Dewasa ini, perkembangan teknologi
komunikasi telah membentuk masyarakat yang semakin besar tuntutannya akan hak
untuk mendapatkan informasi. Informasi berevolusi menjadi kebutuhan dan
komoditas penting dalam kehidupan. Secara tidak langsung, perkembangan
teknologi kemunikasi dan informasi telah berimplikasi terhadap dunia penyiaran,
termasuk penyiaran di Indonesia.
Disadari atau tidak, keberadaan
komunikasi dan informasi yang disiarkan melalui media memiliki pengaruh yang
sangat signifikan dalam membentuk tingkah laku masyarakat. Bahkan mengonstruksi
budaya dan mendistorsinya. Hal ini secara tidak langsung menuntut pemilik
penyiaran sebagai penyalur informasi untuk memberikan konsumsi yang edukatif
dan mencerdaskan. Sebab penyiaran ini miliki peran strategis dalam membentuk opini
publik (public opinion) yang akan mempengaruhi masyarakat.
Di Indonesia, apabila dilihat dari
Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah bercita-cita untuk
menciptakan penyiaran yang menjunjung tinggi moral dan nilai kemanusiaan
tersebut. Bahkan dalam UU tersebut, pemerintah mengamanahkan adanya sebuah independet
state regulatory body yang diberi nama Komisi Penyiarang Indonesia (KPI).
Peran yang diharapkan dari KPI ini mengawasi penyiaran isi siaran, perkembangan
teknologi penyiaran dan bisnis penyiaran yang sekiranya tidak sesuai dengan
moral bangsa (hal. 63).
Tugas yang diembankan kepada KPI tidak
mudah untuk dilaksanakan di lapangan, terlebih pada era digitalisasi sekarang
ini. Semua teknologi semakin canggih dan praktis. Tentunya ini berdampak pula
dalam melakukan penyiaran dengan berbagai model mengikuti sarana yang digunakan
dalam menyampaikan informasi. Bahkan menjadi tantangan terberat pasca lahirnya
model penyiaran melalui dunia maya yang disebut sebagai new media. Kecepatan
dan efektifitas yang ditawarkannya mampu memanjakan masyarakat.
Kecepatan laju teknologi new
media ini merupakan dampak dari isu yang sedang booming, yaitu isu
konvergensi media. Konvergensi media mulai terpikirkan sejak munculnya internet
di dunia. Di mana ini berimplikasi kepada masyarakat yang memahami bahwa
internet dapat difungsikan sebagai “media independen”. Hal demikian menjadi
wajar, sebab media ini memiliki banyak keunggulan, terutama dalam
interaktifitas. Interaktifitas inilah yang menjadi “ruh” dari konsep
konvergensi media (hal. 170).
Ternyata lahirnya new media
ini tidak hanya berpengaruh pada penyiaran saja, tetapi juga dalam bidang
ekonomi politik. Sebab konvergensi media dapat memberikan peluang terhadap
profesi baru. Tersedianya sejumlah akses memberikan kesempatan baru kepada
pengelola konvergensi untuk memperluas pilihan publik sesuai dengan selera
mereka masing-masing. Namun dampak dari kovergensi juga akan memonopoli dan
melahirkan kelompok dominan yang baru dalam menguasai pasar (hal. 174). Oleh
karenanya, peranan KPI di sini dalam mengawasi benar-benar diperlukan agar
tidak terjadi monopoli informasi.
Pesatnya perkembangan dunia penyiaran
tersebut secara tidak langsung juga menyebabkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
pengiaran sudah tidak mampu lagi menjadi regulator bagi dunia penyiaran di
negeri ini. Eksistensi regulasi menjadi sangat penting, sebab ini tidak lain
sebagai landasan dasar KPI dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, sebagai
langkah yang strategis untuk mengatasinya, sebaiknya Rancangan Undang-Undang
(RUU) tentang Pengiaran yang baru segera disahkan. Sebab isi RUU membawa
semangat baru dalam hal penataan dunia penyiaran Indonesia yang sehat,
demokratis, adil, prograsif dan komprehensif (hal. 143).
Hal ini tidak lain untuk menciptakan informasi
yang mampu mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Sebuah penyiaran yang
berasaskan manfaat, adil, merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman,
kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan tanggung jawab, sebagaimana yang
digariskan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Semangat inilah yang
semestinya dimiliki oleh penyalur informasi.
Ide-ide progresif dalam
mencita-citakan sebuah penyiaran yang mencerdaskan anak bangsa ini dipaparkan secara
komprehensif dengan bahasa yang gurih dalam Buku Kedaulatan Frekuensi
ini. Buku ini merupakan olahan dari bahan seminar dan workshop Indonesia
Broadcasting Expo (IBX) yang diselenggarakan oleh KPI Pusat, 18-20 April 2013
di Jakarta. Acara ini dilaksanakan tidak lain untuk membangun peradaban dunia
penyiaran di Indonesia yang lebih modern yang berpijak pada nilai-nilai moral
dan keagamaan. Maka dari itu, Buku ini layak untuk dibaca kepada semua elemen
masyarakat agar dapat memahami tantangan yang dilahirkan oleh kemajuan
teknologi informasi pada era digitalisasi sekarang ini.
Identitas Buku
Judul Buku :
Kedaulatan Frekuensi
Editor :
Wahyu Wibowo
Cetakan :
I, Juli 2013
Penerbit :
PT Kompas Media Nusantara
Halaman :
xx + 212 hlm.
ISBN :
978-979-709-733-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar