Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Sosiologi Hukum; Dari Formalisme Ke Anti Foralisme


Sosiologi Hukum; Dari Formalisme Ke Anti Foralisme
Metode dalam mempelajari sesuatu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu yang bukan berarti meninggalkan metode yang lama digantikan metode yang baru, melainkan metode lama diperkaya dengan munculnya metode-metode lain.
Metode Transcendental
Ketidakadaan tatanan yang diartikulasikan secara publik dan positif, mengakibatkan memahami hukum tidak memiliki rujukan yang positif-konkret, melainkan tatanan yang “tertulis dalam pikiran dan sanubari manusia”. Maka metode yang dipakai juga dituntut untuk mengantar pada “wujud hukum” yang demikian, yaitu metode transendental-spekulatif.
Hukum sebagai peraturan yang berasal dari akal untuk kebaikan umum. Konseptualisasi seperti itu menunjukkan adanya latar belakang yang transpositif, yaitu diluar dunia kita ini ada tatanan ideal yang menjadi acuan dari tatanan di dunia ini berupa akal tatanan ketuhanan. Sehingga digunakanlah akal manusia sebagai metode untuk dapat masuk ke dalam fenomena hukum yang transendental.
Metode Analitis-Dogmatis
Metode dogmatis pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari fenomena “the statutoriness of law”. Metode tersebut muncul karena kebutuhan dari kehadiran hukum perundang-undangan tersebut. Hukum yang semula muncul dari hubungan antar manusia secara serta merta, yang disebut juga hukum kebiasaan, berubah menjadi kaidah-kaidah yang sudah dirumuskan secara publik dan positif. Dengan demikian, maka suatu kaidah menurut proses yang disepakati menjadi positif, maka segera pula menjadi sah berlakunya. 
Perkembangan Sosiologi Hukum
Perubahan Masyarakat
Perubahan serta dinamika masyarakat pada abad 20 menjadi sangat penting bagi kemunculan sosiologi hukum. Industrialisasi yang bekelanjutan melontarkan persoalan sosiologisnya sendiri. Dominasi tradisi pemikiran hukum analitis-positivitis sejak abad kesembilan belas perlahan-lahan ditantang oleh munculnya pemikiran yang menempatkan studi hukum tidak lagi berpusat pada perundang-undangan melainkan dalm konteks yang lebih luas.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat menampilakan perkembangan baru yang menggugat masa kebebasan abad sembilan belas. Negara semakin memiliki peran penting dan melakukan campur tangan yang aktif. Struktur politik juga mengalami perubahan besar.
Hukum Alam dan Sosiologi Hukum
Hukum alam itu boleh diibaratkan ruh yang sulit menemukan pemadanan dalam hukum. Seperti dikatakan oleh Wolfgang Friedmann, hukum alam selalu membayangi hukum positif sebagai kekuatan pendorong ke arah pencapaian ideal keadilan. Peranan hukum alam yang demikian itu menyebabkan ketegangan yang tidak pernah dapat dihapuskan antara hukum dengan kehendak masyarakat tentang bagaimana seharusnya hukum itu bekerja.
Pengaruh Filsafat Hukum
Pemikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum. Oleh karena secara tuntas dan kritis, lazimnya watak filsafat, sosiologi hukum menggugat sistem hukum perundang-udangan. dengan hal itulah Gustav Radbruch disebutkan dalam tesisnya “Tiga Nilai Dasar Hukum” berupa keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. Gustav menyebutkan bahwa nilai dasar kegunaan menempatkan hukum dalam kaitan dengan konteks sosial yang lebih besar.
Abad Kedua Puluh Sosiologi Hukum Klasik dan Modern
Philip Selznick membuat periodisasi dalm perkembangan sosiologi hukum ke dalam tiga tahap, sebagai berikut:
1. Tahap Primitif atau Missioner.
Pada tahap ini, banyak dilakukan diskusi teoritis dan analisis terhadap kejadian sehari-hari. Pada taraf tersebut, hukum dan studi terhadap hukum masih dilihat sebagai suatu wilayah tertutup yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang terdidik khusus untuk itu.
2. Tahap keahlian dan Ketrampilan Sosiologis.
Manusia sudah mulai turun ke lapangan untuk melakukan penelitian-penelitian sosiologi hukum. Masa untuk memperkenalkan wawasan sosiologis ke dalam hukum sudah lewat dan dengan keyakinan intelektual dimulai suatu penjelajahan mendalam dengan menggunakan teknik-teknik sosial.
3. Tahap Otonomi dan Kematangan Intelektual.
Sesudah menghimpun cukup banyak kekayaan dari penelitian-penelitian tersebut, maka sosiologi hukum memasuki tahap yang lebih tinggi dari pada hanya “membicarakan soal-soal yang lebih bersifat rinci”. Sosiologi hukum mulai mengarah pekerjaannya kepada sasaran yang lebih besar dan kepada penemuan asas-asas yang di tarik dari penelitian-penelitian tersebut di atas. Ia menegaskan kembali dorongan moral yang menjadi modal baginya, waktu mengawali pembukaan bidang sosiologi hukum .
Negara Modern dan Sosiologi Hukum
Negara Modern
Negara modern sudah menjadi prototipe dari negara-negara di dunia. Sejak kehadiran negara suatu objek penting bagi sosiologi hukum, karena lebih melihat dan mengamati bentuk-bentuk hubungan antar manusia. Dan juga menjadi penting dalam kajian sosiologi hukum karena semua bentuk atau bangunan kehidupan sosial lama harus mundur. Organisasi dunia dimulai dari bentuk-bentuk sederhana dalam bentuk kehidupan sosial yang lahir dalam konteks sosial tertentu dan kemudian berkembang dari waktu ke waktu sesuai konteksnya pula dilihat dari perspektif tersebut.
Faktor-Faktor Kekuatan Sosial
Golongan borjuis berperan dalam munculnya hukum modern. Mereka merasa dirinya berkelas sehingga menginginkan identitas dirinya. Pada waktu itu struktur sosial bersifat otoriter yang memaksakan disiplin pada para anggotanya. Kemunculan golongan borjuis dan kekuatannya dalam mendorong kelahiran hukum modern menjelaskan pada kita bahwa hukum itu berubah dan dibentuk oleh kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Karakteristik hukum modern
Unger mengatakan beberapa karakteristik yang terdapat pada hukum modern:
1. Bersifat publik, dikaitkan kepada kekuasaan terpusat.
2. Bersifat positif, merupakan kaidah yang dipositifkan.
3. Bersifat umum, untuk semua golongan dalam masyarakat.
4. Bersifat otonom secara subtantif, institusional, metodologis dan okupasional.
Hukum dan Habitatnya
Secara sosiologis mengenai habitat hukum, yaitu lingkungan yang memungkinkan suatu tipe tertentu muncul dan bekerja. Tipe hukum berbeda pada habitat tertentu dalam tipe yang satu dengan yang lainnya. Dari waktu kewaktu perubahan hukum dari tipe satu ke tipe yang lain, sesuai dengan pola perkembangan masyarakatnya. Tingkat kesiapan tersebut juga akan mempengaruhi dalam menggunakan sistem hukum dengan tipe-tipe yang berbeda.
Hukum Modern di Luar Eropa
Perkembangan karakteristik di Eropa disebabkan oleh perbedaan habitat yang menimbulkan persoalan tersendiri yang khas, jika disandingkan dengan bangsa di kawasan Asia . Di Asia, ternyata predisposisi budaya memainkan peran yang penting. Khususnya asia timur tampak nyata bahwa sistem hukum modern digambarkan dalm bentuk rule of law. Dimana perkembangan dilambnagkan dengan muatan nilai dan budaya yang khas. Hukum modern melambangkan pada perkembangan ideologi pembebasan individu.
Sosiologi dari Hukum Modern
Hukum modern yang semakin spesialistis, penuh dengan idiosinkrasi dan mengakum moderlami isolasi sosial, akan menimbulkan persoalan-persoalan sosiologis. Membandingkan secara ekstrim antara hukum modern danhukum kuno akan memberikan perspektif sosiologis tersendiri. Hukum modern memiliki semua kelengkapan dan perlengkapan untuk dapat bertindak secara jah lebih keras dari pada hukum kuno. Ini akan menimbulkan kantong-kantong sosiologis di tengah berlakunya hukum modern dapat disebabkan oleh kekakuan struktur formal hukum itu sendiri sehingga menimbulkan efek diskriminatif.
Perspektif Ilmu Pengetahuan Dari Sosiologi Hukum
Dari perspektif ilmu pengetahuan, sosiologi hukum sebagai suatu disiplin ilmu tergolong masih muda. Sosiologi hukum termasuk ke dalam kategori ilmu nomografik yang bertumpu pada deskripsi dan penjelasan. eksplorasi kebenaran dilakukan oleh penelitian-penelitian sosiologi hukum yang pada akhirnya menemukan “kebenaran baru” atau mengungkap hal-hal yang sebelum itu belum difikirkan orang. Yang menjadi perhatian sosiologi hukum bukanlah peraturan yang mengandung muatan abstrak, melainkan apa yang teramati dalam kenyataan.
Dengan demikian hukum adalah hukum bukan karena peraturannya mengatakan demikian, melainkan karena teramati dalam kenyataan. Dalam istilah Black yang teramati dalam kenyataan adalah struktur sosial.
Paradigma Hukum
Hukum mempunyai paradigma, yakni perspektif dasar. Dengan mengetahui paradigma yang ada di belakang hukum kita dapat memahami hukum  lebih baik daripada jika kita tidak dapat mengetahuinya. Paradigma ada bermacam-macam dan sebagai akibatnya, hukum juga mengekspresikan bermacam hal sesuai dengan perspektif dasarnya. Dengan ini maka sosiologi hukum akan mampu menjelaskan lebih baik subjek yang dipelajarinya. Paradigma hukum sebagai nilai, ideologoi, institusi sosial, dan rekayasa sosial.
Hukum sebagai Sistem Nilai
Adalah nilai sehingga hukum dapat dilihat sebagai sebuah nilai pula. Hukum sebagai perwujudan nilai memiliki arti, bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dengan demikian, maka di dalam hukum masih terdapat kandungan moral. 
Misalnya Bangsa jepang memiliki cara yang unik untuk menerima hukum modern dan mempertahankan cagar nilai asli Jepang. Cara itu adalah dengan menerima hukum modern sebagai formal dipermukaan (tatemae), sedangkan kehidupan sehari-hari tetpa berjalan berdasarkan nurani Jepang (hone).
Hukum Sebagai Ideologi
Karl Marx dapat disebut sebagai sosiolog hukum pada saat mengemukakan pendapatnya tentang pengadilan terhadap pencurian kayu di tahun 1842-1843. Ia mengatakan bahwa hukum adalah tatanan peraturan untuk kepentingan kelas orang berpunya dalam masyarakat. Melalui pendapat tersebut maka ideologi sebagai paradigma hukum pertama-tama dirumuskan.
Menurut Marx, maka hukum merupakan bangunan atas yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan-kekuatan dalam sektor ekonomi. Seperti dalam kasus pencurian kayu tersebut, maka golongan ekonomi yang kuat muncul sebagai pemenang dan hukum pun memihak pada kepentingan mereka.
Hukum Sebagai Institusi
Institusi adalah suatu sistem hubungan sosial yang menciptakan keteraturan dengan mendefinisikan dan membagikan peran-peran yang saling berhubungan di dalam institusi. Pihak dalam institusi menemapati dan menjalankan perannya masing-masing, sehingga mengetahui apa yang diharapakan orang darinya dan apa yang diharapkannya dari orang lain.
Hukum Sebagai Rekayasa Sosial
Hukum saat ini berubah menjadi impelementasi keputusan politik dan dengan kehilangan akarnya pada kehidupan tradisional. Penggunaan paradigma rekayasa sosial menekankan pada efektivitas hukum, yang umumnya diabaikan pada studi hukum tradisional yang lebih menekankan  pada struktur dan konsistensi rasional dari  sistem hukum. Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak dapat di lepaskan dari anggapan serta paham bahwa hukum itu merupakan sarana (instrumen) yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Dengan demikian, maka hukum sudah memasuki kawasan politik, karena hukum sudah menjadi sarana impelementasi keputusan-keputusan politik.
Aliran Sosiologi Hukum
1. Aliran positif
            Aliran positif hanya ingin membicarakan kejadian yanng dapat diamati dari luar secara murni. Donald Black eksponen aliran aliran positif menyatakan prihal terjadinya kekaburan antara ilmu (science) dan kebijaksanaan (policy) dalam sosiologi hukum. Kendati para sosiolog hukum saling mengkritik satu sama lain, tetapi menurut black, itu semua dilakukan dalam kerangka mendiskusikan atau meneliti masalah-masalah kebijaksanaan (policy implications). Black menolak cara kerja yang melibatkan aspek kejiwaan dalam sosiologi. Seorang sosiolog hukum tidak pantas berbicara mengenai sosiologi hukum sebagai borjuis, liberal, pluralis. Menurutnya sosiologi hukum harusnya hanya melihat pada fakta-fakta seperti putusan hakim, polisi, jaksa, dan pejabat administratif.
2. Aliran normatif
Aliran normatif ini pada dasarnya menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya fakta yang teramati, tetapi juga suatu institusi nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan hukum berkerja untuk mengekspresikan nilai tersebut dalam masyarakat. Philip Selznick, Jerome Skolnick, Philippe Nonet dan Charlin adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan apa yang disebut sebagai “ The Berkeley Perspective”. Menurut mereka sosiologi hukkum hendaknya mempelajari landasan sosial (social foundations) yang ada dalam ideal legalitas.
            Menurut aliran normatif, kajian-kajian sosiologis bersifat derivatif, itu tidak dapat dipisahkan dari berbagai institusi primer, seperti poltik, hukum, dan ekonomi. Sosiologi memperkaya pemahaman kita terhadap kondisi untuk mencapai demokrasi, keadilan, efisiensi, dan keakraban.
Teori Sosiologi Hukum
1. Teori Klasik
Eugen Ehrlich, seorang profesor Austria, termasuk sosiologiwan hukum pada era klasik, bersama-sama dengan Durkheim dan Max Webber. Pada tahun 1913. Ia menjadi terkenal dengan konsep “living law”. Dalam pengantar buku tersebut Roscoe Pound mengatakan bahwa berbeda dengan pemikiran sosiologi hukum sebelumnya, seperti Madzhab Sejarah yang bersifat metafisis dengan subjek individu yang abstrak, maka Ehrlich membicarakan hubungan antara kelompok dan sosial.
2. Teori Makro: Durkheim dan Max Webber
Teori Makro menjelaskan hubungan atau kaitan antara hukum dengan bidang-bidang lain di luarnya, seperti budaya, politik, dan ekonomi. Dengan memberikan penjelasan tersebut, teori makro ini memberi tahu kepada kita bahwa tempat hukum adalah dalam konteks yang luas yaitu hukum tidak dapat dibicarakan terlepas dari korelat-korelat hukum tersebut
Durkheim terobsesi oleh keinginan untuk menjelaskan, mengapa manusia hidup bermasyarakat, sedang pada dasarnya dilahirkan sebagai individu. Teori Durkheim untuk menjelaskan fenomena tersebut mengajukan konsep solidaritas yang mendasari pembentukan masyarakan manusia. Untuk mendukung teori tersebut Durkheim menegaskan bahwa yang asli itu bukan individu melainkan sosial (the primacy of the social).
3. Membuat Teori Emperik 
Beberapa proposisi yang dibangun Donald Black berdasarkan pengamatan dan kuantifikasi data emperik :
  1. Hukum akan lebih beraksi apabila seseorang dengan status tinggi memperkarakan orang lain dari status lebih rendah, daripada sebaliknya.
  2. Hukum berbeda-beda menurut jarak sosial. Hukum makin berperan dalam masyarakat dengan tingkat keintiman yang lemah dibanding sebaliknya.
  3. Apakah seorang polisi akan melakukan penahanan ditentukan oleh banyak faktor, yaitu ras tersangka, berat ringannya kejadiaan, barang bukti yang didapat, sikap terhadap polisi dan lain-lain.
  4. Jumlah peraturan bagi golongan dengan status tinggi lebih besar daripada bagi golongan lebih rendah.
Beberapa Pilihan Masalah
Arti Sosial dari Hukum
Sebagai ilmu emperik, sosiologi hukum mengamati bagaimana hukum dengan semua karakteristik tersebut di atas diterapkan dan digunakan dalam dan dipakai oleh masyarakat. Pada saat hukum itu dijalankan (dalam masyarakat) terjadilah interaksi antara hukum dan perilaku masyarakat yang menggunakannya. Masyarakatpun memberikan makna-makna sendiri terhadap hukum. Pemaknaan masyarakat atau pemaknaan sosial terhadap hukum memperoleh perhatian tersendiri dalam sosiologi hukum. Sosiologi hukum berbicara mengenai makna sosial hukum.
Hukum, dalam hal ini lawyer’s law, secara ketat membatasi pengertian-pengertian hukum dengan memberi isi makna secara khusus, seperti tindak pidana, percobaan, pertanggungan jawab, dan asas-asas seperti “dimana tidak ada kepentingan tidak ada gugatan”, penguasaan adalah alas hak yang sempurna. Bagi kalangan ahli hukum dan profesi, makna-makna tersebut merupakan semacam harga mati yang tidak dapat diubah-ubah.
Makna sosial diberikan kepada hukum melalui kontak-kontak dengan lingkungan sosial di mana hukum itu diterapkan. Dari pengamatan emperis, sosiologi mengatakan, peraturan hukum itu tidak dapat memaksakan agar isi peraturan dijalankan secara mutlak, melainkan dalam banyak hal dikalahkan dengan struktur sosial di mana hukum itu dijalankan. Struktur sosial menjadi faktor penentu pula dalam hukum dan masyarakat pun sebenarnya turut membentuk hukum dengan memberi makna sosial kepadanya.
Perilaku Sebagai Hukum
Perhatian sosiologi hukum terhadap perilaku tersebut semata-mata disebabkan oleh kesetiaan sebagai ilmu empiris yang berangkat dari pengamatan terhadap fenomena eksternal dari hukum. Melakukan deskripsi emperis berarti ingin melihat bagaimana hukum menampakkan diri dalam kenyataan sehari-hari, seperti bagaimana Undang-undang dijalankan, bagaimana praktik dari orang-orang yang berkewajiban melaksanakan hukum dan lain sebagainya.
Dengan pendekatan dan cara melihat hukum seperti itu, maka sosiologi hukum ingin bersikap netral, tidak menilai dan menghakimi. Di sinilah sosiologi hukum berbeda dari ilmu hukum yang biasa dihadapi oleh para mahasiswa di fakultas hukum. Pendidikan di fakultas hukum dirancang untuk menghasilkan praktisi hukum, seperti hakim, jaksa, dan advokat. Pendidikan yang demikian itu disebut pendidikan profesi. Di situ sejak semula para mahasiswa disiapkan untuk melihat kenyataan dalam masyarakat menurut Undang-undang dan menghakimi kenyataan dalam masyarakat menurut bunyi Undang-undang tersebut.
Seperti disebutkan di atas, sosiologi hukum tidak melihat hukum dari sisi itu, melainkan sebagai kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Untuk bisa melakukan pengamatan yang demikian itu, maka pertama diperlukan kesediaan untuk meninggalkan pemahaman secara normatif, artinya menghakimi, menghukumi dan menilai kenyataan dari kaca mata peraturan hukum.
Struktur Sosial Hukum
Struktur yuridis hukum terbentuk melalui sejarah yang panjang, sampai akhirnya mencapai bentuknya sekarang ini. Bentuk yang mapan ini memberi struktur baik, kepada hukum sebagai proses, maupun sebagai institusi. Institusi dan proses yang akan dibicarakan adalah pembuatan hukum, pengadilan, advokat, dan polisiItu struktur yuridis pengadilan. 
Tetapi, apabila kita membicarakannya dari disiplin sosiologi hukum, maka yang kita amati dan diskusikan adalah bukan struktur yuridis tersebut, melainkan struktur sosialnya. Seperti sudah diuraikan pada bagian lain, maka sosiologi hukum memperhatikan lembaga-lembaga hukum tersebut dalam konteks sosial yang lebih besar. Dengan demikian, ia tidak diwajibkan untuk mengamati dan mengukur pengadilan dari sudut perundang-undangan, melainkan dari penampilan sosial dan sosiologisnya
Berbagai struktur, kelembagaan dan proses dalam masyarakat berada dan bekerja berdampingan dengan hukum. Bahkan dapat juga dikatakan, hukum merupakan bagian dari proses sosial yang lebih besar, tetapi biasanya dikatakan, antara hukum dan masyarakat terhadap hubungan saling memasuki dan saling mempengaruhi.
Lembaga Hukum
Pembuatan Undang-Undang
Pada tingkat peradaban dunia yang disebut modern sekarang ini, pembuatan Undang-undang merupakan pekerjaan dan bidang tersendiri. Pemisahan fungsi-fungsi besar dalam negara modern menampilkan bidang besar pembuatan Undang-undang (legislation), pemerintahan (executive), dan peradilan (judiciary).
Pembuatan Undang-undang tidak dapat kita lokalisir secara mutlak sebagai institusi yang fungsinya membuat Undang-undang. Ide perwakilan rakyat muncul sejak rakyat dianggap sebagai berdaulat, sehingga rakyatlah yang menentukan apa yang akan dijalankan dalam negara, termasuk hukumnya. Tetapi karena jumlah yang besar, mereka tidak dapat berkumpul untuk mengambil keputusan, sehingga diperlukan badan perwakilan rakyat.
Pengadilan 
Urusan atau pekerjaan mengadili adalah salah satu dari sekian banyak fungsi yang harus ada dan dijalankan oleh masyarakat, sebagai respons terhadap adanya kebutuhan tertentu. Mengadili merupakan pekerjaan yang dibutuhkan untuk membuat masyarakat menjadi tenteram dan produktif. Di dalam masyarakat akan selalu muncul persoalan di antara para anggotanya yang harus diselesaikan. Persoalan-persoalan yang tidak diselesaikan menjadi gangguan bagi ketenteram dan produktivitas masyarakat. Suatu institusi mesti dimunculkan untuk menjalankan fungsi tersebut dan ia adalah pengadilan. Secara sosiologi harus dikatakan bahwa pengadilan-pengadilan yang dilakukan di luar Pengadilan Negeri adalah tempat-tempat yang lebih jujur, asli dan alami menjalankan peradilan. 
Advokat
Tempat advokat dalam proses peradilan adalah bersama-sama atau berdampingan dengan jaksa dan hakim, di mana masing-masing menjalankan tugasnya dalam suatu sistem pembagian kerja. Pembagian kerja disini memiliki sifat yang unit, di mana advokat berperan mengontrol jaksa dan hakim, sehingga kedudukan mereka menjadi berhadap-hadapanTugas advokat menjadi ganda, yaitu di samping (1) mengontrol pejabat peradilan, (2) ia juga harus memberi bantuan atau melayani keinginan nasabahnya. 
Polisi 
Kepolisian membantu memasyarakatkan individu. Individu didorong untuk menjalankan peranannya sebagai bagian dari tatanan yang ada di masyarakat. Dengan menerima peranannya tersebut, bersama-sama dengan para pemegang peranan yang lain individu membentuk suatu jaringan sistem peranan dalam masyarakat. Tercipta proses-proses yang harmonis yang menyebabkan masyarakat mengalami suatu produktivitas dalam berbagai segi kehidupannya, seperti sosial, politik dan ekonomi. 
Untuk memelihara ketertiban sebagai tujuan sosial, polisi akan melakukan apa yang dianggapnya perlu untuk itu. Tetapi, ia tidak memiliki kebebasan seperti itu, karena di sisi lain polisi juga diikat oleh hukum.


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini