Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Catatan tentang Tantangan

Memaknai tantangan, berarti bagaimana kita menempatkan tantangan tersebut. Bahkan bagaimana tantangan ini hadir, apakah dihadirkan seseorang, atau dihadirkan kita sendiri, atau bahkan hadir secara sendiri.
Dari sini kita perlu memetakan tantangan itu sendiri berdasarkan datangnya tantangan. Pada dasarnya tantangan bisa dihadirkan oleh seseorang atau orang lain. Sebagai contoh kita diajak teman kita untuk mengikuti sebuah kompetensi. Hadirnya ajakan inilah awal dari sebuah tantangan yang kemudian apabila kita mengikuti kompetensi tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi diri kita.
Tantangan berikutnya, yakni tantangan dari diri kita sendiri. Tantangan ini lahir dari hati atau pikiran kita. Tantangan ini bisa berupa sebuah dorongan untuk melakukan sesuatu atau tantangan ini berupa ajakan untuk mengikuti sesuatu karena ada sebuah kesempatan. Di mana kesempatan ini dibuka untuk umum, sehingga kita sebagai penerima informasi merasa terdorong untuk mengikutinya. Di sinilah tantangan dari diri sendiri, maukah kita melakukan untuk menghadapi tantangan tersebut.
Kemudian tantangan yang merupakan cobaan dari Allah. Tantangan ini bisa berupa kita cobaan dari Allah untuk menguji hamba-Nya. Mampukah hamba ini menghadapi cobaan atau tantangan ini. Nah di sinilah kita bagaimana memposisikan cobaan atau tantangan tersebut.
Sebagaimana yang sudah saya katakan di atas, bahwa memahami tantangan itu berarti bagaimana kita memposisikan tantangan itu sendiri. Apakah tantangan tersebut kita jadikan sebagai penghalang, ataukah sebagai tembok yang tidak bisa hadapi, ataukah itu sebuah tahapan untuk memasuki tahapan selanjutnya.
Mungkin kita masih ingat waktu kecil, ketika mau menghadapi ujian semesteran. Perasaan kita takut, takut tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Makanya kita berusaha belajar agar bisa mengerjakan soal tersebut. Ternyata setelah kita hadapi ujian tersebut, meskipun dalam keadaan terpaksa, tapi kita mampu menghadapinya.
Walaupun hasil yang kita capai tidak maksimal, meskipun demikian, dari sini kita dapat mengetahui seberapa kemampuan kita. Dan orang lain pun menjadi tahu dengan kemampuan kita. Makanya pada tahap berikutnya kita diberi tantangan lagi, yakni sebuah ujian berikutnya, karena kita dianggap mampu menghadapi tantangan yang sebelumnya.
Nah, dengan demikian, apabila kita ingin selalu siap dengan segala tantangan yang datangnya tidak kita duga sebelumnya, tentu kita harus mempersiapkan sedikit demi sedikit. Sebagai bekal, terlebih untuk menghadapi tantangan yang sudah jelas bahwa kita akan menghadapinya, tentu persiapan yang lebih lama, akan menjadikan hasil yang baik pula.
Mental dan percaya diri pun menjadi kunci untuk menghadapinya. Dalam pikiran kita, jangan sampai menganggap tantangan itu sebagai tembok yang tidak bisa dilewati, tapi anggaplah sebagai sesuatu yang harus dihadapi untuk menguatkan diri dari segala tantangan yang akan dihadapi. Semakin banyak tantangan yang kita hadapi, maka semakin banyak pula pengalaman kita. Dan tentunya kita semakin tahu kemampuan diri kita sendiri.
Dengan demikian, hadapilah semua tantangan yang ada di depan kita. Kalau pun perlu, carilah tantangan tersebut. Tentunya, tantangan tersebut harus yang berupa sesuatu yang dapat membuat diri kita semakin baik, baik dalam segala hal.
Share:

Catatan tentang Kenaikan Harga BBM

Pemerintah akan mulai memberlakukan pembatasan subsidi BBM pada bulan Maret tahun depan, setelah beberapa kali mengalami penundaan dan menelan anggaran negara. BBM bersubsidi hanya bisa dimanfaatkan oleh  kendaraan umum, roda dua dan nelayan. Kebijakan ini dikhususkan di wilayah Jabotabek, sehingga mobil plat hitam di wilayah Jabotabek tidak bisa mengonsumsi BBM besubsidi lagi.
Melihat ketidakserentakan pembatasan subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah, kemungkinan bisa memunculkan terjadinya distori yang menjadi ancaman bagi ketentraman kehidupan bermasyarakat. Sangat mungkin di daerah-daerah sekitar perbatasan Jabotabek yang tidak terkana pembatasan akan mangalami lonjakan permintaan.
Ketidakmerataan itu juga bisa memunculkan penimbunan oleh pihak yang tidak menghargai kebijakan pemerintah. Semua itu dilakukan dengan pemanfaatan kesempatan yang ada, karena pemerintahan sudah bertekad akan memberlakukan kebijakan ini ke seluruh Nusantara.  
Akses pada awal bulan Maret nanti harus diantisipasi dengan cermat. Kemungkinan ancaman itu akan serius menanti kedatangan pelaksanaan kebijakan ini, karena kredibilitas pemerintah dalam merencanakan, kebijakan ini sebenarnya terus mengalami penurunan. Sudah lama dirasakan subsidi BBM menekan anggaran negara dan cukup besar. Tekanan itu, mau tidak mau hanya bisa diminimalisir dengan mengurangi subsidi BBM.
Persoalannya, perencanaan itu sudah lama dicanangkan namun terus mengalami penundaan. Dan baru tahun depan akan dilaksanakan itu pun hanya di sebagian kecil wilayah. Apalagi bila distori itu dihubungkan dengan ancaman kenaikan harga-harga barang. Inilah yang dikhawatirkan, ancaman distori dapat menunda lagi rencana itu. Dan pastinya akan menelan anggaran negara ke sekian kalinya.
Kekhawatiran ini berpotensi memunculkan berbagai argumen yang saling menyalahkan, dampaknya kembali pada penurunan kredibilitas apabila solusinya sama yaitu dengan penundaan. Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi terhadap dampak nagatif. Namun, tentunya bukan dengan kembali mengundurkan perencanaan ini seperti sebelumnya.
Tentunya, Pemerintah sudah mempersiapkan seluruh tehnis yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan ini, karena tidak mungkin melaksanakan kebijakan tanpa mempersiapkan kelayakan tehnisnya. Meskipun, tidak menghilangkan distori 100 persen dalam pelaksaannya nanti.
Berdalih dari perintah undang-undang Nomor 10 tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yakni volume konsumsi BBM bersubsidi tahun 2011 harus dipatok 38 juta kiloliter (Kompas: 17). Sehingga, Pemerintah diperkenankan untuk mengambil kebijakan yang harus dibutuhkan agar target bisa dicapai. Sebab, apabila kebijakan ini tidak secepatnya dilaksanakan, jelas ini akan mengakibatkan volume BBM bersubsidi melonjak.
Apabila menggunakan kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi, maka ini akan memunculkan kenaikan harga-harga barang, dan jelas hal ini tidak disenangi masyarakat menengah kebawah. Serta, tidak ada undang-undang yang mengharuskan untuk menaikan harga BBM dalam pengambilan kebijakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga kebijakan yang harus diambil adalah pengaturan konsumsinya.

Tidak mungkin, apabila kebijakan yang berupa pembatasan BBM bersubsidi harus ditunda lagi. Dengan dalih akan memunculkan ancaman distori dan infrastruktur yang kurang memadai. Dan harus berani menghadapi kekhawatiran yang akan muncul nantinya. Dan ini akan ditunda terus, bahkan kemungkinan akan sia-sia sebuah perencanaan yang telah menelan anggaran, kalau terus tidak berani menghadapi ancaman negatif. 



*Sebuah catatan yang ditulis pada tanggal 20 Desember 2010.
Share:

Catatan tentang Sesuatu yang Hakikat

Filsafat, secara garis besar mempunyai tiga cabang besar, salah satunya adalah teori hakikat, yang sering disebut dengan istilah ontologi. Objek-objek pengetahuan itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikat objek tersebut. Inilah sebabnya pada bagian ini dinamak teori hakikat.
Ruang lingkup pembicaraan teori hakikat sangat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengatahuan dan nilai, untuk mencari sebuah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai. Sebenarnya apa hakikat itu sendiri? Hakikat adalah sebuah realitas, maksudnya sebuah kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan yang sementara atau keadaan yang menipu, bukan pula keadaan yang berubah-ubah.
Sebagaimana realitas sebuah benda, apakah hakikat dari benda itu sesuai dengan penampakannya atau sesuatu yang bersembunyi dibalik penampakan yang ditangkap oleh indera itu? Dari sebuah pertanyaan ini muncul beberapa aliran dengan berabagai pemikirannya.
Aliran materialisme, atau yang sering disebut juga aliran naturalisme. Menurut aliran ini bahwa hakikat dari benda itu adalah materi, benda itu sendiri. Adapun rohani, spirit, jiwa, dan sebangsanya itu muncul karena adanya benda tersbut. Rohani dan sebangsanya itu tidak akan ada seandainya tidak ada benda itu. Bagi aliran ini roh, jiwa, dan sebangsanya termasuk Tuhan tidak diakui adannya. Sebenarnya materialisme tidak menyangkal dengan adanya roh, jiwa termasuk juga Tuhan, tetapi itu semuanya muncul dari benda tersebut, sehingga tidak dianggap sebagai hakikat.
Sebaliknya idealisme menurut aliran ini hakikat benda adalah rohani, spirit atau sebagainya, jelas pendapat ini bersebrangan dengan materialisme. Aliran ini memberikan alasan bahwa materi ialah kumpulan energy yang menempatiruang, benda tidak ada yang adan energy itu saja. Ini salah satu alasan yang menjadi landasan mereka.
Berbeda lagi dengan aliran dualisme, sesuai dengan nama aliran ini bahwa yang merupakan hakikat dari benda itu ada dua, material dan immaterial, benda dan roh, jasad da spirit. Materi muncul bukan dari roh, begitu juga sebaliknya roh bukan muncul dari materi, sehingga keduanya sama-sama hakikat. Akan tetapi, kesulitan yang dihadapi aliran ini ialah menjawab pertanyaan: bagaimana kesesuian kedua-duanya seperti manusia? Menurut dualisme, itu sudah distel seperti tenaga dan jarum pada jam. Persoalannya yaitu, siapa yang menyetelnya? Bagaimana menyetelnya?
Dari kelemahan dualisme ini, mungkin para penganut aliran skeptisisme berpendapat bahwa manusia diragukan apakah manusia mampu mengetahui hakikat benda? Jawabnya mungkin dapat, mungkin tidak. Sedangkan aliran agnostisisme berpendapat manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda, mungkin karena keterbatan manusia itu sendiri.
Inilah awal dari sebuah pencarian hakikat sesuatu, dari berbagai pendekatan yang telah diuraikan, semuanya itu bisa dikatakan benar karena masing-masing dari mereka memberikan sebuah alasan yang bisa dikatakan sama-sama kuat. Akan tetapi, ada dua aliran yang lebih bisa diterima alasannya, yaitu materialisme dan idealisme.
Sebagaimana hakikat manusia, menurut materialisme, hakikat adalah materi, jasad itulah. Maka manusia hakikatnya ialah yang kelihatan itu.  Rohani manusia memang ada, tetapi bukan hakikat. Kepuasan dan kebahagian terletak pada badan, jika badan hancur, maka selesailah manusia itu. Dan rohnya hilang bersaman dengan badan, tentu saja dari pernyataan ini tidak ada soal surge dan neraka. Idealisme sebaliknya, yang hakikat adalah rohnya, dan ini berujung pada pembenaran terhada adanya Tuhan.
Mengenai asal manusia, materialisme menyatakan material itulah, sedang manurut idealisme hidup manusia berasal dari Yang Hidup. Sehingga menurut materialisme mengenai tujuan manusia, menyatakan bahwa mati adalah hal yang amat sederhana, tetapi tidak demikian pada idealisme bahwa mati adalah sebuah lanjutan hidup di dunia ini. 

Dengan demikian, dari aliran-aliran ini tidak ada titik temunya, mereka saling menguatkan pendapatnya dan merasa aliaran merekalah yang paling benar. Sebab manusia memiliki indera, akal dan hati. Dengan apa yang dimilikinya dia bisa melakukan pemikiran terhadap sesuatu yang ada dan yang tidak ada untuk menemukan sebuah kebenaran yang hakikat. Akan tetapi, perlu adanya keseimbangan dalam penggunaan indera, akal dan hati supaya bisa menemukan sebuah pengetahuan yang hakikat. Apabila tidak ada keseimbangan, maka akan menghasilkan sebuah pengetahuan yang salah.
Share:

Catatan tentang Dinamika Politik Indonesia

Pasca diselenggarakannya pemilihan legislatif dan kemudian dilanjutkan pemilihan presiden menuai dampak yang signifikan dalam perpolitikan di Indonesia. Dari pemilihan umum tersebut, rakyat berharap dan menitipkan serta menyerahkan -secara paksa- suaranya kepada calon-calon yang kini telah duduk di Gedung Senayan.
Harapan rakyat, tidak lain adalah agar para wakil rakyatnya menyuarakan suara-suara mereka yang kecil agar didengar oleh pemerintah Indonesia. Sebenarnya hanya itulah harapan rakyat, tidak lebih, karena hanya kepada wakil rakyatlah mereka bisa berharap. Meskipun mereka merasa secara perlahan "dipaksa" untuk memilih di antara mereka yg dianggap tidak mampu membawa harapan rakyat, namun bagaimana lagi. Begitulah sistem yg ada di Indonesia.
Sebuah sistem yg dianggap demokrasi, namun sejatinya itu hanyalah demokrasi nisbi yang tidak pasti hakikat tujuannya. Rakyat pun semakin "jengkel" kepada wakil rakyat yang sekarang telah duduk manis di Gedung Senayan, sepertinya mereka harus terpaksa merelakan harapan itu. Panggung perpolitikan di Gedung Senayan semakin memanas, terlebih pasca kemenangan pasangan Jokowi-JK dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Wakil rakyat tampak lupa akan suara yang ia bawa ke Gedung Senayan, mereka lebih asyik menyuarakan kepentingan partai atau koalisinya. Kelupaan mereka akan pesan rakyat ia bungkus dengan rapi yang kelihatan seakan mereka memperjuangkan rakyat, padahal itu hanya cover yang disengaja untuk menutupi. Kemunafikan itu semakin tampak jelas ketika pertarungan dalam merebutkan kursi ketua DPR RI, dalam pemilihannya terpecah menjadi dua kubu. Dua kubu tersebut adalah Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, kedua koalisi ini merupakan serentetan pajang mulai pertarungan sejak pemilihan legislatif pada 9 April 2014.
Setiap koalisi terdiri dari beberapa partai dan dari setiap partai terdiri dari anggota-anggota, di mana anggota partai tersebut duduk di gedung DPR RI. Mereka pun seperti bermusuhan dan saling menjatuhkan lawan koalisi tempat ia bergabung, tampak koalisi Indonesia Hebat kalah dalam pemilihan ketua DPR RI.
Sekarang masih ada pertarungan lagi, yakni perebutan kursi ketua MPR RI, tentu untuk mensukseskan kontestasi tersebut setiap anggota partai harus setia. Setia pada partai mereka yang telah membawa mereka ke tempat duduk yang mewah dengan segala fasilitas yang lengkap, di mana lagi kalau tidak di Gedung Senayan.
Dengan kondisi ini, harapan rakyat semakin pudar, harapan yang seharusnya diperjuangkan, naman justru dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok atau indvidu. Semoga keadilan selalu datang kepada orang-orang yang selalu dalam jalan kebenaran demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Share:

Catatan tentang Kita Sebagai Manusia

Manusia, dia adalah makhluk sosial yang tak mampu hidup di dunia ini tanpa menjalin kerja sama dengan manusia yang lain. Bahu membahu, mereka saling membantu dan memenuhi kebutuhan yang mereka butuhkan. Setiap manusia pun memiliki kebutuhan masing-masing. Kebutuhan tersebut tidak hanya berupa bantuan yang berbentuk materi, tapi juga kebutuhan yang berbentuk rohani. Kebutuhan rohani seperti, rasa kasing sayang antar manusia, saling memberikan motivasi, menghormati dan sebagainya.
Semua kebutuhan yang manusia harapkan, sepenuhnya ingin dipenuhi. Tak pelak apabila mereka saling meminta bantuan dan akhirnya saling membantu untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia, memiliki hati, indera dan akal. Ketiga alat ini yang menjadikan manusia berkembang. Namun dalam perjalanannya manusia terkadang muncul watak kebinatangannya, yakni ini menjatuhkan yang lain. Karena ia ingin berkuasa atas yang ada. Hal ini manusiawi, karena manusia di dalamnya ada watak ingin bekerjasama dengan sesama manusia dan ada watak ingin menguasai manusia yang lainnya.
Manakala, indera, hati dan akal tidak menyatu dalam diri manusia, maka manusia itu akan selalu ingin berkuasa. Terlebih jika akal sebagai ukuran, dan hawa nafsu yang telah menguasai hati nurani. Hal ini yang akan menjadikan manusia, menjadi manusia yang watak kebinatangannya akan lebih dominan.
Penyatuan indera, hati dan akal menjadi hal yang harus dilakukan oleh manusia untuk menyikapi segala hal yang manusia hadapi. Menempatkan ketiga kekuatan manusia itu akan menjatikan manusia lebih baik. Manusia yang tidak individual, namun menjadi manusia yang sosial.
Manusia yang mampu membantu manusia yang kurang mampu. Manusia yang kurang mampu tidak boleh mencuri harta dari yang sudah mampu. Perbedaan kemampuan dan kepemilikan menjadi sebuah keniscayaan yang harus disadari oleh setiap manusia. Kesadaran ini akan menjadi sebuah keharmonisan manakala dipahami oleh manusia. Sebab manusia tidak akan terjalin seling membantu dan saling menolong apabila tidak ada perbedaan kemampuan dan kepemilikan.

Semoga kita termasuk manusia yang peduli akan keadaan yang ada di sekeliling kita, alam kita, tetangga kita dan semuanya.
Share:

Menyisihkan Waktu untuk Berpikir Sejenak

Manusia diciptakan dengan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain. Kekuatan akal yang mampu digunakan untuk berpikir inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk lemah namun ia mampu berkuasa. Akal ini sudah tertanam dalam diri manusia sejak ia dilahirkan di dunia.
Kekuatan akan akal pikiran seperti pisau, pisau awalnya hanya sebuah besi yang tidak mampu untuk digunakan memotong sesuatu. Besi ini ditempah dan membentuk sebuah alat yang tajam. Tidak cukup hanya itu saja, alat yang tajam ini juga membutuhkan tempat asah agar lebih tajam dalam memotong sesuatu. Semakin lama digunakan akan semakin tajam.
Namun, selama ini akal belum secara maksimal dimanfaatkan sesuai dengan fungsi. Sebagian manusia hanya menggunakan sedikit dari kemampuan akalnya. Ibaratnya kapasitasnya 100, namun baru digunakan 25 persen sajam. Misalnya akal hanya digunakan untuk berpikir sesuatu yang sifatnya harian, seperti memikirkan bagaimana menyelesaikan pekerjaan dan sebagainya.
Selama ini manusia lebih banyak melakukan sebuah tindakan. Tindakan yang dilakukan dalam keseharian. Akal pikirannya sedikit dipakai untuk digunakan. Maksud dalam penggunaan akal ini seperti untuk berpikir soal keilmuan. Misalnya mimikirkan ilmu fidh, ilmu matematika dan sebagainya.
Sifat manusia, apabila sudah sibuk dalam pekerjaan atau dalam sebuah tindakan yang dilakukan, maka ia akan semakin males berpikir, yang ada hanya pikiran bagaimana menyelesaikan pekerjaannya. Pada akhirnya ia pun tidak memiliki waktu untuk menggunakan akalnya untuk memikirkan sesuatu.
Tidak ada salahnya menggunakan akal secara maksimal. Karena memang itulah hakikat gunanya akal, sebab akal diposisikan sebagai alat berpikir. Sebagai alat yang harus digunakan manusia. Apabila akal selalu digunakan untuk memikirkan sesuatu, terutama dalam hal ilmu, maka akal itu akan semakin cepat merespon ketika menghadapi segala hal. Atau bahkan akan cepat menangkap dan paham dengan hal-hal yang ia dengar dan ia lihat.
Tentu penggunaan akal ini memang harus diperhatikan. Minimal sehari menyisihkan waktunya 1 jam untuk memikirkan sesuatu. Bahkan lebih banyak waktu lebih baik. Karenan memang itu lah kegunaan akal. Akal yang berfungsi untuk berpikir. Memikirkan sesuatu apa pun, semakin banyak berpikir, maka secara otomatis akan semakin banyak tahu hal. Dan manusia yang sering berpikir, maka ia akan merasa semakin bodoh. Sebab ia semakin berpikir yang berujung mengetahui, semakin banyak hal yang belum ia ketahui.

Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Kalau tidak dari kita yang mulai, siapa lagi?.
Share:

Mimpi, Tak Menakuti

Mimpi

Sering orang menyebut impian
Impian yang ingin dicapai
Impian yang ingin didapati

Namun,
Impian kerap kali ditakuti
Impian kerap kali dijauhi
Impian tak lebihnya sebuah mimpi
Mimpi yang tak dapat digali

Mimpi panggal dari impian
Mimpi ujung dari impian

Ia sesosok intan permata
Setiap mata terpesona olehnya
Kecil bentuknya Mahal harganya

Impian kala ia akan diwujudkan
Hanya dua syarat yang diajukan
Syarat pertama usaha
Syarat kedua doa
Sang Pencipta pun mengiyakan

Kini, impian merasa sedih menyendiri
Manusia takut dengan mimpi

Mimpi menggalang aksi
Melakukan demo pada makhluk insani
"Kami bukan hantu", teriak mimpi



*Bukit Walisongo Permai, Pukul 15.30 WIB, 25_08_2014
Share:

Negara, Kekuasaan dan Wewenang

NEGARA, KEKUASAAN DAN WEWENANG
(Sebuah Pengantar Ilmu Politik)
Oleh: Muhamad Zainal Mawahib

Perkembangan diskursus politik (politics) selalu mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Kemajuan ini tidak lepas dari tokoh-tokoh terdahulu yang peduli dalam kehidupan sosial. Benar apabila dikatakan ilmu politik dipandang semata-mata  sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan ilmu ini masih muda usianya, sebab ilmu politik ini lahir pada abad 19.[1] Akan tetapi, apabila ilmu ditinjau dalam skala yang lebih luas, yakni sebagai sebuah pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu ini dapat dikatakan tua umurnya. Dalam konteks ini, ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Di Yunani Kuno misalnya, pemikiran tentang kenegaraan sudah dimulai pada tahun 450 SM. Hal ini dibuktidak dalam karya-karya ahli sejarah Herodotus atau filsuf-filsuf seperti Plato, Aristoteles dan sebagainya. Di Asia, berbagai tulisan politik bermutu muncul di India yang terkumpul dalam kesusastraan Dharmasastra dan Arthasastra yang berasal dari masa kira-kira 500 SM. Begitu juga di China yang terkenal Confucius + 350 SM, Mencius + 350 dan sebagainya. Dalam konteks Indonesia, kita dapati beberapa karya tulis yang membahas sejarah dan kenegaraan seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad 13.
Ilmu Politik
Ilmu politik sering diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang politik atau kepolitikan. Apabila ditelusuri kata politik itu berasal dari kata polis, bahasa Yunani yang artinya negara kota, kemudian diturunkan kata lain seperti polities artinya warga negara, politikos artinya kewarganegaraan atau civics).[2] Dalam bahasa Inggris politik berasal dari kata politic yang artinya bijaksana.[3] Sedangkan dalam bahasa Arab politik berasal dari kata al siyasah yang merupakan turunan (masdar) dari kata saasa yang memiliki arti melatih, mengatur, memimpin, memerintah, mengemudikan dan mengurus.[4]
Berangkat dari berbagai bahasa tersebut politik merupakan sebuah usaha untuk memimpin dalam sebuah negara. Mengenai pengertian politik secara terminologi banyak sekali dengan berbagai sudut pandang. Akan tetapi dari berbagai pengertian yang ada, makna politik dalam diringkas sebagai sebuah usaha untuk menggapai kehidupan yang baik. dalam konteks Indonesia kita kenal dengan pepatah gemah lipah loh jinawe. Begitu juga orang Yunani, terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai  en dam onia atau  the good life.[5]
Spirit yang diusung dari ilmu politik ini sangat diharapkan oleh manusia. Terlebih manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa ada interaksi sosial dengan manusia yang lainnya. Dari keseluruhan interaksi antar manusia inilah kemudian disebut dengan masyarakat. Definisi ini seperti yang dilontarkan oleh Robert M. Mclver “society means a system of ordered relations”.[6]
Konsep Dasar Ilmu Politik
Dalam kajian politik banyak sekali konsep-konsep dasar sebagai acuan atau pun pondasi. Sebetulnya banyak sekali konsep dasar yang dapat kita gunakan dan sebagai pijakan dalam mengkaji tentang politik. Akan tetapi ada konsep dasar yang paling penting untuk dipahami sebagai bekal dalam mengkaji ilmu politik, yakni negara (state), kekuasaan (power) dan weenang (authority).
v  Negara (state)
Sebagaimana rumusan tentang makna politik itu sendiri, bahwa politik merupakan usaha untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan antar individu. Hal yang perlu diketahui, bahwa dalam setiap individu dalam melakukan interaksi dengan individu yang lain tidak lepas dari dua sifat yang bertentangan satu sama lain. Sifat tersebut tidak lain adalah bekerjasama dan bertentangan. Untuk memenuhi keperluan dan kepentingan bersama yang mencakup semua elemen. Dari sinilah sangat diperlukan sebuah kebijakan yang menanganinya secara keseluruhan atau institusi pemerintahan yang sering disebut negara (state).
Terkait dengan proses terbentuknya sebuah negara banyak sekali teori yang menawarkan jawaban. Antara lain teori kontrak sosial (social contract), teori ketuhanan, teori kekuatan, teori organis, teori historis, teori kedaulatan hukum dan teori hukum alam. Pendekatan-pendekatan tersebut hanya untuk memetakan dan tidak lepas dari unsur politis. Walaupun demikian, tujuannya tetap sama yakni ingin mengorganisir obyek yang berupa manusia agar dapat hidup dengan baik dan sejahtera. Hal yang membedakan adalah dampak dari penerapan pendekatan tersebut. Dari sini lahirnya model kepemimpinan dalam bernegara, seperti oligarki, monarki dan demokrasi.
Terlepas dari perdebatan teori terbentuknya negara dan model kepemimpinan yang diberlakukan dalam sebuah negara tersebut, intitusi yang bernama negara ini adalah sebuah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatu hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menerbitkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.[7] Ini berarti negara memiliki kekuasaan untuk memaksa secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang menetapkan tujuan dari kehidupan bersama itu. Bahkan penggunaan kekerasan fisik pun dilegalkan, seperti yang diungkapkan oleh Max Weber, negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.[8]
Negara sebagai institusi yang memiliki peran sentral dalam mewujudkan kesejahteraan manusia, maka ia memiliki sifat tertentu da khusus yang melekat pada dirinya. Sifat itu berupa 1) Sifat memaksa, agar peraturan perundang-undangan ditaati dan tindak anarkis dapat dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, ini dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. 2) Sifat monopoli, dalam hal ini negara mempunyai monopoli dalam menentapkan tujuan bersama dari masyarakat, maka dalam rangka itu negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran kelompok tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat. Dan 3) Sifat mencakup semua, Dalam  kehidupan  kenegaraan   semua   peraturan   dan kebijakan negara berlaku untuk semua warga negaranya.[9]
Sifat-sifat ini melekat pada negara tidak lain bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya. Apabila tujuan negara ini tidak terwujud maka berarti institusi negara tersebut tidak menjalankan sifat-sifat yang melekat padanya pada tujuan yang mencakup semua elemen. Seperti yang dirumukan oleh Roger H. Soltau bahwa tujuan negara adalah memungkinkan rakyatnya untuk berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
Sedangkan dalam konteks Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-undang 1945 yang berbunyi: “untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
v  Kekuasaan (power)
Kekuasaan menjadi kajian menarik dalam ilmu politik, bahkan politik identik dengan kekuasaan. Untuk memahami tentang arti kekuasaan ini, kita dapat mengambil perumusan sosiolog, Max Weber dalam bukunya Wirtschaft und Gessellshaft (1922). Bagi Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial melakukan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apa pun dasar kemampuan ini.[10]
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan perumusan Barbara Goodwin (2003), seorang ahli kontemporer. Bagi Barbara, kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan sara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan. Dengan kata lain, memaksa seseorang untuk melakukan yang bertentangan engan kehendaknya.[11]
Berangkat dari seni dalam berkuasa, maka dalam menyelenggarakan kekuasaan banyak sekali model. Akan tetapi esensi dari kekuasaan adalah mengadakan sanksi. Bahkan upaya yang paling ampuh adalah kekerasan fisik (force). Misalnya seorang penjahat membawa celurit yang memaksa seseorang untuk menyerahkan barang miliknya, ini merupakan suatu contoh dari kekuasaan yang paling terbuka dan brutal. Kekuasaan juga diselenggarakan lewar koersi (coersion), yaitu sebuah ancaman berupa sanksi. Sedangkan upaya yang sedikit lunak adalah melalui persuasi (persuasion), yakni proses meyakinkan, berargumentasi atau menunjukka pada pendapat seorang ahli (expert advice).
Selain itu kekuasaan ini juga bisa dilakukan dengan tidak mengatakan denda, tetapi ganjaran (reward) atau imbalan, insentif, atau pun kompensasi. Misalnyadari pemberian imbalan ialah pemerintah yang berupaya untuk mengatasi masalah sampah dapat melakukan sanksi negatif dengan mendenda setiap pelanggar. Akan tetapi karena petugas pengawas sangat terbatas mungkin pemerintah cenderung memberikan sanksi positif, berupa hadiah kepada Rukun Tetangga (RT) yang paling bersih.
Dalam kekuasaan ini perlu kiranya untuk diketahui sumber yang menjadi kekuatan. Bertrand Russel (1988) diantaranya menyebutkan bahwa kekuasaan itu bersumber dari sumber ilahiah (Tuhan), ekonomi, pemikiran, dan nilai budaya. bahkan, untuk  jaman modern ini, teknologi dan kekuatan militer pun menjadi salah satu sumber kekuasaan yang bisa membantu manusia untuk menguasai orang atau kelompok lain.  Dengan variasi sumber kekuasaan ini, melahirkan adanya sejumlah teori tentang kekuasaan dalam ilmu politik.
Bailusy menyebutkan ada empat teori besar mengenai  teori kekuasaan,  yaitu teori kekuasaan Tuhan, teori  kekuasaan hukum, teori kekuasaan negara dan teori kekuasaan rakyat.[12] Apapun teorinya, namun dengan teori kekuasaan tersebut, seorang penguasa memiliki kemampuan untuk memaksa, memonopoli dan menetapkan sebuah peraturan atau kebijakan publik yang mengatur seluruh aspek kehidupan negara.
Kekuasaan yang bersumber pada Tuhan, memposisikan sumber-sumber normatif  keagamaan sebagai acuan utama. Manusia atau penguasa, posisinya hanya pelaku atas semua perintah  yang disuratkan (disiratkan) oleh  sumber otoritatif keagamaan.  Misalnya saja, Islam menyandarkan aturan hidup berbangsa dan bernegaranya pada al-Qur’an dan Sunnah. Dalam lingkungan agama Kristen,  Agustinus dikenal sebagai pemikiran teokrasi yang  menggagas teori kekuasaan Tuhan dalam konteks  politik.
Kekuasaan berdasarkan hukum, artinya bahwa setiap penguasa dalam pelaksaan kekuasaan, masyarakat wajib tunduk dan taat pada hukum negara.  dalam teori ini, diharapkan setiap warga negara memiliki kesadaran hukum atau kemelekkan hukum yang tinggi, sehingga negara dapat berjalan dengan baik. Ada tiga prinsip dasar dalam negara hukum, yaitu (a) pengakuan supremacy of law (hukum yang tertinggi), (b) equality of  before law (persamaan di depan hukum), dan (c) protection of human right (perlindungan terhadap hak asasi manusia)
Teori kekuasaan ketiga yaitu kekuasaan negara. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa negara memiliki kemampuan memaksa, memonopoli dan menguasai semua hal. Kewenangan yang sangat luas ini, sudah merupakan indikasi utama bahwa negara memiliki kekuasaan.
Kritik pemikiran terhadap kekuasaan negara, memunculkan adanya teori kekuasaan rakyat. Artinya, kekuasaan negara yang ada dan dimilikinya saat itu, pada dasarnya bukan sebuah identitas natural dari negara itu sendiri. kewenangan dan kekuasaan  yang dimiliki negara pada saat itu adalah kekuasaan yang bermula dari kontrak sosial individu atau masyarakat. Dengan kata lain, pemiliki kekuasaan itu sendiri adalah rakyat, bukan negara.
Selanjutnya perlu diketahui juga antara dua istilah yang menyangkut konsep kekuasaan ini, yakni scope of power (cakupan kekuasaan) dan domain of power (wilayah kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan yang menjadi obyek dari kekuasaan. Misalnya direktur perusahaan mempunyai kekuasaan untuk memecat seorang karyawan sesuai dengan ketentuan, akan tetapi tidak memiliki kekuasaan terhadap karyawan di luar hubungan kerja ini. Sedangkan wilayah kekuasaan (domain of power) ini menjawab soal siapa saja yang dikuasai oleh orang yang berkuasa. Misalnya seorang direktur perusahaan mempunyai kekuasaan atas semua karyawan dalam perusahaan, baik yang di pusat maupun yang di cabang-cabang.[13]
v  Wewenang (authority)
Dalam menjalankan kekuasaan dalam sebuah negara tidak akan berhasil manakala tidak ada wewenang yang diberikan. Sehingga dalam ilmu politik sangat penting untuk memahami tentang wewenang terlebih apabila dikaitkan dengan kekuasaan. Mengenai wewenang, Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social yang mengatakan bahwa wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekausaan yang dilembagakan).[14] Dengan nada berbeda, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Social bahwa wewenang adalah formal power (kekuasaan formal).[15] Dengan begitu bagi yang mempunyai wewenang  berhak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan-peraturan dan berhak untuk menharapkan kepatuhan terhadap peraturan-peraturannya.
 Bagi Max Weber, wewenang dipetakan menjadi tiga macam, yakni tradisonal, kharismatik dan rasional-legal.[16] Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan di antara anggota masyarakat bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu adalah wajar dan patut dihormati. Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaan anggota masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistis atau religius seorang pemimpin. Sedangkan wewenang rasiona-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seorang pemimpi, sehingga yang ditekan bukan orangnya tetapi aturan-aturan yang mendasari tingkah laku.
Akan tetapi wewenang sulit sekali untuk dijalankan manakal tidak ada sebuah legitimasi (legitimady) atau keabsahan. Legitimasi ini sangat penting dalam sebuah sistem politik, terlebih pada perkembangan politik pada era sekarang ini. Sebab keabsahan adalah sebuah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang pada seseorang, kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut untuk dihormati. Kewajaran ini berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang sah.
Jadi, mereka yang diperintah menganggap bahwa sudah wajar peraturan-peraturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh penguasa untuk dipatuhi. Dalam hubungan ini dikatakan oleh David Easton bahwa keabsahan adalah keyakinan dari pihak anggota bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu.[17] Dari sudut pandang penguasa, A.M. Lipset memberikan gambaran bahwa legitimasi mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu.[18]
Apabila dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan tujuan-tujuan masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh, sehingga unsur paksaan serta kekerasan yang dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimum. Maka dari itu pemimpin dari suatu sistem politik akan selalu mencoba membangun dan mempertahankan kebasahan di kalangan rakyat karena hal itu merupakan dukungan yang paling kuat.
Demikian tulisan yang singkat tentang konsep dasar dalam ilmu politik terkiat dengan negara (state), kekuasaan (power) dan wewenang (authority). Ini hanyalah sebagai pengantar dalam diskusi. Setidaknya dalam tulisan ini sangat terbatas. Maka dari itu sebagai langkah untuk mengembangkan dari konsep dasar ini perlu dikaji dan didiskusikan. Dengan adanya diskusi dan kajian yang selalu dilakukan maka lahir sebuah kritik. Tentu dengan adanya kritik dilontarkan akan menjadikan ilmu politik ini akan semakin berkembang.



[1] Hal ini berangkat dari persoalan apakah ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan (science) atau tidak, lebih lanjut lagi apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi obyektif, metodis, sistematis dan universal. Pada abad ke-19 lahirlah berbagai pendekatan, seperti pendekatan perilaku (behavorial approach) tahun 1950-an, pendekatan ini pun menuai kritik karena kelompok behavioralis tidak memasukan nilai dalam analisis keadaan sosial. Akhirnya muncul kelompok post-behavioralist (tahun 1960-an) yang berpendapat bahwa nilai boleh masuk dalam analisis keadaan sosial. Dari sini berkembang pendekatan seperti pendekatan analisis struktural-fungsional (structural-functional analysis approach) dan pendekatan analisis sistem (systems analysis approach), selengkapnya lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Prima Grafika, 2012, hal. 8-11.
[2] Chilisin, dkk, Dasar-dasar Ilmu Poitik, Yogyakarta: FISE UNY, 2006, hal 1.
[3] Lihat Kamus Bahasa Inggris.
[4] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Lengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 2002, hal. 677.
[5] Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, , , hal. 13.
[6] Selengkapnya lihat Robert M. Mclver, The Web of Government, Now York: The MacMillan Company, 1961, hal. 22.
[7] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, , , hal. 47
[8] H.H. Gerth and C. Wright Mills, From Max Weber: Essays in Sociology, New York: Oxford University Press, 1958, hal. 78.
[9] Selengkapnya lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, , , hal. 50-51
[10] Max Weber, Wirtschaft und Gessellshaft, Tubing: Mohr, 1922.
[11] Barbara Goodwin, Using Political Ideas, England: Barbara Goodwin, 2003, hal. 307.
[12] M. Kausar Bailusy, Teori Politik, Jakarta: Universitas Terbuka, 2001, hal. 6
[13] Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, , , hal. 64
[14] Robert Biertedt, “An Analysis of Social Power”, American Sociological Reviwe, Volume Desember 1950, 732.
[15] Lihat Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, , , hal. 64, lihat juga Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan, Power and Social, New Haven, Yale University Press, 1950.
[16] S.N. Eisentadt, ed. Max Weber on Charisma and Institution Building, Chicago: University of Chicago Press, 1968, hal. 46.
[17] David Easton, A System Analysis of Political Life, New York: John Wiley and Sons, 1965, hal. 273
[18] A.M. Lipset, Political Man: The Social Base of Politics, Bombay: Vakils, Fetter and Simons Private Ltd., 1969, hal. 29. 
Share:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini