Selama
ini, dzikir atau amalan dzikir hanya sebatas pada kegiatan membaca tasbih,
tahlil tahmid, takbir dan sebagainya. Bila ada orang yang jarang atau tidak pernah
mengikuti majelis dzikir akan dicap tidak ahli dzikir. Anggapan ini muncul
sebab makna dzikir hanya terbatas pada ucapan yang berupa puji-pujian kepada
Allah.
Ini berbeda dengan penjelasan Imam
an-Nawawi, dalam Kitab al-Adzkar, ia mengatakan bahwa kemuliaan dzikir
tidak hanya sebatas pada kegiatan membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir
dan serupanya saja, akan tetapi setiap amal perbuatan yang dilakukan karena
Allah, sebagai wujud rasa taat --menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya-- itu adalah termasuk orang yang berdzikir kepada Allah.
Mengenai hal ini, Atha’ r.a.
mengatakan:
مجالس الذكر هى
مجالس الحلال والحرام كيف تشترى وتبيع وتصلى وتصوم وتنكح وتطلق وتحج وأشباه ذلك
Artinya: “Majelis dzikir adalah majelis
yang di dalamnya terdapat sesuatu yang halal dan haram, seperti halnya
bagaimana ia melakukan aktifitas jual beli, melakukan shalat, puasa, haji,
talak dan lain-lain”
Memahami pernyataan dari sahabat Atha
di atas, maka segala aktifitas orang Islam yang itu dilakukan sebagai rasa
ketaatan kepada Allah, maka itu adalah dzikir, sebagai contoh melakukan perbuatan
baik, menjauhi larangan Allah dan sebagainya, adalah termasuk aktifitas dzikir.
Dengan demikian, aktifitas dzikir
tidak hanya sebatas pada ucapan yang berisi puji-pujian kepada Allah, melainkan
juga perbuatan orang muslim yang sesuai dengan aturan agama Islam. Lebih singkat
lagi, dzikir bisa berupa ucapan, bisa pula berupa perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar