Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Karakterisitik Raga, Otak dan Hati

Berjalan, menuju tujuan. Berbekal segala kebutuhan selama perjalanan. Peta tidak boleh ketinggalan, itu satu-satunya yang menuntuk sampai pada penghujung perjalanan.
Awal perjalanan, terasa mudah dan menyenangkan. Jalan mulus tanpa batu dan krikil. Pemandangan di sekeliling menawarkan banyak perhatian. Meski sudah bawa bekal yang cukup, namun keinginan untuk menambah bekal semakin kuat.
Dalam benak hanya membayangkan, kalau seandainya menambah bekal, itu berarti beban yang dibawa semakin berat, meski itu terasa menyenangkan dan bekal itu kita butuhkan selama perjalanan.
Pikiran masih menepis keinginan kuat tersebut, hanya berharap ada yang lebih baik. Sekali memutuskan untuk menambah bekal, maka harus pula berani menghilangkan keinginan yang ada manakala ada bekal yang ketemu di jalan di depan ada yg lebih baik.
Sembari berjalan, jalan mulai berbelok tak teratur, krikil dan bahkan batu besar mulai menghantam, serta bekal mulai dipertimbangkan, jangan sampai kehabisan, sebelum sampai puncak tujuan. Perjalanan mulai diuji dengan kuat. Namun kini masih sadar kalau itu adalah cobaan.
Badan terasa ngos-ngosan, di sebuah pertigaan, perlu istirahat sejenak. Ada penampakan bekal yang terasa membantu di jalan. Sebagai penyemangat dan periang di setiap perjalanan. Meski kondisi menyulitkan dan membosankan, namun bekal itu terasa akan mengobatinya.
Akhirnya terputuskan, mengambil bekal tersebut. Sebagaimana awal dalam perjalanan, sudah diberi pesan oleh tuan, bahwa bekal yang diambil di jalan memang terasa enak, namun ingat yang tidak enak belum muncul dari yang enak tersebut.
Keputusan sudah bulat, konsekuensi pun diamini dan dijalani. Perjalanan dilanjutkan, awal membawa bekal baru terasa ringan dan menambah rasa senang. Jalan yang terjal, tak seperti jalan yang menakutkan. Ibarat jalan tak menapakinya, namun jalan di atasnya.
Namun, hari terus berjalan dan perjalanan masih membutuhkan waktu yang lama. Beban yang dibawa terasa berat. Beban sungguh memberatkan dibawa oleh bekal itu. Berhenti sejenak, menghirup udara sekitar, merenungkan alam di hutan warna warni, biar merasakan kenyamanan alam tuk melupakan beban yang dibawa bekal. Biar tetap membawa bekal sampai tujuan, meski berat.
Bekal pun mulai tak memberikan rasa enak, terasa sepah rasanya, mau makan pun tak kuasa. Namun pikiran ini telah membutuskan untuk membawanya, makan badan ini harus bertanggung jawab atas keputusan pikiran. Meski badan ingin melepaskannya.
Banda semakin merasa tak nyaman, bahkan berharap bekal ini dibuang, bekal yang awalnya diharapkan selama perjalanan, namun ternyata tak enaknya semakin terlihat dan menyiksa. Menyiksa sang badan yang membawanya sejak awal perjalanan. Badan menyampaikan pendapat ke pikiran, "buanglah bekal ini, aku tak sudi membawanya, buat apa bekal yang dibawa, justru menghambat perjalanan kita", ungkap badan.
Pikiran mulai terbawa apa yang disampaikan oleh badan. Pikiran mulai berhitung dan memahami kondisi, sebab yang dipikirkan oleh pikiran sampai ke tujuan tepat waktu, karena bagi pikiran dan badan juga, waktu itu sangat berharga. Pikiran berkata dalam batin, "buat apa membawa bekal yang awalnya diharapkan untuk membantu sampai tujuan agar lebih cepat sesuai yang direncanakan, malahan justru kenyatannya memberatkan".
Hati yang tadinya tertidur selama perjalanan pun bangun, atas ungkapan keras yang disampaikan oleh badan. Hati mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh mereka berdua. Hati yang terkenal bijak sejenak diam dan memandangi mereka berdua. Suasana menjadi sunyi, senyap dan gelap. Hanya suara angin yang dingin memghantam badan.
"Harapan yang indah sungguh tak mudah didapatkan, harapan yang meneduhkan tak mungkin ada di tempat yang orang dengan mudah mengambilnya, ia tersimpan rapi dan dijaga ketat oleh duri yang harus dilalui, bahkan harus merasakan hujan es dan jalan yang berteping tuk melaluinya, mungkin bekal ini sebagai ujian biar kita bener-bener dapat menahan segala cobaan tuk meraih tujuan", jelas hati.
Badan dan pikiran masih belum menerima penjelasan hati. Seolah hati membarikan harapan yang belum pasti, bahkan tidak pasti. Badan dan pikiran berunding, agar perjalannya tak sia-sia, sebab ada bekal yang diambil di jalan tahun kemarin lusa. Perundingan yang dilakukan oleh badan dan pikiran selesai dan disampaikan ke hati.
"Wahai sahabat hati, engkau selama ini penenangku dan aku percaya, namun kali ini kita berdua ingin buat janji dan jaminan, apabila kita tidak sampai tujuan tepat waktu yang jelas-jelas disebabkan oleh beban ini, apa jaminannya?, dan berikan keyakinan kalau kita bisa sampai tujuan dengan keadaan ringan dan tepat waktu? Kalau tidak bisa, kita pun harus meninggalkan di jalan", ungkap pikiran yang menyampaikan kesepakatan dengan badan.
Hati hanya menjawab singkat, "tak selamanya jalan terjal dan aku akan menyadarkan beban agar dia bisa memposisikan dirinya sebagaimana wujud adanya, bukan sebalik", jawab hati.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini