Sosiologi Hukum; Dari Formalisme Ke Anti Foralisme
Metode dalam mempelajari sesuatu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang bukan berarti meninggalkan
metode yang lama digantikan metode yang baru, melainkan metode lama diperkaya
dengan munculnya metode-metode lain.
Metode Transcendental
Ketidakadaan tatanan yang
diartikulasikan secara publik dan positif, mengakibatkan memahami hukum tidak memiliki rujukan yang positif-konkret,
melainkan tatanan yang “tertulis dalam pikiran dan sanubari manusia”. Maka
metode yang dipakai juga dituntut untuk mengantar pada “wujud hukum” yang
demikian, yaitu metode transendental-spekulatif.
Hukum sebagai peraturan yang
berasal dari akal untuk kebaikan umum. Konseptualisasi seperti itu menunjukkan
adanya latar belakang yang transpositif, yaitu diluar dunia kita ini ada
tatanan ideal yang menjadi acuan dari tatanan di dunia ini berupa akal tatanan
ketuhanan. Sehingga digunakanlah akal manusia sebagai metode untuk dapat masuk ke
dalam fenomena hukum yang transendental.
Metode Analitis-Dogmatis
Metode dogmatis pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari fenomena
“the statutoriness of law”. Metode tersebut muncul karena kebutuhan dari
kehadiran hukum perundang-undangan tersebut. Hukum yang semula muncul dari hubungan antar manusia secara
serta merta, yang disebut juga hukum kebiasaan, berubah menjadi kaidah-kaidah
yang sudah dirumuskan secara publik dan positif. Dengan demikian, maka suatu
kaidah menurut proses yang
disepakati menjadi positif, maka segera pula menjadi sah berlakunya.
Perkembangan Sosiologi Hukum
Perubahan Masyarakat
Perubahan serta dinamika masyarakat
pada abad 20 menjadi sangat penting bagi kemunculan sosiologi hukum.
Industrialisasi yang bekelanjutan melontarkan persoalan sosiologisnya sendiri. Dominasi tradisi pemikiran hukum
analitis-positivitis sejak abad kesembilan belas perlahan-lahan ditantang oleh
munculnya pemikiran yang menempatkan studi hukum tidak lagi berpusat pada
perundang-undangan melainkan dalm konteks yang lebih luas.
Perubahan-perubahan dalam
masyarakat menampilakan perkembangan baru yang menggugat masa kebebasan abad
sembilan belas. Negara semakin memiliki peran penting dan melakukan campur
tangan yang aktif. Struktur politik juga mengalami perubahan besar.
Hukum Alam dan Sosiologi Hukum
Hukum alam itu boleh
diibaratkan ruh yang sulit menemukan pemadanan dalam hukum. Seperti dikatakan
oleh Wolfgang Friedmann, hukum alam selalu membayangi hukum positif sebagai
kekuatan pendorong ke arah pencapaian ideal keadilan. Peranan hukum alam yang
demikian itu menyebabkan ketegangan yang tidak pernah dapat dihapuskan antara
hukum dengan kehendak masyarakat tentang bagaimana seharusnya hukum itu bekerja.
Pengaruh Filsafat Hukum
Pemikiran filsafat menjadi
pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum. Oleh karena secara tuntas dan
kritis, lazimnya watak filsafat, sosiologi hukum menggugat sistem hukum
perundang-udangan. dengan hal itulah Gustav Radbruch disebutkan dalam tesisnya
“Tiga Nilai Dasar Hukum” berupa keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Gustav menyebutkan bahwa nilai dasar kegunaan
menempatkan hukum dalam kaitan dengan konteks sosial yang lebih besar.
Abad Kedua Puluh Sosiologi Hukum Klasik dan Modern
Philip Selznick membuat
periodisasi dalm perkembangan sosiologi hukum ke dalam tiga tahap, sebagai berikut:
1. Tahap Primitif atau Missioner.
Pada tahap ini, banyak
dilakukan diskusi teoritis dan analisis terhadap kejadian sehari-hari. Pada
taraf tersebut, hukum dan studi terhadap hukum masih dilihat sebagai suatu
wilayah tertutup yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang terdidik
khusus untuk itu.
2. Tahap keahlian dan Ketrampilan Sosiologis.
Manusia sudah mulai turun ke
lapangan untuk melakukan penelitian-penelitian sosiologi hukum. Masa untuk
memperkenalkan wawasan sosiologis ke dalam hukum sudah lewat dan dengan
keyakinan intelektual dimulai suatu penjelajahan mendalam dengan menggunakan
teknik-teknik sosial.
3. Tahap Otonomi dan Kematangan Intelektual.
Sesudah menghimpun cukup
banyak kekayaan dari penelitian-penelitian tersebut, maka sosiologi hukum
memasuki tahap yang lebih tinggi dari pada hanya “membicarakan soal-soal yang
lebih bersifat rinci”. Sosiologi hukum mulai mengarah pekerjaannya kepada
sasaran yang lebih besar dan kepada penemuan asas-asas yang di tarik dari
penelitian-penelitian tersebut di atas. Ia menegaskan kembali dorongan moral
yang menjadi modal baginya, waktu mengawali pembukaan bidang sosiologi hukum .
Negara Modern dan Sosiologi Hukum
Negara Modern
Negara modern sudah menjadi
prototipe dari negara-negara di dunia. Sejak kehadiran negara suatu objek
penting bagi sosiologi hukum, karena lebih melihat dan mengamati bentuk-bentuk
hubungan antar manusia. Dan juga menjadi penting dalam kajian sosiologi hukum
karena semua bentuk atau bangunan kehidupan sosial lama harus mundur. Organisasi dunia dimulai dari
bentuk-bentuk sederhana dalam bentuk kehidupan sosial yang lahir dalam konteks
sosial tertentu dan kemudian berkembang dari waktu ke waktu sesuai konteksnya
pula dilihat dari perspektif tersebut.
Faktor-Faktor Kekuatan Sosial
Golongan borjuis berperan
dalam munculnya hukum modern. Mereka merasa
dirinya berkelas sehingga menginginkan identitas dirinya. Pada waktu itu
struktur sosial bersifat otoriter yang memaksakan disiplin pada para
anggotanya. Kemunculan golongan borjuis
dan kekuatannya dalam mendorong kelahiran hukum modern menjelaskan pada kita
bahwa hukum itu berubah dan dibentuk oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Karakteristik hukum modern
Unger mengatakan beberapa
karakteristik yang terdapat pada hukum modern:
1. Bersifat publik, dikaitkan kepada kekuasaan terpusat.
1. Bersifat publik, dikaitkan kepada kekuasaan terpusat.
2. Bersifat positif, merupakan kaidah yang
dipositifkan.
3. Bersifat umum, untuk semua golongan dalam
masyarakat.
4. Bersifat otonom secara subtantif,
institusional, metodologis dan okupasional.
Hukum dan Habitatnya
Secara sosiologis mengenai
habitat hukum, yaitu lingkungan yang memungkinkan suatu tipe tertentu muncul
dan bekerja. Tipe hukum berbeda pada habitat tertentu dalam tipe yang satu dengan yang lainnya. Dari waktu
kewaktu perubahan hukum dari tipe satu ke tipe yang lain, sesuai dengan pola
perkembangan masyarakatnya. Tingkat kesiapan tersebut juga akan mempengaruhi
dalam menggunakan sistem hukum dengan tipe-tipe yang berbeda.
Hukum Modern di Luar Eropa
Perkembangan karakteristik di
Eropa disebabkan oleh perbedaan habitat yang menimbulkan persoalan tersendiri
yang khas, jika disandingkan dengan bangsa di kawasan Asia . Di Asia, ternyata
predisposisi budaya memainkan peran yang penting. Khususnya asia timur tampak
nyata bahwa sistem hukum modern digambarkan dalm bentuk rule of law. Dimana
perkembangan dilambnagkan dengan muatan nilai dan budaya yang khas. Hukum
modern melambangkan pada perkembangan ideologi pembebasan individu.
Sosiologi dari Hukum Modern
Hukum modern yang semakin
spesialistis, penuh dengan idiosinkrasi dan mengakum moderlami isolasi sosial,
akan menimbulkan persoalan-persoalan sosiologis. Membandingkan secara ekstrim
antara hukum modern danhukum kuno akan memberikan perspektif sosiologis
tersendiri. Hukum modern memiliki semua kelengkapan dan perlengkapan untuk
dapat bertindak secara jah lebih keras dari pada hukum kuno. Ini akan menimbulkan kantong-kantong sosiologis di tengah
berlakunya hukum modern dapat disebabkan oleh kekakuan struktur formal hukum
itu sendiri sehingga menimbulkan efek diskriminatif.
Perspektif Ilmu Pengetahuan Dari Sosiologi Hukum
Dari perspektif
ilmu pengetahuan, sosiologi hukum sebagai suatu disiplin ilmu tergolong masih
muda. Sosiologi hukum termasuk ke dalam kategori ilmu nomografik yang bertumpu
pada deskripsi dan penjelasan. eksplorasi kebenaran dilakukan oleh
penelitian-penelitian sosiologi hukum yang pada akhirnya menemukan “kebenaran
baru” atau mengungkap hal-hal yang sebelum itu belum difikirkan orang. Yang
menjadi perhatian sosiologi hukum bukanlah peraturan yang mengandung muatan
abstrak, melainkan apa yang teramati dalam kenyataan.
Dengan demikian
hukum adalah hukum bukan karena peraturannya mengatakan demikian, melainkan
karena teramati dalam kenyataan. Dalam istilah Black yang teramati dalam
kenyataan adalah struktur sosial.
Paradigma Hukum
Hukum mempunyai
paradigma, yakni perspektif dasar. Dengan mengetahui paradigma yang ada di
belakang hukum kita dapat memahami hukum lebih baik daripada jika kita
tidak dapat mengetahuinya. Paradigma ada bermacam-macam dan sebagai akibatnya, hukum
juga mengekspresikan bermacam hal sesuai dengan perspektif dasarnya. Dengan ini maka sosiologi hukum akan mampu menjelaskan lebih baik subjek yang
dipelajarinya. Paradigma hukum sebagai nilai, ideologoi,
institusi sosial, dan rekayasa sosial.
Hukum sebagai
Sistem Nilai
Adalah nilai
sehingga hukum dapat dilihat sebagai sebuah nilai pula. Hukum sebagai
perwujudan nilai memiliki arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dengan demikian, maka di
dalam hukum masih terdapat kandungan moral.
Misalnya Bangsa jepang memiliki cara yang unik untuk menerima hukum modern
dan mempertahankan cagar nilai asli Jepang. Cara itu adalah dengan menerima
hukum modern sebagai formal dipermukaan (tatemae), sedangkan kehidupan sehari-hari tetpa
berjalan berdasarkan nurani Jepang (hone).
Hukum Sebagai
Ideologi
Karl Marx dapat
disebut sebagai sosiolog hukum pada saat mengemukakan pendapatnya tentang
pengadilan terhadap pencurian kayu di tahun 1842-1843. Ia mengatakan bahwa
hukum adalah tatanan peraturan untuk kepentingan kelas orang berpunya dalam
masyarakat. Melalui pendapat tersebut maka ideologi sebagai paradigma hukum
pertama-tama dirumuskan.
Menurut Marx,
maka hukum merupakan bangunan atas yang ditopang oleh interaksi antara
kekuatan-kekuatan dalam sektor ekonomi. Seperti dalam kasus pencurian kayu
tersebut, maka golongan ekonomi yang kuat muncul sebagai pemenang dan hukum pun
memihak pada kepentingan mereka.
Hukum Sebagai
Institusi
Institusi
adalah suatu sistem hubungan sosial yang menciptakan keteraturan dengan
mendefinisikan dan membagikan peran-peran yang saling berhubungan di dalam
institusi. Pihak dalam institusi menemapati dan menjalankan perannya
masing-masing, sehingga mengetahui apa yang diharapakan orang darinya dan apa
yang diharapkannya dari orang lain.
Hukum Sebagai Rekayasa
Sosial
Hukum saat ini
berubah menjadi impelementasi keputusan politik dan dengan kehilangan akarnya
pada kehidupan tradisional. Penggunaan paradigma rekayasa sosial
menekankan pada efektivitas hukum, yang umumnya diabaikan pada studi hukum
tradisional yang lebih menekankan pada struktur dan konsistensi rasional
dari sistem hukum. Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak
dapat di lepaskan dari anggapan serta paham bahwa hukum itu merupakan sarana
(instrumen) yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Dengan
demikian, maka hukum sudah memasuki kawasan politik, karena hukum sudah menjadi
sarana impelementasi keputusan-keputusan politik.
Aliran
Sosiologi Hukum
1. Aliran
positif
Aliran positif hanya ingin membicarakan kejadian yanng dapat diamati dari luar
secara murni. Donald Black eksponen aliran aliran positif
menyatakan prihal terjadinya kekaburan antara ilmu (science) dan kebijaksanaan (policy)
dalam sosiologi hukum. Kendati para sosiolog hukum saling mengkritik satu sama
lain, tetapi menurut black, itu semua dilakukan dalam
kerangka mendiskusikan atau meneliti masalah-masalah kebijaksanaan (policy
implications). Black menolak
cara kerja yang melibatkan aspek kejiwaan dalam sosiologi. Seorang sosiolog hukum
tidak pantas berbicara mengenai sosiologi hukum sebagai borjuis, liberal,
pluralis. Menurutnya sosiologi hukum harusnya hanya
melihat pada fakta-fakta seperti putusan hakim, polisi, jaksa, dan pejabat
administratif.
2. Aliran
normatif
Aliran normatif
ini pada dasarnya menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya fakta yang teramati,
tetapi juga suatu institusi nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan hukum
berkerja untuk mengekspresikan nilai tersebut dalam masyarakat. Philip
Selznick, Jerome Skolnick, Philippe Nonet dan Charlin adalah tokoh-tokoh yang
mengembangkan apa yang disebut sebagai “ The Berkeley
Perspective”. Menurut mereka sosiologi hukkum hendaknya mempelajari
landasan sosial (social
foundations) yang ada dalam ideal legalitas.
Menurut aliran normatif, kajian-kajian sosiologis bersifat derivatif, itu tidak
dapat dipisahkan dari berbagai institusi primer, seperti poltik, hukum, dan
ekonomi. Sosiologi memperkaya pemahaman kita terhadap kondisi untuk mencapai
demokrasi, keadilan, efisiensi, dan keakraban.
Teori Sosiologi Hukum
1.
Teori Klasik
Eugen Ehrlich, seorang profesor Austria,
termasuk sosiologiwan hukum pada era klasik, bersama-sama dengan Durkheim dan
Max Webber. Pada tahun 1913. Ia menjadi terkenal dengan konsep “living law”. Dalam
pengantar buku tersebut Roscoe Pound mengatakan bahwa berbeda dengan pemikiran
sosiologi hukum sebelumnya, seperti Madzhab Sejarah yang bersifat metafisis
dengan subjek individu yang abstrak, maka Ehrlich membicarakan hubungan antara
kelompok dan sosial.
2.
Teori Makro: Durkheim dan Max Webber
Teori Makro menjelaskan hubungan atau kaitan
antara hukum dengan bidang-bidang lain di luarnya, seperti budaya, politik, dan
ekonomi. Dengan memberikan penjelasan tersebut, teori makro ini memberi tahu
kepada kita bahwa tempat hukum adalah dalam konteks yang luas yaitu hukum tidak
dapat dibicarakan terlepas dari korelat-korelat hukum tersebut
Durkheim terobsesi oleh keinginan untuk
menjelaskan, mengapa manusia hidup bermasyarakat, sedang pada dasarnya
dilahirkan sebagai individu. Teori Durkheim untuk menjelaskan fenomena tersebut
mengajukan konsep solidaritas yang mendasari pembentukan masyarakan manusia.
Untuk mendukung teori tersebut Durkheim menegaskan bahwa yang asli itu bukan
individu melainkan sosial (the primacy of the social).
3.
Membuat Teori Emperik
Beberapa proposisi yang dibangun Donald Black
berdasarkan pengamatan dan kuantifikasi data emperik :
- Hukum akan
lebih beraksi apabila seseorang dengan status tinggi memperkarakan orang
lain dari status lebih rendah, daripada sebaliknya.
- Hukum
berbeda-beda menurut jarak sosial. Hukum makin berperan dalam masyarakat
dengan tingkat keintiman yang lemah dibanding sebaliknya.
- Apakah
seorang polisi akan melakukan penahanan ditentukan oleh banyak faktor,
yaitu ras tersangka, berat ringannya kejadiaan, barang bukti yang didapat,
sikap terhadap polisi dan lain-lain.
- Jumlah
peraturan bagi golongan dengan status tinggi lebih besar daripada bagi
golongan lebih rendah.
Beberapa Pilihan Masalah
Arti
Sosial dari Hukum
Sebagai ilmu emperik, sosiologi hukum mengamati
bagaimana hukum dengan semua karakteristik tersebut di atas diterapkan dan
digunakan dalam dan dipakai oleh masyarakat. Pada saat hukum itu dijalankan
(dalam masyarakat) terjadilah interaksi antara hukum dan perilaku masyarakat yang
menggunakannya. Masyarakatpun memberikan makna-makna sendiri terhadap hukum.
Pemaknaan masyarakat atau pemaknaan sosial terhadap hukum memperoleh perhatian
tersendiri dalam sosiologi hukum. Sosiologi hukum berbicara mengenai makna
sosial hukum.
Hukum, dalam hal ini lawyer’s law,
secara ketat membatasi pengertian-pengertian hukum dengan memberi isi makna
secara khusus, seperti tindak pidana, percobaan, pertanggungan jawab, dan
asas-asas seperti “dimana tidak ada kepentingan tidak ada gugatan”, penguasaan adalah
alas hak yang sempurna. Bagi kalangan ahli hukum dan profesi, makna-makna
tersebut merupakan semacam harga mati yang tidak dapat diubah-ubah.
Makna sosial diberikan kepada hukum melalui
kontak-kontak dengan lingkungan sosial di mana hukum itu diterapkan. Dari
pengamatan emperis, sosiologi mengatakan, peraturan hukum itu tidak dapat
memaksakan agar isi peraturan dijalankan secara mutlak, melainkan dalam banyak
hal dikalahkan dengan struktur sosial di mana hukum itu dijalankan. Struktur
sosial menjadi faktor penentu pula dalam hukum dan masyarakat pun sebenarnya
turut membentuk hukum dengan memberi makna sosial kepadanya.
Perilaku
Sebagai Hukum
Perhatian sosiologi hukum terhadap perilaku
tersebut semata-mata disebabkan oleh kesetiaan sebagai ilmu empiris yang
berangkat dari pengamatan terhadap fenomena eksternal dari hukum. Melakukan
deskripsi emperis berarti ingin melihat bagaimana hukum menampakkan diri dalam
kenyataan sehari-hari, seperti bagaimana Undang-undang dijalankan, bagaimana
praktik dari orang-orang yang berkewajiban melaksanakan hukum dan lain
sebagainya.
Dengan pendekatan dan cara melihat hukum
seperti itu, maka sosiologi hukum ingin bersikap netral, tidak menilai dan
menghakimi. Di sinilah sosiologi hukum berbeda dari ilmu hukum yang biasa dihadapi
oleh para mahasiswa di fakultas hukum. Pendidikan di fakultas hukum dirancang
untuk menghasilkan praktisi hukum, seperti hakim, jaksa, dan advokat.
Pendidikan yang demikian itu disebut pendidikan profesi. Di situ sejak semula
para mahasiswa disiapkan untuk melihat kenyataan dalam masyarakat menurut
Undang-undang dan menghakimi kenyataan dalam masyarakat menurut bunyi
Undang-undang tersebut.
Seperti disebutkan di
atas, sosiologi hukum tidak melihat hukum dari sisi itu, melainkan sebagai
kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Untuk bisa
melakukan pengamatan yang demikian itu, maka pertama diperlukan kesediaan untuk
meninggalkan pemahaman secara normatif, artinya menghakimi, menghukumi dan
menilai kenyataan dari kaca mata peraturan hukum.
Struktur
Sosial Hukum
Struktur yuridis hukum terbentuk melalui
sejarah yang panjang, sampai akhirnya mencapai bentuknya sekarang ini. Bentuk
yang mapan ini memberi struktur baik, kepada hukum sebagai proses, maupun
sebagai institusi. Institusi dan proses yang akan dibicarakan adalah pembuatan
hukum, pengadilan, advokat, dan polisiItu struktur yuridis pengadilan.
Tetapi, apabila kita membicarakannya dari
disiplin sosiologi hukum, maka yang kita amati dan diskusikan adalah bukan
struktur yuridis tersebut, melainkan struktur sosialnya. Seperti sudah
diuraikan pada bagian lain, maka sosiologi hukum memperhatikan lembaga-lembaga
hukum tersebut dalam konteks sosial yang lebih besar. Dengan demikian, ia tidak
diwajibkan untuk mengamati dan mengukur pengadilan dari sudut perundang-undangan,
melainkan dari penampilan sosial dan sosiologisnya
Berbagai struktur, kelembagaan dan proses dalam
masyarakat berada dan bekerja berdampingan dengan hukum. Bahkan dapat juga
dikatakan, hukum merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar, tetapi
biasanya dikatakan, antara hukum dan masyarakat terhadap hubungan saling
memasuki dan saling mempengaruhi.
Lembaga Hukum
Pembuatan
Undang-Undang
Pada tingkat peradaban dunia yang disebut
modern sekarang ini, pembuatan Undang-undang merupakan pekerjaan dan bidang
tersendiri. Pemisahan fungsi-fungsi besar dalam negara modern menampilkan
bidang besar pembuatan Undang-undang (legislation), pemerintahan (executive),
dan peradilan (judiciary).
Pembuatan Undang-undang tidak dapat kita
lokalisir secara mutlak sebagai institusi yang fungsinya membuat Undang-undang.
Ide perwakilan rakyat muncul sejak rakyat dianggap sebagai berdaulat, sehingga
rakyatlah yang menentukan apa yang akan dijalankan dalam negara, termasuk
hukumnya. Tetapi karena jumlah yang besar, mereka tidak dapat berkumpul untuk
mengambil keputusan, sehingga diperlukan badan perwakilan rakyat.
Pengadilan
Urusan atau pekerjaan mengadili adalah salah
satu dari sekian banyak fungsi yang harus ada dan dijalankan oleh masyarakat,
sebagai respons terhadap adanya kebutuhan tertentu. Mengadili merupakan
pekerjaan yang dibutuhkan untuk membuat masyarakat menjadi tenteram dan
produktif. Di dalam masyarakat akan selalu muncul persoalan di antara para
anggotanya yang harus diselesaikan. Persoalan-persoalan yang tidak diselesaikan
menjadi gangguan bagi ketenteram dan produktivitas masyarakat. Suatu institusi
mesti dimunculkan untuk menjalankan fungsi tersebut dan ia adalah pengadilan. Secara
sosiologi harus dikatakan bahwa pengadilan-pengadilan yang dilakukan di luar
Pengadilan Negeri adalah tempat-tempat yang lebih jujur, asli dan alami
menjalankan peradilan.
Advokat
Tempat advokat dalam proses peradilan adalah
bersama-sama atau berdampingan dengan jaksa dan hakim, di mana masing-masing
menjalankan tugasnya dalam suatu sistem pembagian kerja. Pembagian kerja disini
memiliki sifat yang unit, di mana advokat berperan mengontrol jaksa dan hakim,
sehingga kedudukan mereka menjadi berhadap-hadapanTugas advokat menjadi ganda,
yaitu di samping (1) mengontrol pejabat peradilan, (2) ia juga harus memberi
bantuan atau melayani keinginan nasabahnya.
Polisi
Kepolisian membantu memasyarakatkan individu.
Individu didorong untuk menjalankan peranannya sebagai bagian dari tatanan yang
ada di masyarakat. Dengan menerima peranannya tersebut, bersama-sama dengan
para pemegang peranan yang lain individu membentuk suatu jaringan sistem
peranan dalam masyarakat. Tercipta proses-proses yang harmonis yang menyebabkan
masyarakat mengalami suatu produktivitas dalam berbagai segi kehidupannya,
seperti sosial, politik dan ekonomi.
Untuk memelihara ketertiban sebagai tujuan
sosial, polisi akan melakukan apa yang dianggapnya perlu untuk itu. Tetapi, ia
tidak memiliki kebebasan seperti itu, karena di sisi lain polisi juga diikat
oleh hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar