
Pada malam menjelang Idul Adha diadakan acara Tumpeng Sembilan yang mengambarkan jumlah sembilan wali (Walisongo) yang diserahkan oleh Bupati kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan kepada para pengunjung. Dalam upacara ini banyak masyarakat yang ingin ngalap barokah (mencari berkah) dari Tumpeng Sembilan tersebut. Sehingga mereka rela untuk berebutan hanya untuk mendapatkan Tumpeng Sembilan.
Pada tanggal 10 Dzul Hijjah, diadakan upara penjamasan Kutang Ontokusumo yang dilakukan setelah shalat Idul Adha. Pada acara ini ada prosesi arak-arakan Prajurit Patang Puluh (Prajurit Empat Puluh) yang berjalan dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Kadilangu yang jaraknya sekitar 2,5 km. Inilah acara yang paling menarik banyak perhatian masyarakat, itu terbukti dengan dipenuhinya masyarakat di sepanjang jalan yang akan dilewati Prajurit Patang Puluh. Inilah wujud kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan kota mereka dengan melihat dari dekat dan ikut andil dalam keramaian acara tersebut. Dan sebuah fenomena yang sangat menarik karena merupakan suatu gambaran yang nyata, peristiwa yang menyatunkan para pejabat dengan rakyat dalam satu tempat. Sehingga dari upacara ini tampak sebuah bentuk kerukunan dan kebersamaan langkah untuk menggapai cita-cita yang dinginkan bersama.
Ada sebuah kepercayaan yang mengatakan, barang siapa menghadiri Grebeg Besar Demak tujuh kali berturut-turut, maka sama nilainya dengan melaksanakan Ibadah Haji. Dalam upacara-upacara ini, pada zaman dahulu diyakini masyarakat awam tujuan diadakan ritual ini mampu menghilangkan marabahaya, maka pada saat ini kita perlu mengubah pandangan tersebut menjdi sebuah konsep yang baru yaitu dengan mencari solusi penyelesaiaan masalah dengan cara koordinasi dan konsolidasi pemerintah dengan masyarakat setempat. Dengan tujuan acara ini bisa lebih baik dan membawa kemajuan Kota Wali
Inilah watak religius masyarakat Kabupaten Demak yang selalu menghormati ajaran dan tradisi leluhur, khususnya para wali tentang keimanan dan ketaqwaan. Bukan hanya sekadar menjalankan ajaran wajib dalam agama, tetapi juga tradisi dan budaya Islami yang dikembangkan para waki terdahulu untuk menarik perhatian dan membawa masyarakat waktu itu untuk mengikuti ajaran-ajaran yang mereka sebarkan. Seandainya pelaksanaannya tidak bersamaan dengan Idul Adha mungkin tidak seramai sekarang, karena pada saat itu semua orang pada pulang kampung dan semua sekolah diliburkan.
Di samping itu, Grebeg Besar bagi pemerintah Kabupaten Demak juga memiliki arti penting, yakni sebagai salah satu sumber pendapatan, melalui biaya sewa kapling-kapling tanah yang disewakan selama perayaan Grebeg. Hal ini ditambah pemasukan dari hasil penjualan tiket masuk ke area keramaian Grebeg Besar. Pada tahun ini setiap orang dipungut biaya 3000 untuk bisa memasuki area wahana Grebeg Besar yang bertempat di lapangan Tembiring.
Sementara itu, bagi warga Kota Wali, Grebeg Besar merupakan kesempatan yang luas untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan keterlibatannya dalam kegiatan, seperti mempromosikan aneka hasil pertanian, kerajinan serta industri kecil lainnya. Demikian besar arti Grebeg Besar bagi Kabupaten Demak sehingga kita perlu membuat inovasi-inovasi yang kreatif agar mampu meningkatkan kualitas kegiatan Grebeg Besar. Perubahan-perubahan untuk perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan Kabupaten Demak. Dan juga perlu daya tarik agar mampu membangkitkan kebanggaan setiap warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar