Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Catatan tentang Problem Full Day School

Membuat kebijakan yang baru boleh-boleh saja, namun dengan catatan dapat memberikan maslahat dan tidak merusak tatanan maslahat yang sudah berjalan.
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Selama ini, keberadaan Madrasah Diniyah --dikenal pula dengan sebutan Sekolah Sore atau Madrasah Sore-- sudah menjadi salah satu model pendidikan yang diakui oleh pemerintah dan telah berjalan dengan baik, serta menghasilkan output yang baik. Sehingga Madrasah Diniyah perlu dilestarikan telah memberikan maslahat.

Sedangkan kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang Full Day School (FDS) atau Five Day School (FDS) yang dibungkus dengan Pendidikan Karakter belum nampak maslahat yang dihasilkan. Maslahat yang diharapkan masih bersifat asumsi semata. Pendidikan Karakter yang seperti apa yang diharapkan dari kebijakan ini.
Bagaimanapun pendidikan --pendidikan formal--yang telah berjalan selama 6 hari (ada yang liburnya hari Minggu dan ada pula yang hari jumat) juga berharap ingin membentuk karakter manusia yang ideal. Dalam implementasinya belum menghasilkan output yang diharapkan sehingga muncul kebijakan baru ini. Kebijakan yang lama berupa pelaksanaan pendidikan 6 hari saja dianggap belum menghasilkan pendidikan yang baik, apalagi pendidikan yang dilakukan dengan waktu yang lebih singkat. Karena bagaimanapun pendidikan bukanlah perkara instan, namun butuh waktu yang lama.
Selain itu, masih ada ada beberapa problem, seperti kesenjangan guru, fasilitas sekolahan dan kondisi murid sebagai obyek pendidikan.
Sebagai contoh kesenjangan guru, bagi guru yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan menerima kebijakan ini, karena memang itu merupakan tugas mereka. Akan tetapi bagi Guru yang berstatus Honorer akan merasa keberatan, karena tanggung jawab yang ia terima sangat tidak setimpal dengan apa yang mereka terima sebagai guru honorer. Ia harus sehari full di sekolah, waktunya habis untuk mengurusi sekolah, sedangkan ia ikut bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sehingga tidak sedikit Guru Honorer yang bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun ketika waktunya dihabiskan seharian di sekolah, maka kapan ada waktu untuk bekerjan sampingan. Lebih-lebih, guru yang berstatus Honorer tidak sedikit, namun banyak sekali. Ini bisa mencari problem di lingkungan sekolah.
Begitu juga Fasilitas Sekolah, fasilitas ini harus bisa memenuhi kebutuhan murid selama pendidikan berlangsung seharian. Seperti fasilitas ibadah, tempat kesehatan, tempat makan dan sebagainya. Realitanya, sekolah yang lengkap fasilitasnya sangat minim sekali di Indonesia. Banyak sekali sekolah yang belum memiliki fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang kebijakan FDS. Sehingga kebijakan ini belum dipersiapkan secara matan, bahkan seperti kebijakan yang dipaksakan dengan fasilotas seadanya.
Selain itu, kebijakan ini juga melupakan kondisi murid yang menjadi obyek pendidikan. Bagaimanapun murid ini adalah seorang anak yang sedang belajar. Orang dewasa saja ketika belajar lebih dari 3 Jam sudah merasa bosan, ngantuk dan tidak fokus, apalagi program FDS ini diterapkan kepada murid-murid yang secara mental dan fisik di bawah orang dewasa.
Dengan memperhatikan beberapa problem dan kesiapan Kemendikbud ini, hemat saya, menolak mafsadat yang akan ditimbulkan dari suatu kebijakan lebih baik dari pada berharap kemaslahatan, lebih-lebih kemaslahatan yang diharapkan oleh Kemendikbud ini bersifat belum jelas dan bersifat asumsi.

درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini