Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Kebenaran; Antara Relatif dan Absolut

Sejenak menenangkan segala aktifitas, merenungkan sesuatu yang ada di sekitar kita, sebab keberadaan sesuatu yang ada bukan tanpa ada awalan dan proses. Dulu para filosof untuk mengisi waktu dan merenungkan alam semesta ini berawal dari diskus-diskusi kecil yang mereka pertanyaan dalam sebuah pertanyaan yang singkat.
Dalam mengawali diskusi dari pertanyaan yang sangat sederhana, "apa bahan utama alam semesta ini?" Itulah pertanyaan yang dilontarkan. Meski pertanyaannya sederhana, namun jawaban para filosof berbeda-beda, hingga kemudian mewacanakan sesuatu yang ada dan yang tidak ada, sesuatu yang relatif dan sesuatu yang absolut.

Mengapa demikian, dari sini muncullah sebuah pertanyaan Apakah yang tidak ada (metafisik) itu diada-adakan yang ada (fisik), atau yang tidak ada yang mengadakan sesuatu yang ada dari sesuatu yang tidak ada. Sesuatu yang ada bisa kita melihat dan kita ukur, kerena wujudnya nyata adanya dan nampak dan bisa dirasakan oleh indera.
Sedangkan sesuatu yang tidak ada kita tak mampu membuktikannya secara inderawi, yang pada akhirnya kita pun hanya bisa meyakini dan mengimani. Dari sini kemudian lahir wacana teologi (ilmu kalam) yang didiskusikan pada mutakallimin atau para teolog, baik di timur maupun di barat.
Pada akhirnya para teolog atau mutakallimin antara satu dengan yang lain memiliki pemikiran tersendiri dalam memahami sesuatu yg tidak ada (tidak wujud). Perbedaan pemikiran dalam sesuatu yang tak terindera (tidak wujud) yang demikian merupakan hal yang wajar pada sesuatu yang tidak ada (tidak wujud). Sebab sesuatu yang ada (yang wujud) saja terkadang masih diperselisihkan, apalagi yang tidak ada, yang tentu semakin diperselisihkan.
Terus kemudian siapa yang benar dari perbedaan pemikiran terhadap sesuatu yang tak terindera ini? Apakah salah semua pemikirannya, atau betul semu? Atau ada yang betul satu dan yang lain salah semuanya?. Menjawab ini tak semudah yang kita bayangkan, sebab juri yang menilai benar-salah ini tak ada.
Kalau pun ada juri dari klompok pemikir itu tentu keputusannya tak dapat dibenarkan, sebab jurinya sendiri tak mampu mengindera sesuatu yang tak wujud itu. Meskipun kdbenaran ini tak mampu dibuktikan, sdtidaknya para pemikir saling toleran dan saling memahami, bahwa itulah cara mereka memahami yang tak wujud
Sehingga bagi para teolog, perbedaan dalam pemikiran sudah menjadi sebuah keniscayaan dan toleransi dalam pemikiran menjadi sebuah keharusan. Para teolog tahu bahwa yang mereka lakukan adalah berusaha mencapai kebenaran itu dengan akal yang ia miliki. Selain itu, bagi para teolog kebeneran hakiki dikembalikan pada Dzat Yang Maha Mengadakan sesuatu yang tak terindera dan yang terindera.
Itulah diskusi yg hanya diawali sbuah prtanyaan yg sederhana "apa bahan utama alam semesta ini?" #Selamat Malam Minggu dan Selamat Berkencan.



Malam Minggu, 28 Nopember 2015.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Makalah

Info

Opini