Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Jika Itu yang Terbaik untuk Ku (bagian 1)

Di pagi yang cerah, dengan sinar matahari yang sedikit malu menampakkan wajahnya. Suasana sepi, yang terlihat dari sudut Musholla al Azhar, hanya mobil, motor, sepeda onthel, tak ketinggalan pula pejalan kaki yang sedang lalu lalang. Para santri PP. Darun Najah. Pondok yang diasuh oleh KH. Sirojd Khudlori dan KH. Ahmad Izzuddin merupakan salah satu pondok pesantren yang ada di Semarang. Pondok putra-putri ini terletak di kelurahan Jerakah, Kecamatan Tugu Semarang. Di sinilah mahasiswa yang menerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) diasramakan.
Seperti biasa, karena pagi hari tidak ada acara pondok, maka santri-santri pada disibukkan dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Ada yang masih tidur, membaca koran, di depan laptop dan sebagainya. Begitulah suasana pondok pesantren yang didesain untuk mahasiswa.
Begitu juga aku, Wahib itulah teman-teman memanggilku. Ibuku memberikan nama lengkap yang baik untuk, Muhamad Zainal Mawahib itulah nama lengkapku. Aku duduk sendiri di teras Musholla, sambil ditemani Hp Nokia tipe 1680, yang selalu menemani aku sejak duduk di bangku Aliyah hingga sekarang ini. Tak heran apabila Hp itu hingga sekarang masih tetap ada, bahkan inginku museumkan untuk diriku sendiri.
Di saat santri-santri yang lain diasyikkan dengan kesibukannya, aku mulai terbawa dalam lamunanku. Dalam ingatanku masih tampak jelas pada saat sebelum aku masuk ke bangku kuliah. Kemudian mengingatkan aku pada detik-detik menjelang kelulusan. Akhirnya aku pun terbawa ke dalam lamunan pagi dan membawa ke dalam teka-teki yang semu tapi nyata.
***
Kegiatan Upacara di Madrasah Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) tidak setiap hari senin dilaksanakan. Hanya sekali dalam sebulan pada minggu pertama atau ketika ada keperluan pengumuman kepada semua murid Aliyah. Selain itu juga, dalam pelaksanaan upacara tidak selengkap seperti yang ada di sekolah-sekolah yang lain, yang diutamakan adalah arahan dan nasehat dari kepala sekolah kepada semua murid. Karena seperti menaikan bendera tidak ada di upacara ala sekolahku. Itulah tradisi di sekolahku yang unik.
Pada hari itu, tepat hari Senin sekolahku mengadakan upacara. Di saat-saat pelaksanaan kegiatan upacara, seperti biasa Kepala Sekolah, KH. Musthofa Imron memberikan arahan dan nasehat. Untuk kali ini tidak hanya itu, kepala sekolah juga pengumuman tentang adanya beasiswa kuliah S1. Tentu ini merupakan informasi yang sangat ditunggu bagi murid kelas IX, karena mereka sebentar lagi akan lulus.
“Bagi murid yang ingin mendaftarkan dirinya, segera menghubungi ke Pak Qomari untuk didata nama-namanya dan kemudian dilakukan seleksi dulu dari pihak sekolah sebelum didaftar ke Kemenag Kudus”, jelas Beliau kepada semua murid ketika memberikan pengumuman beasiswa.
“Beasiswa ini adalah beasiswa program santri berprestasi yang disingkat PBSB, beasiswa ini dibawah naungan Kementrian Agama, lumayan beasiswa ini akan ditanggung selama menjalani studi S1”, lanjut Belaiu.
Dalam diriku, jujur tidak ada keinginan untuk mengikuti beasiswa itu. Karena dalam angan-anganku yang sudah aku rencanakan, setelah lulus dari Aliyah ini aku ingin nyatri lagi ke Rembang, tepatnya di Pondok Pesantren Al-Anwar, yang diasuh oleh KH. Maimun Zuber.
Pada sore hari,, ketika itu menjelang akhir-akhir hari penutupan pendaftaran beasiswa di sekolah. Setelah kegiatan Muhadatsah, tiba-tiba Aku dipanggil oleh Pembina Pondokku, KH. Noor Chamim, LC., “Mungkin Beliau menanyakan soal keuangan pondok bulan ini”, itulah yang ada dalam pikiranku, karena pada saat itu Aku statusnya menjadi bendahara pondok yang harus selalu komunikasi dengan pembina pondok. Selama aku menjalani pendidikan di Aliyah TBS ini, aku sambil mondok di pondok pesantren Ath Thullab, pondok ini letaknya tidak jauh dari Gedung sekolah, jaraknya kira-kira 500 meter. Dan juga Sekolah TBS dan Pondokku Ath Thullab satu yayasan, yaitu dibawah naungan Yayasan Arwaniyah.
Karena dipanggil oleh Pembina Pondok, langsung saja aku menuju ke ruang Pembina Pondok dan di dalam ruangan, sudah ada Beliau yang sedang duduk di kursi sambil membaca Kitab Fathul Wahhab.
Assalamulaikum
Wa’alaikumussalam, tafadldhol ijlis ijlis Yaa Wahib”, jawab Beliau dengan nada yang khas dari belaiu.
 “Kaifa hal?”, lanjut Beliau untuk memulai perbincangan.
Alhamdulillah Syekh, bi khaoir”, jawabku. Beliau kalau di pondok biasa dipanggil dengan panggilan Syekh Chamim. Panggilan ini konon diberikan santri-santri pondok kepada Syekh Chamim karena Beliu setelah lulus dari Aliyah TBS menerima beasiswa kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir.
“Lho Antum tidak ikut daftar beasiswa?”, tanya Beliau padaku sambil tersenyum kecil.
Mboten Syekh”, jawabku dengan singkat
“Kemarin dari pidak sekolah tanya ke saya dan meminta Antum untuk ikut beasiswa ini, pertimbangan dari pihak sekolah karena Antum di Jurusan MAK, ya dicoba dulu Nang, mungkin saja ini terbaik untuk Antum, ya nanti kalau tidak lulus berarti itu bukan taqdirnya Antum”, jelasnya dengan panjang lebar, karena memang Syekh Chamim sudah tahu sebelumnya, kalau setelah lulu ini ingin melanjutkan mondok ke Rembang.

Keesokan harinya, di sela-sela wkatu istirahat sekolah, aku ke kantor untuk mendaftar namaku. Di kantor ada banyak dewan guru, aku langsung melangkah menemui Pak Qomari. Pada saat itu, yang ada dalam benakku adalah hanya mengikuti saja atau lebih tepatnya mencoba-coba. Setelah kemarin hari, aku mendapatkan arahan dari Pembina Pondok yang selama ini, Beliau lah yang selalu memberikan bimbingan dan arahan selama aku di pondok.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini