Kerangka Metodologi Pemikiran Ibnu Taymiyyah
Ibnu Taimiyyah
adalah cermin pribadi yang mampu membangkitkan rasa kagum yang dalam pada
sebagian masyarakat yang sekaligus juga caci maki pada sebagian yang lain. Para
penyanjung memuja dan menghormatinya
sebagai seorang wali, sedang orang-orang yang menentangnya melemparkan
kutukan dengan segala caci maki karena ia dianggap melanggar batas dan
melakukan penyelewengan. Anggapan negatif mereka biasanya terungkap dalam
bentuk makian tajam dan kadang juga deraan fisik yang memilukan.[1]
Dasar pijakan
pendekatan yuridis Ibnu Taimiyyah adalah mazhab Hanbali, mahzab hukum islam
yang paling ortodoks. Mazhab ini ditandai dengan ketundukan yang tegas kepada
teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah, dua sumber teologi dan hukum Islambagi para
pemimpinnya.[2]Metode
mereka bertentangan dengan dengan metode Asy’ariyyah, aliran yang lebih dominan
dan mengadopsi metode rasional dan logika dalam menjelaskan dasar-dasar
keimanan yakni teologi. Ketika Ibnu Taimiyyah masih hidup, Asy’ariyyah telah
lama memapankan diri sebagai penerjemah resmi mazhab Sunni dalam Islam setelah
mazhab yang lain lebih berorientasi kepada filasafat Mu’tazilah. Namun jika Asy’ariyyah banyak menolak
penafsiran Mu’tazilah, maka mereka tidak menolak metode argumentasi rasional
kaum Mu’tazilah bahkan seringkali justru berusaha memadukan keduanya.
Di sisi lain,
Mazhab Hanbali secara konsisten menolak
untuk berpola pikir yang menyimpang dari Al-qur’an dan Sunnah. Sikap ini pula
yang membedakan mereka dengan Mu’tazilah. Pada masa kejayaan Mu’tazilah atau
selama dinasti Abbasiyyah dikendalaikan oleh Al-Makmun, Ahmad ibn Hanbali
selalu ditekan dan sering dipenjarakan
karena pendapat-pendapatnya dalam masalah-masalah tertentu. Demikian juga Ibnu
Taimiyyah yang berlatar belakang mazhab Hanbali tidak leluasa untuk
mengembangkan diri dalam suasana yang didominasi oleh metodologi Asy’ariyah
seperti halnya sufisme, tetapi juga metodologinya secara utuh dan
pembaharuan-pembaharuan yang
ditawarkannya belum menyentuh semua mazhab hukum islam termasuk mazhab ibn Hanbali.[3]
Esensi metodologi
Ibn Taimiyyah dapat diketahui dari uraiannya pada pengantar buku Ma’arij
al-Wusul sebagai berikut:[4]
Nabi Muhammad
telah menjelaskan agama, akar-akar dan cabang-cabangnya, baik sisi lahir maupun
batin maupun sisi doktrin dan praktisnya.Mengetahui agama tersebut berarti
memahami dasar-dasar pengetahuan dan keimanan. Artinya, seseorang yang berusaha
mengkaji agama itu akan semakin dekat dengan kebenaran baik secara intelektual
maupun praktek. Segala aspek praktis agama yang dikatakan orang sebagai
cabang-cabang syari’ah atau hokum yelah dijelaskan nabi degan cara yang paling
mengenai sasaran. Tidak ada perintah dan larangan Allah swt yang secara utuh
tidak dijelaskan oleh nabi karena Allah swt berfirman : “Hari ini telah Aku
sempurnakan untukmu agamamu”[5]
dan juga firman: “Sungguh Kami telah menurunkan kitab kepadamu untuk
menjelaskan segala sesuatu dan memberikan petunjuk, rahmat serta janji kepada
orang-orang Islam”.
Selengkapnya Baca Makalah tentang Politik Masa Pertengahan: Pemikiran Ibnu Taimiyyah tentang Keadilan sebagai Esensi:
[1]Khalid Ibraham Jindan,
Teori Pemerintahan Islam menurut Ibnu Taimiyah, terj:Mufid, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1994, hal. 24
[2]Qomarudin Khan, The
Political Thought of Ibn Taymiyah, Delhi, Adam Publisher & Distributor,
1992, hlm. 3
[3]Khalid Ibraham Jindan,
Teori Pemerintahan Islam … hal. 27
[4] Khalid Ibraham Jindan,
Teori Pemerintahan Islam… hal. 27
[5]QS. Al-Maidah ayat 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar