Berikut ini ada wasiar pada ulama tentang
pentingnya menghafalkan suatu ilmu.
al-A’masy dalam Kitab al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi
berkata : “Hafalkanlah apa yang telah kalian kumpulkan! Karena orang yang mengumpulkan
ilmu namun dia tidak menghafalnya, bagaikan seorang lak-laki yang duduk di
depan hidangan, lalu dia mengambil sesuap demi sesuap, namun dia lemparkan
suapan-suapan itu ke belakang punggungnya. Kapankah kau akan melihatnya
kenyang?”
Sebagaimana yang dikutip juga dalam kitab
di atas, Muhammad bin Yasir Al Azdi dalam sebuah syiirnya, berkata :
Bila engkau bukanlah seorang yang menjaga
dan menghafal,
Maka kitab-kitab yang engkau kumpulkan
tidaklah bermanfaat.
Aku dituding sebagai seorang yang bodoh
di suatu majelis,
Dan ilmuku tertinggal di rumah.
al-Qasim bin Khallad dalam Kitab al-Jami’
karya al-Khatib berkata : “Dikatakan menjaga hafalan yang ada dalam dada
seseorang lebih utama, daripada mempelajari buku catatannya. Dan satu huruf
yang engkau hafalkan dalam hatimu lebih bermanfaat bagimu daripada 1000 hadits
di dalam buku catatanmu.”
Di dalam kitab itu juga, ‘Abdurrazaq bin
Hammam berkata : “Seluruh ilmu yang tidak masuk bersama pemiliknya ke kamar
mandi, maka tidak dianggap sebagai ilmu.”
Dalam Kitab al-Hatstsu ‘ala Thalibil
‘Ilmi, al-‘Askari berkata : “Apabila ilmu yang engkau kumpulkan sedikit
namun berupa hafalan, akan banyak manfaatnya. Namun apabila ilmu yang engkau
kumpulkan itu banyak namun tidak engkau hafalkan, maka sedikit manfaatnya.”
Di dalam kitab itu juga dikutip sebuahsebuah
syari yang artinya:
Bukanlah ilmu apa yang tersimpan di
lemari kitab
Akan tetapi ilmu tidak lain apa yang
trerersimpan di dada
Husyaim bin Basyir dalam Kitab al-Kamil
karya Ibnu ‘Adi berkata : “Barangsiapa yang tidak menghafal hadits, maka dia
bukan termasuk ahlul hadits. Salah seorang di antara mereka membawa kitab yang
seolah-olah catatan arsip sekretaris.”.
Ada sebuah syair yang dikutip dalam Kitab
Jami’ Bayanil ‘Ilmi, bunyi syair:
Menitipkan ilmu pada kertas, maka dia pun
menyia-nyiakannya,
Sejelek-jelek tempat menyimpan ilmu
adalah kertas.
Dikutip juga dari Ibnu Abdil Barr berkata:
di antara ungkapan yang dinisbatkan kepada Manshur al-Faqih:
Ilmuku selalu bersamaku ke manapun aku
pergi membawanya,
Perutku sebagai tempat penyimpanannya
tidak sekedar sebagai tempat makanan.
Jika aku berada di rumah maka ilmu itu di
dalamnya bersamaku,
Jika diriku di pasar maka ilmu bersamaku
di pasar.
Dalam Kitab Abjad Al ‘Ulum, Shiddiq bin
Hasan al-Qaunji berkata : “Selayaknya seseorang menghafal ilmu yang telah dia
tulis. Karena, ilmu adalah apa yang terpateri dalam benak, bukan apa yang ada
pada buku-buku catatan.”
Sebagimana yang dikutip dalam Kitab Tahsinul
Qabih wa Taqbihul ‘Hasan karya Ats Tsa’labi, ada sebuah syair yang berbunyi:
Wajib bagimu untuk menghafal, bukan
mengumpulkan dalam kitab-kitab,
Karena sesungguhnya pada kitab-kitab itu
banyak bahaya yang akan memisahkannya,
Air menenggelamkannya dan api
membakarnya,
Tikus merobek-robek dan maling mencurinya.