Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Menelisik Jati Diri Mahasiswa Melalui Tradisi


Kuliah merupakan tempat pendidikan formal, pasca lulus dari SLTA. Pada umumnya, seseorang yang dapat melanjutkan ke jenjang perkuliahan merupakan golongan masyarakat menengah ke atas. Di sini terlihat, permasalahan ekonomi menjadikan salah satu alasan para orang tua untuk tidak melanjutkan anak-anaknya ke tingkat perkuliahan.
Sungguh bahagia, mereka yang mempunyai kesempatan untuk mengenyam di bangku perkuliahan. Terlebih, apabila dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, baik di tingkat Magister maupun di tingkat Doktor. Sehingga, tidak bijaksana apabila kesempatan seperti ini hanya dibuat dolanan (main-main).
Mahasiswa sebagai kaum terpelajar yang paham akan statusnya, akan terus mengaplikasikan ilmu yang dipelajari di tempat perkuliahan. Dengan sifat kritis yang menempel di “baju” mahasiswanya, diharapkan dapat membawa keadaan kehidupan sosial ke ranah yang lebih baik. Sehingga mahasiswa akan pantas memperoleh “gelar” pemuda pembawa perubahan (agent social of changes). Selain itu, diharapkan gerakan ini juga diimbangi dengan menjaga nilai-nilai yang telah lama tertanam di dalam masyarakat (guardian of value).
Ironis, jika setiap tahun PT di Indonesia melahirkan banyak intelektual muda yang jumlahnya sampai ribuan, tapi tidak dapat membawa keadaan yang lebih. Dan lebih ironis lagi, apabila banyak terlahir intelektual bukannya menghentikan kekacauan, tapi sebaliknya malah membuat keadaan semakin semrawut (kacau balau). Tidak lain, inilah tujuan dari mengenyam pendidikan di bangku kuliah, sebagai tempat untuk berproses.
Bahkan tak sedikit orang yang menganggap bahwa di dunia kampus bagaikan miniatur negara atau bangsa. Dimana ini akan mengajarkan mereka dalam mengatasi permasalahan yang nantinya ada di lingkungan mereka.
Trilogi Intelektual
Disadari atau tidak, bagi mahasiswa yang ingin menjadi inteletual tidak serta merta masuk ke perguruan tinggi. Dengan benar-benar memanfaatkan moment belajar di PT, sehingga nantinya menjadi menjadi orang yang berpengetahuan luas. Niat seperti ini perlu ditanamkan kembali dalam hati mahasiswa. Tapi semua itu dirasa kurang cukup dan masih  membutuhkan sebuah proses yang panjang. Menengok tradisi yang ada di lingkungan perguruan tinggi, setidaknya mahasiswa harus sadar akan tiga hal yang harus dilakukan mahasiswa dan mentradisikan hal tersebut setiap waktu, yaitu membaca, menulis dan diskusi.
Mentradisikan “dunia baca” akan membawa mahasiswa ke dunia pengetahuan yang lebih luas. Demikian karena, dengan membaca mahasiswa akan mengetahui sesuatu yang belum ia ketahui. Bahkan sebuah kejahatan intelektual apabila mahasiswa yang tidak menyukai dunia membaca. Karena membaca dapat membuka tabir rahasia semesta. Sehingga tidak terbatas apa yang harus dibaca, baik surat kabar, majalah, tabloid, buletin maupun membaca fenomena sosial yang sedang hangat terjadi, termasuk membaca dunia pergulatan politik.
Di sisi lain, mahasiswa harus mentradisikan menulis karena menulis merupakan sarana aktualisasi diri. Sebagai seorang mahasiswa, tentu saja meraka harus memiliki pengetahun yang lebih ketimbang orang yang tidak dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Dengan lewat tulisan, mereka dapat mengaktualisasikan ilmu kepada yang lain lewat sebuah tulisan, baik itu lewat media cetak ataupun cyberspace. Selain itu, tulisan sebagai sarana menyuarakan gagasan dan ide dalam menyikapi persoalan yang sedang gencar di masyarakat. Bahkan dengan tulisan gagasan dan ide tersebut akan lebih tersebar luas.
Tidak cukup seorang mahasiswa memahami pergulatan intelektual dengan hanya membaca dan menulis, tanpa disertai dengan dunia diskusi. Di bangku perkuliahan akan banyak ditemui sesama mahasiswa yang berlatar belangan yang berbeda-beda. Dengan adanya diskusi akan, maka tercermin sebuah pergulatan wacana yang di dalamnya termuat ragam pengetahuan, gagasan dan ide yang tentu berbeda-beda pula. Tidak sedikit, ketika berdiskusi akan mendengar dan mengetahui gagasan dan ide yang dirasa baru dalam menyikapi suatu permasalahan dengan argumen yang mengelitik. Dari sekian ragam perspektif yang berbeda latar belakang tersebut, tidak menutup kemungkinan perpaduan dari berbagai pendapat menjadi sebuah pandangan yang baru.
Ketiga hal inilah yang akan membawa title (gelar) yang memang pantas mereka sandang. Dengan ini para mahasiswa akan mampu bertanggung jawab akan gelar yang ia sandang dan benar-benar telah memanfaatkan kesempatan berproses di bangku perkuliahan. Tidak hanya itu, hendaklah mahasiswa mulai meluruskan kembali tujuan mengenyam di bangku perkuliahan. Sangat tidak arif, apabila tujuan mereka hanya untuk kepentingan pribadi, tanpa memberikan konstribusi kepada bangsa yang telah memfasilitasi dalam memperoleh apa yang mereka cita-citakan. Inilah sebenarnya tugas utama dan paling utama keberadaan mahasiswa sebagai intelektual muda. Yakni menumbuhkembangkan kembali harapan-harapan masyarakat dalam proses perbaikan bangsa menjadi lebih baik. Dan ini dapat diraih dengan membaca, menulis dan berdiskusi. Bukankah begitu!
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini