Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Makalah Ijtihad (5) : Syarat Ijtihad (Menjadi Mujtahid)


Ijtihad merupakan tugas suci keagamaan yang bukan sebagai pekerjaan mudah, tetapi pekerjaan berat yang menghendaki kemampuan dan persyaratan tersendiri. Sehingga ijtihad ini tidak dapat dilakukan oleh tiap orang. Memang Islam tidak memilah-milah para pemeluk Islam dalam kelas-kelas tertentu, dan menyangkut ijtihad pun setiap orang berhak melakukannya, tetapi masalahnya bukan di situ. Karena ijtihad suatu bentuk kerja keras yang memerlukan kemampuan tinggi. Oleh sebab itu, tidak semua orang akan dapat melakukannya, sekalipun mereka tetap memiliki hak untuk itu.
Dalam kaitannya ijtihad ini dalam kajian ushul fiqih, para ulama telah menetapkan syarat-syarat tertentu bagi seseorang yang akan melakukan ijtihad. Menurut al-Ghazali, seorang mujtahid memiliki syarat sebagai berikut:[1]
1)     Mengetahui dan menguasai ilmu syara’ dan dapat melihat dzan yang sesuai dengan syar’i dengan mendahulukan apa yang wajib didahulukan dan sebaliknya.
2)     Hendaknya seseorang itu bersikap adil, menjauhi maksiat yang dapat mencemarkan sifat dan sikap keadilannya karena ini menjadi landasan apakah fatwanya dapat menjadi pandangn atau tidak.
Sedangkan menurut al-Syatiby dalam mensyaratkan mujtahid sebagai berikut:[2]
1)     Mengerti dan faham akan tujuan-tujuannya sayriat dengan sepenuhnya, secara keseluruhan.
2)     Mampu melakukan istinbat berdasarkan kepahaman terhadap tujuan syariat tersebut.
Mengenai syarat-syarat ijtihad ini, al-Syawkani berpendapat bahwa seorang mujtahid, 1) mengetahui al-Qur’an dan hadits, 2) Mengetahui Ijma’, 3) mengetahui bahasa Arab, dan 4) mengetahui Ushul Fiqih. Lainnya, al-Ghazali, al-Syatiby dan al-Syawkani, sebagaimana yang dikutib oleh Wahbah al-Zuhaily dari pendapat al-Amadi dan al-Baidlawi, berkaitan syarat mujtahid ini, mereka berdua mensyaratkan:[3]
1)     Mengtahui apa yang ada pada uhan dari sifat-sifat yang wajib, Percaya pada rasul dan apa yang dibawa olehnya, dari mukjizat-mukjizat dan ayat-ayat yang nyata. Sehinnga pendapat dan hukum yang ia Dia sandarkan itu memang nyata dan benar. Dan tidak disyaratkan baginya mengetahui ilmu kalam secara detail, cukup mengetahui perkara dengan global.
2)     Hendaknya dia seorang yang pandai (alim) dan bijaksana (arif) tentang keseluruhan hukum syariat dan pembagiannya.
Lebih rinci lagi, Wahbah al-Zuhaili mensyaratkan sebagai berikut:[4]
1)    Mengerti dengan makna-makna yang terkandung oleh ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an baik secara bahasa maupun menurut istilah syariat.
2)    Mengetahui tentang hadist-hadist hukum baik secara bahasa maupun dalam pemakaian syariat.
3)    Mengetahui tentang mana ayat atau hadist yang telah di mansukh dan mana yang menjadi penggantinya.
4)    Mempunyai pengetahuan tentang ijma’ dan mengetahui tempat penerapannya.
5)    Mengetahui seluk beluk qiyas.
6)    Mengetahui ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya (Nahwu dan Shorof).
7)    Menguasai ilmu Fiqh.
8)    Mampu menangkap tujuan syariat dalam merumuskan suatu hukum.
Persyaratan-persyaratan ijtihad di atas merupakan usaha para ulama yang sangat penting untuk dipenuhi dan diperhatikan oleh seseorang yang akan menetapkan hukum, karena dalam ijtihad itu menggali hukum Allah yang terkandung di dalam nash-nash. Sehingga mengeluarkan sebuah hukum yang atas dasar al-Qur’an dan sunnah, bukan dilakukan atas kehendak hawa nafsu.



[1] Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, op.cit., hlm. 170-171.
[2] Ibrahim bin Musa Abu Ishaq al-Syatiby, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz. IV, Mesir: Maktabah al-Tijariyah al-Kubro, t.th., hlm. 105-106.
[3] Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz. II.,op.cit., hlm. 332.
[4] Ibid, hlm. 333-337.


Baca Selengkapnya Makalah Ijtihad di sini:




Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini