Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Jika Itu yang Terbaik untuk Ku (bagian 2)

Dari sekian banyak murid kelas IX, ternyata banyak sekali yang minat untuk mengikuti beasiswa ini. Tidak sedikit yang mendaftarkan namanya, namun dari pihak sekolah hanya mengambil 20 murid. Dari sekian banyak murid yang mendaftarkan diri, akhirnya ditentukan 20 murid yang akan mengikuti tes beasiswa, salah satunya adalah aku. Dari pihak sekolah memilihnya 20 murid tersebut berdasarkan pertimbangan nilai rapot dan prestasi murid selama duduk di sekolah.
Bagi murid yang telah dipilih untuk mengikuti tes ini, diminta untuk melengkapi semua administrasi yang dibutuhkan sebagai persyaratan mengikuti tes. Semua temen-temenku yang dipilih oleh pihak sekolah serentak dan kompak mengumpulkan persyaratan bersama-sama. Setelah semua mengumpulkan berkas persyaratan administrasi, kemudian dikumpulkan ke Pak Qomari untuk didaftarkan ke Kemenag Kudus. Dari 20 murid yang didaftarkan ada satu murid yang tidak lolos administrasi, sehingga yang akan mengikuti dari sekolahku tes 19 murid.
Hingga saat itu, perasaanku masih biasa-biasa saja, karena dalam diriku belum ada niatan untuk melanjutkan ke bangku kuliah apalagi mengikuti tes beasiswa. Tidak lain karena aku masih berkukuh keras untuk melanjutkan ke dunia pesantren, dari pada melanjutkan ke bangku kuliah. Pikiran dulu seperti itu, karena dari cerita-cerita yang telah sampai ke aku, pendidikan di kuliah itu berbahaya sekali, karena dapat menghilangkan sifat ke-santri-an seseorang. Konon ada santri melanjutkan ke bangku kuliah. Hasil dari pendidikannya di bangku kuliah menjadikan pemikirannya menjadi “aneh”, tidak seperti waktu ia masih di tinggal di pondok pesantren.
Namun, pikiranku yang seperti itu masih dapat aku kendalikan dengan adanya restu dari pembina pondok. Akhirnya, aku pun memberitahukan kepada orang tuaku, kalau aku mau mengikuti tes seleksi beasiswa. Setelah mereka mendengar kabar ini, mereka  berdua sangat menyetujui. Mungkin karena aku dilahirkan dari keluarga yang petani yang dalam kehidupan sehari-hari dengan keadaan yang cukup dan sederhana. Tentu setiap orang tua menginginkan anaknya dapat menimba ilmu setinggi-tingginya.
“Nang, yang Ibu harapkan kamu ya lolos tes, biar kamu bisa melanjutkan sekolah lagi, nanti kalau pintar juga untuk dirimu sendiri, Ibu tidak sanggup membiayai sendiri seandainya Kamu ingin kuliah, di sini Ibu hanya bisa berdoa saja untuk Nang”, pesan Ibu kepadaku ketika aku pulang ke rumah untuk memberitahukan kabar ini. Di sini aku mulai sedikit merasa mempunyai niat untuk mengikuti tes beasiswa. Setelah pulang aku ke Demak, aku langsung balik lagi ke Pondok untuk mengikuti kegiatan seperti biasa di pondok.
Seperti biasa, tradisi yang ada di TBS, sebelum mengikuti tes terlebih dahulu kami silaturrahim ke rumah sesepuh-sesepuh TBS untuk minta pengestu. Dari sekian Sesepuh yang kami datangi, beliau-beliau memberikan restu. Ada satu kyai yang membuat kami terbuka akan kenyataan yang ada di bumi ini. Beliau adalah K.H. Abdullah Hafidz.
“Jika ini yang terbaik pada kalian semoga diterima dalam tes nanti, tapi jika ini tidak yang terbaik tidak usah disesali, karena Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk kalian”, harapan sekaligus pesan Beliau kepada kami ketika bersilaturrahim ke ngalem-nya Beliau.
Pesan yang disampaikan oleh Kyai Hafidz membuatku terbuka. Dan inilah yang membuka pikiranku sehingga aku mulai yakin dan semangat untuk mengikuti tes beasiswa ini. Dalam pikiranku, “Aku tidak ingin menyesal di kemudian hari, yang penting sekarang aku berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi tes seleksi beasiswa yang tinggal beberapa hari lagi, untuk masalah hasil aku serahkan pada Allah, semoga itulah yang terbaik untukku”.
***
Detik-detik menjelang tes seleksi begitu terasa lama, kami berangkat dengan Pak Qomari dan Pak Charis dengan menggunakan mobil Elepht. Dapat dibayangkan, betapa sempitnya mobil yang muatannya untuk 19 orang, namun dinaiki 21 orang. Terpaksa 2 dari kami harus duduk di bawah. Kami berangkat dari Kudus jam 03.00 WIB dan sampai di Semarang jam 06:00 WIB. Sehingga kami masih ada waktu istirahat sebentar untuk sarapan dan cuci muka karena ujiannya dimulai jam 07:00 WIB.
Detak jantungku pun mulai membuat diriku sidikit tidak percaya diri. Siapa yang tidak minder, melihat semua peserta seleksi dari berbagai sekolah yang ada di Jawa Tengah yang kumpul menjadi satu di dalam satu ruangan, bahkan tes seleksi ini ternyata dilaksanakan di seluruh Indoensia. Untuk daerah Jawa Tengah tempat tes seleksinya dilaksanakan di Auditorium II Kampus III IAIN Walisongo Semarang.
“Kalau aku menjadi minder begini terus, ini akan membuat aku terganggu nanti dalam mengerjakan soal-soal ujian. Aku harus dapat mengendalikan diriku agar tetap terjaga dalam kondisi yang stabil”, pikirku dalam hati yang berusaha memberikan sugesti yang positif untuk diriku sendiri.
Ujian berlangsung tertib tidak ada halangan sedikit pun pada diriku, mulai pagi hingga sore hari. Materinya mencakup Dirosah Islamiyah, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Skolastik. Namun, dari keempat materi tersebut, aku sendiri tidak yakin untuk materi Bahasa Inggris pada jawabanku, karena memang kompetensiku dalam bidang bahasa inggris sangat minim sekali. Karena waktu di bangku Aliyah, pelajaran Bahasa Inggris seperti pelajaran yang tidak penting. Ya sudah lah, yang penting aku sudah berusaha dengan maksimal dalam mengerjakan soal-soal tersebut, sekarang tinggal tawakkal pada Allah. “Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untukku”, harapanku dalam hati setelah ujian selesai.
Dalam perjalanan pulang, kami berbincang-bincang dengan teman-temanku yang lain tentang pelaksanaan tes ujian yang baru saja kami alami. Ternyata mereka juga ada yang kurang yakin pada jawabnya, ada yang kurang yakin dengan jawab soal Dirosah Islamiyah, ada yang Bahasa Arab dan sebagainya. Tapi ada juga yang yakin kalau dirinya akan lulus. Ya begitulah yang namanya bersama orang banyak, ada yang percaya diri dan ada yang kurang percaya diri.

Sebelum kembali lagi ke Kudus, kami mampir terlebih dahulu ke Masjid Agung Jawa Tengah. Meskipun hanya mampir sebentar untuk shalat dan melihat-lihat saja di sana. Namun ini dapat membuat refresh sedikit untuk kami setelah menempuh tes ujian. Tidak lama kami di sini, kira sekitar 2 jam. Kemudian kami melanjutkan perjalan lagi, meskipun dengan keadaan yang sempit dan panas di dalam mobil, kami tetap menikmati perjalanan. Namun, rasa capek kami tidak dapat ditahan lagi, akhirnya kami terbawa tidur selama diperjalanan. Termasuk aku juga terlelap di dalam mobil.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini