Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Makalah Ijtihad (3) : Dasar Hukum Ijtihad


Kegiatan ijtihad merupakan hal yang paling mendasar dari dasar-dasar syari’ah. Sebab dari sinilah yang kemudian melahirkan hukum-hukum yang ada di dalam hukum Islam. Sebagaimana yang diungkapnya oleh Wahbah al-Zuhaili dalam Kitab Ushul al-Fiqh al-Islami yang menyatakan bahwa banyak sekali dalil yang menunjukkan bolehnya melakukan ijtihad, baik secara eksplisit maupun secara implisit.[1]
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa’: 105.
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا) ١٠٥ (
Artinya     : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat” (QS. An-Nisa: 105).[2]
Selain dalam surat An-Nisa’ di atas yang dijadikan landasan kesyari’atan ijtihad, para ulama juga melandasakan dasar hukum ijtihad dalam surat al-Rum: 21, sebagaimana dalam firman Allah SWT sebagai berikut:
اِنَّ فِى ذَلِكَ لِاَ يَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ ) ۲١ (
Artinya     : “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir”(QS. al-Rum: 21)[3]

Kebolehan dalam melakukan ijtihad secara jelas dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW, di antara hadits yang menjelaskan tentang ijtihad adalah hadits yang diriwayatkan oleh Amr bin Ash:

اَلْحَاكِمُ اِذَا اجْتَهَدَ فَاَصَابَ فَلَهُ اَجْرَانِ وَاِنِ جْتَهَدَ فَاَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ وَاحِدٌ. (بخارى و مسلم (
Artinya     : “Hakim apabila  berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala”.(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Selain itu juga hadist diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, sebagai berikut:

عَنْ أُناَسٍ مِّنْ اَهْلِ حَمَص مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذ بْنِ جَبَلِ إِنَّ رَسُوْلُ اللهِ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا الِيَ الْيَمَنِ قَالَ: كَيْفَ تَقْضِ إِذَاعَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟ قَالَ: أَقْضِى بِكِتَابِ اللهِ. قَالَ: فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ الله؟ قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ. قَالَ: فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ وَلَا فِي كِتَابِ اللهِ؟ قَالَ: اَجْتَهِدُ رَايْئِ وَلَاآلُوْ. فَضَرَبَ رَسُوْلُ اللهِ صَدْرَهُ وَقَالَ: اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ وَفَّقَ رَسُوْلَ رَسُوْلِ اللهِ لَمَّا يَرْضَي رَسُوْلُ اللهِ  (رواه ابوداود (
Artinya     : “Diriwayatkan dari penduduk homs, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa Rasulullah saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman, beliau bertanya: apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum, bagaimana kamu memutuskannya?, Muadz menjawab:, Saya akan memutuskan berdasarkan Al-Qur’an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu tidak kamu temukan dalam Al-Qur’an?, Muadz menjawab:,Saya akan memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi bertanya:, Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al-Qur’an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama. Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau, seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridloi-Nya.”(HR.Abu Dawud).



[1] Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz. II, op.cit., hlm. 328.
[2] Lihat Departemen Agama, op.cit., hlm. 95.
[3] Ibid., hlm. 407. Lihat juga di QS. al-Nahl: 11, 69, QS. al-Ra’d: 3, QS. al-Zumar: 42 dan QS. al-Jatsiyah: 13.



Baca Selengkapnya Makalah Ijtihad di sini:





Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini