MAKALAH
ASBABUL WURUD DAN URGENSINYA
Berdasarkan ada dan tidaknya asbab,
hadis Nabi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hadis yang memiliki sebab
wurud dan hadis yang tidak memiliki sabab wurud. Hadis yang memiliki
sebab wurud dapat dicontohkan seperti hadis tentang Jibril yang datang
menanyakan perihal islam, iman, dan ihsan kepada Nabi. Sedangkan hadis yang
tidak memiliki sabab wurud sangat banyak jumlahnya, misalnya hadis
tentang khutbah Nabi, dan sebagainya.
Hadis yang memiliki sabab wurud,
dapat terbagi menjadi dua; hadis yang sebab wurud-nya disebutkan di
dalam redaksi hadis tersebut, dan hadis yang sebab wurud-nya tidak
disebutkan dalam hadis, atau yang sebab wurudnya disebutkan dalam redaksi hadis
lain. Contoh hadis yang sebab wurud-nya disebutkan di dalam redaksi
hadis tersebut adalah hadis tentang Jibril yang bertanya tentang islam, iman,
dan ihsan. Sedangkan contoh hadis yang sebab wurud-nya tidak tampak
dalam suatu redaksi hadis misalnya hadis tentang Niat, dan sebagainya.
Sebelum beranjak jauh membahas contoh
pemahaman hadis dengan mempertimbangkan asbab al wurud, terlebih dahulu
diterangkan tentang hal-hal pokok terkait asbab al wurud; yaitu terkait
definisi, dan kaidah dalam asbab al wurud. Contoh-contoh hadis dengan
aspek sabab wurud-nya juga perlu di tampilkan secara redaksional,
disertai dengan sistem pemahaman terhadapnya. Berikut uraiannya:
1.
Definisi Asbab
al Wurud
Menurut bahasa, asbab al wurud merupakan susunan idhafah dari
kata asbab dan al-Wurud. Asbab” adalah bentuk jamak
dari kata sabab, yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungan
kepada sesuatu yang lain, Atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud
merupakan bentuk isim masdar dari “warada, yaridu, wurudan” yang berarti datang atau sampai. Dengan
demikian, secara simple kata asbab al wurud al hadis berarti sebab-sebab
munculnya hadis.
Banyak ulama telah membahas dan meneliti asbab al wurud hadis nabi,
di antaranya Abu Syuhbah, beliau mendefiniskan asbab al wurud dengan
pernyataan berikut (Abu Syuhbah, t.t: 467):
”علم يبحث فيه عن الأسباب الداعية إلى ذكر رسول الله -صلى
الله عليه وسلم- الحديث أولا”
Pendapat di atas mendefiniskan asbab al wurud sebagai cabang ilmu
hadis, yang membahas tentang sebab-sebab yang mendorong Nabi menuturkan hadis.
Sependapat dengan Abu Syuhbah, M. Hasbi as Shiddiqi memberikan pengertian asbab
al wurud sebagai berikut (M. Hasbi as Shiddiqi, 1993: 163):
”علم يعرف به السبب الذى ورد لاجله الحد يث والزمان الذى
جاء فيه“
Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa asbab al wurud merupakan
peristiwa sejarah yang melatarbelakangi Nabi memunculkan sebuah hadis, baik
berupa peristiwa, pertanyaan, dan sebagainya.
Asbab al wurud dapat dikategorikan menjadi tiga; asbab al wurud
yang berupa ayat al Quran, asbab al wurud yang berupa hadis, dan asbab
al wurud yang terkait dengan masyarakat sekitar Nabi (as Suyuthi, t.th,
10). Pertama, hadis yang munculnya dilatarbelakangi oleh ayat al Quran
contohnya tentang pemaknaan kata dhulm. Kedua, hadis yang
munculnya dilatarbelakangi oleh Hadis lain yaitu saat munculnya sebuah hadis,
misalnya sahabat mengalami kesulitan dalam memahami sebuah hadis, sehingga
muncullah hadis lain yang menerangkan hadis yang telah dahulu turun dan dirasa
sulit dipahami. Ketiga, hadis yang munculnya dipengaruhi oleh masyarakat
sekitar Nabi misalnya hadis tentang amal yang utama.
Pengelompokan asbab nuzul menjadi ‘am dan khas yang dilakukan
oleh para ahli ulum al quran, bisa jadi dapat diterapkan dalam asbab
al wurud hadis. Sehingga, asbab al wurud khas, dapat didefinisikan; suatu
peristiwa yang terjadi menjelang munculnya hadis. Sedangkan asbab al wurud
‘am didefiniskan: semua peristiwa yang hukum dan kandungannya dicakup oleh
hadis, baik yang terjadi sebelum munculnya hadis maupun sesudahnya.
Cara mengetahui asbab al wurud hadis nabi dapat merujuk pada
karya-karya para ahli hadis yang konsen pada hal tersebut. Di antara kitab yang
dapat kita temukan saat ini; al Luma’ fi Asbab Wurud al Hadis yang
ditulis oleh Jalaluddin Abdurrahman as Suyuthi, dan al Bayan wa at Ta’rif
yang merupakan karya ulama abad kesebelas, bernama Ibnu Hamzah al Husaini ad
Dimasyqi.
2.
Kaidah Terkait Asbab
al Wurud
Setidaknya dalam asbab al wurud, terdapat tiga unsur pokok yaitu
pelaku (al mukhatib dan al mukhatab), tempat (al maqam), dan
tujuan (al gharadl). Ketiga unsur pokok tersebut sangat penting untuk
diketahui dalam memahami hadis Nabi. Meminjam istilah ahli balaghah bahwa kalam
yang baligh adalah (Ahmad al Hasyimi, t.t: 43):
بلاغة الكلام: مطابقة الكلام لمقتضى الحال مما يؤدي فهم
المطلوب عند المخاطب وفق غرض المتكلم
Berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh para ahli balaghah di atas, jika
diterapkan dalam sistem pemahaman hadis, maka dalam memahami hadis harus
diketahui dan dipertimbangkan; tujuan utama hadis, tempat terjadinya peristiwa,
dan kepada siapa Nabi berbicara.
Mengingat pentingnya tujuan Nabi
memunculkan hadis, Penulis meminjam kaidah yang dikemukakan oleh para ahli ulum
al Quran untuk diterapkan dalam memahami hadis. Kaidah tersebut terkait
dengan petunjuk hadis (al ‘ibrah) yang terbagi menjadi dua; al ‘ibrah
bi ‘umum al lafdh, dan al ‘ibrah bi khusus as sabab (Manna’ al
Qatthan, 2000: 82).
Pertama, al ‘ibrah bi ‘umum al lafdh dimaksudkan
dengan memahami hadis berdasarkan keumuman lafadhnya. Kaidah ini diterapkan
jika sabab wurud tidak relevan diterapkan dalam memahami suatu hadis. Dapat
dicontohkan, hadis tentang Jibril yang bertanya tentang islam, iman, dan ihsan.
Hadis tersebut secara eksklusif muncul sebagai jawaban atas pertanyaan Jibril.
Namun, petunjuk umumnya lafadh dapat digunakan untuk seluruh manusia.
Kedua, al ‘ibrah bi khusus as sabab dimaksudkan dengan memahami hadis
berdasarkan atas kondisi khusus yang menjadi penyebab turunnya hadis. Kaidah
ini diterapkan jika pemaknaan terhadap lafadh tidak relevan dengan
kondisi kemaslahatan umat manusia. Misalnya hadis tentang larangan wanita
menjadi pemimpin (lan yufliha qaumun wallau umurahum imra’ah), yang
memiliki sebab khusus, yaitu ratu Kisra yang bertindak dhalim kepada rakyatnya.
Mengingat kemaslahatan umat terkini, bisa jadi wanita menjadi pemimpin, jika ia
dapat bertindak adil. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa umumnya lafadh
yang melarang wanita menjadi pemimpin harus dikhususkan hanya bagi wanita yang
tidak kompeten dan tidak adil.
3.
Urgensi Sabab
Wurud dalam Memahami Hadis Nabi
Dirasa menarik untuk mengutip pernyataan as Suyuthi sebagai dasar tentang
urgensi sabab wurud dalam memahami hadis Nabi. As Suyuthi, memberikan
statement terkait asbab al wurud sebagai berikut (as Suyuthi, t.t: 5):
أنه ما يكون طريقا لتحديد المرد من الحديث من عموم أو
خصوص أو اطلاق أو تقييد أو نسخ أو نحو ذالك
Statement di atas memberikan informasi bahwa asbab wurud memiliki
urgensi dalam mengetahui ‘am dan khas, muthlaq-muqayyad,
dan nasikh-mansukh. Dengan demikian, urgensi sabab wurud adalah
untuk; melakukan takhsis pada kasus tertentu terhadap lafadh yang
‘am, melakukan pembatasan makna (taqyid) terhadap lafadh hadis
yang mutlak, menentukan ada tidaknya penggunaan metode nasikh-mansukh.
Di samping itu, urgensi asbab al wurud dapat menjelaskan ‘illat
(alasan hukum) terkait hukum perkara tertentu, dan menyingkap musykil
(sulitnya pemaknaan) terhadap suatu hadis (Said Agil Husin Munawar dan Abdul
Mustaqim, 2001: 13).
DAFTAR PUSTAKA
Said Agil Husain Munawar dan Abdul Mustaqim, Asbabul Wurud Studi Kritik
Hadis Nabi Pendekatan Sosio-Historis-Kontekstual, Pustaka Pelajar;
Yogyakarta, 2001.
Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin as Suyuthi, al Luma’ fi Asbab Wurud
al Hadis, Dar al Fikr: Beirut, 1996.
Hasbi As Siddiqi, Problematika
Hadis Dalam Pembinaan Hukum Islam, Bulan Bintang; Jakarta, 1964.
M. Hasbi as Shiddiqie, Sejarah Ilmu Hadits. Bulan Bintang: Jakarta,
1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar