Sebenarnya,
ketika kita berbicara tentang pers
mahasiswa (persma), tidak lain kita sedang berbicara tentang gerakan mahasiswa. Pers mahasiswa dan gerakan
mahasiswa adalah satu kesatuan, perumpamaannya seperti dua mata
uang yang tak dapat dipisahkan. Tentu ini terasa sangat tepat, mengingat peran persma yang bergerak melalui jalur penguatan
wacana dan pembentukan opini publik, dimana kegaiatan
tersebut bagian dari dimensi gerakan mahasiswa.
Eksistensi gerakan persma pun telah terbukti dalam
catatan sejarah, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Bukti ini dapat dilihat dari
Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) di
Belanda yang telah
menempatkan gerakan media mahasiswa sebagai agen pemasok informasi faktual dan
propaganda gerakan sosial di Indonesia.
Di
masa yang berbeda, pasca diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, Ikatan
Wartawan Mahasiswa (IWM), maupun Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI) yang
kemudian melebur menjadi Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) pada tahun
1958. Kini berafiliasi dalam wadah Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)
sejak dideklarasikannya di Malang, 15 Oktober 1992 telah memperlihatkan
eksistensinya sebagai bagian dari perjuangan mahasiswa Indonesia.
Gerakan
persma tentu tak lepas dari semangat juang pemuda-pemuda bangsa Indonesia.
Keinginannya untuk merubah keadaan Indonesia menuju ke arah yang lebih baik
tercermin di setiap zaman. Bahkan agenda gerakan pun juga ikut menyesuaikan
pergolakan sosial yang sedang nyaring terjadi pada waktu itu. Seperti di era
sebelum kemerdekaan, persma memboyong kemerdekaan sebagai misi pertama dan
paling utama. Sedangkan di era pasca kemerdekaan, persma memposisikan diri
sebagai penyokong mulut rakyat dan pengawas pemerintah. Serta mengemban misi
demokrasi tanpa anarki di tanah pertiwi.
Bentuk
gerakan yang dilakukan persma sangatlah berbeda dengan gerakan mahasiswa
umumnya. Pada umumnya gerakan mahasiswa itu identik dengan aksi turun ke jalan
untuk menyuarakan tuntutan. Gerakan ini sangatlah lekat dengan kekerasan dan
anarki. Akibatnya, gerakan ini tak lain hanya sebuah gerakan yang kosong dari
solusi, bahkan dapat memperkeruh keadaan.
Tentunya
ini berbeda dengan persma, gerakan persma lebih berorientasi pada pergulatan
wacana serta pembentukkan opini publik. Opini tersebut didasarkan pada kondisi
sosial yang sedang gencar-gencarnya di masyarakat. Di sini persma tampil dan
hadir sebagai media informasi, penyadaran masyarakat dan propaganda bagi
gerakan mahasiswa lainnya.
Nilai
Positif Perma
Pers
mahasiswa sebagai salah satu bagian dari gerakan mahasiswa mempunyai nilai
tersendiri. Karena gerakan ini sesuai dengan sifat kritis yang dimiliki
mahasiswa. Setidaknya ada dua kekuatan besar yang ada dibalik pers mahasiswa. Pertama,
Persma berpijak pada dimensi pers yang merupakan kekuatan keempat dalam
pencaturan politik negara demokrasi, setelah Eksekutif, Yudikatif dan
Legislatif. Dari sisi kajian pers, statusnya sebagai mahasiswa akan mampu
memberikan suatu kebebasan tersendiri. Sehingga independensi menjadi garansi
tersendiri dari pers mahasiswa. Serta Persma tidak berorientasi profit. Dengan
begitu, kebebasan untuk melakukan kritik sosial semakin terbuka.
Kedua, persma
bertumpu pada identitas mahasiswa sebagai kalangan terdidik yang mempunyai
pemikiran kritis dan kepekaan sosial yang sangat tinggi. Dengan penggabungan
kekuatan tersebut, maka persma menjadi kekuatan yang sangat besar. Dimana
kekuatan tersebut merupakan penggabungkan dua kekuatan besar yakni pers dengan
ketajaman ananlisisnya dan mahasiswa dengan kemurnian gerakannya.
Gerakan
inilah yang diharapkan, selain membawa perubahan yang lebih baik (agent
social of changes), gerakan ini juga mampu menjaga nilai-nilai kebaikan
yang sudah tertanam dalam masyarakat (guardian of value). Karena jangan
sampai, perubahan yang diboyong mahasiswa akan mengesampingkan nilai-nilai
positif dalam tatanan masyarakat yang telah dikecap sejak dulu.
Di
sinilah tugas utama dan paling utama bagi para
mahasiswa yang dianggap sebagai intelektual muda, untuk
menumbuhkembangkan kembali harapan-harapan masyarakat tentang perbaikan bangsa,
tanpa menomorduakan nilai-nilai positif. Bukankah begitu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar