Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
(KPU RI) telah menetapkan, bahwa tanggal pencoblosan Pilkada Serentak 2018 akan
dilakukan pada tanggal 27 Juni 2018.
Di tahun politik ini, ada 171 daerah yang
mengikuti Pilkada 2018. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan
115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di 2018. Beberapa provinsi di
antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah yang lain.
Pemilihan bupati, walikota dan gubernur
itu sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Namun sudah menjadi rutinitas yang
selalu dilakukan setiap 5 tahun. Tujuannya tidak lain untuk memilih pemimpin
yang terbaik dari calon-calon yang "baik". Agar bisa melanjutkan
estafet pemerintahan ke depan yang lebih baik pula (jangan lupa nanti pilihlah
calon yang bener-bener berkualitas dengan cara mengetahui perjalanan hidup dari
masing-masing calon).
Namun, setiap menjelang pesta demokrasi
ini selalu ada isu-isu dan tindakan intoleran yang terlihat seperti sengaja
didesain dan dimunculkan dalam rangka memenuhi kepentingan tertentu. Banyak
oknum-oknum yang ingin sengaja merusak pesta demokrasi ini. Oknum-oknum ini
menggunakan berbagai cara untuk menjauhkan dari suasana pemilihan damai. Bahkan
momentum ini dirasa menjadi waktu yang tepat untuk melakukan adu domba antar
ras, etnik, agama dan suku.
Adu domba sepertinya sudah mulai
bermunculam di awal tahun pilkada ini. Setidaknya sudah ada 3 kasus intimidasi
dan kekerasan dialami tokoh agama. Minggu pagi ( 10/2), seorang lelaki
menyerang beberapa jemaat dan seorang pendeta di Gereja Santa Lidwina Sleman
Yogyakarta. Sabtu (9/2), sebuah video penolakan seorang biksu di Legok
Tangerang, Banten, menyebar massal di media sosial. Biksu itu bernama Mulyanto
Nurhalim. Oleh sebagian warga ia dituduh menyalahgunakan tempat tinggal dengan
menggelar bakti sosial.
Dan pada akhir Januari kemarin, kita
tentu masih inget kasus KH Umar Basri, Pengasuh Pesantren Al Hidayah, Cicalengka,
Jawa Barat, mengalami penganiayaan dari seorang lelaki paruh baya.
Kejadian seperti ini bisa jadi tidak
lepas dari usur kepentingan dan bahkan kesengajaan. Karena kita sulit menerima
kejadian seperti itu adalah kejadian yang yang muncul secara alamiah. Meski
belum diketahui motif yang jelas dibalik dari 3 kasus di atas, namun setidaknya
itu menjadi bahan evaluasi dan perenungan bagi kita, khususnya yang beragama.
Karena, kita sepakat bahwa semua agama mengajarkan kebaikan dengan sesama
manusia, namun tidak semua penganut agamanya melakukan kebaikan itu.
Oleh karenanya, ketika ada penganut agama
melakukan tindakan yang melukai orang lain, merusak tempat ibadah dan berbuat
kerusuhan di tempat umum, maka bukan berarti penganut agama itu mencerminkan
agamanya, namun penganut agama itu yang justru ingin menjelek-jelekkan nama
baik agamanya. Pada akhirnya, yang kena jelek atas perbuatan itu tidak hanya
pelakunya, tetapi juga agamanya.
Apakah beragama yang demikian
"waras"?, ketika agama hadir untuk mengajak kebaikan, namun
penganutnya melakukan sebaliknya.
Saya inget pesan Kiai Ubaid, Rais Syuriah
PWNU Jawa Tengah. "Jagalah kewarasan dalam beragama".
Walhasil, kita sebagai bangsa Indonesia
harus kuat menghadapi cobaan adu domba ini dan kita harus tahu dan sadar bahwa
ini adalah adu domba yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu untuk
mengobrak-abrik bangsa Indonesia yang majmuk. Karena bangsa yang kuat adalah
bangsa yang mampu hidup harmonis, damai dan sejahtera di dalam perbedaan ras,
etnis, agama dan suku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar