- Prosedur
Pengajuan Talak
Menurut ketentuan
hukum islam, talak adalah termasuk salah satu hak suami, Allah menjadikan hak talak
di tangan suami, tidak menjadi hak talak di tangan orang lain, baik orang lain
itu isteri, saksi ataupun pengadilan.[1]
Sebagaimana dalam firman Allah sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka..... (QS. Al-Ahzab:
49).
Oleh karena itu, talak
itu menjadi hak suami dan suami berhak sewaktu-waktu menggunakan haknya itu.[2]
Setelah mereka berdua sudah berusaha untuk menyatukan kembali rumah tanggannya,
tetapi tetap saja tidak bisa terlaksana hal tersebut.
Adapun tata cara
perceraian secara administratif secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 (selanjutnya disebut UUPA). Dimana perceraian hanya dapat terjadi
dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan melakukan usaha
mendamaikan kedua belah pihak. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 65 UUPA
dan KHI ppasal 115.
Pasal 65 UUPA.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
Pasal 115 KHI
Perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Apa bila dilihat
dari aspek subjek hukum atau pelaku yang mengawali terjadinya perceraian dapat
dibagi dalam dua aspek[3]
1.
Cerai Talak
(Suami yang Bermohon untuk Bercerai)
Apabila suami mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk menceraikan istrinya, kemudian sang istri
menyetujuinya disebut cerai talak. Adapun prosedur cerai talak, sebagaimana diatur
dalam pasal 66-72 UUPA.
Pasal 66
(1)
Seorang suami yang beragama Islam yang
akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk
mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
(2)
Permohonan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
(3)
Dalam hal termohon bertempat kediaman
di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon.
(4)
Dalam hal pemohon dan termohon
bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
(5)
Permohonan soal penguasaan anak,
nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan
bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.
Pasal 67
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas
memuat:
a.
nama, umur, dan tempat kediaman
pemohon, yaitu suami, dan termohon, yaitu istri;
b.
alasan-alasan yang menjadi dasar cerai
talak.
Pasal 68
(1)
Pemeriksaan permohonan cerai talak
dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)
Pemeriksaan permohonan cerai talak
dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku
ketentuan-ketentuan Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83.
Pasal 70
(1)
Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa
kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan
perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
(2)
Terhadap penetapan sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
(3)
Setelah penetapan tersebut memperoleh
kekuatan hukum tetap, Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak,
dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang
tersebut.
(4)
Dalam sidang itu suami atau wakilnya
yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar
talak, mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
(5)
Jika istri telah mendapat panggilan
secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak
mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa
hadirnya istri atau wakilnya.
(6)
Jika suami dalam tenggang waktu 6
(enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat
panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan
perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
Pasal 71
(1)
Panitera mencatat segala hal ihwal
yang terjadi dalam sidang ikrar talak.
(2)
Hakim membuat penetapan yang isinya
menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan
tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.
Pasal 72
Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71
berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), serta Pasal 85.
2. Cerai
Gugat (Istri yang Memohon untuk Bercerai)
Cerai gugat adalah ikatan yang putus sebagai
akibat pemohonan yang diajukan dari istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian
termohon (suami) menyetujuinya.[4]
Sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud. Prosedur cerai talak
sebagaimana diatur dengan jelas dalam pasal 73-86 UUPA.
Pasal 73
(1)
Gugatan perceraian diajukan oleh istri
atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat
kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2)
Dalam hal penggugat bertempat kediaman
di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(3)
Dalam hal penggugat dan tergugat
bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Pasal 74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak
mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai
bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berwenang
yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk
memeriksakan diri kepada dokter.
Pasal 76
(1)
Apabila gugatan perceraian didasarkan
atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar
keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat
dengan suami istri.
(2)
Pengadilan setelah mendengar
keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami istri dapat
mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masingmasing pihak ataupun orang
lain untuk menjadi hakam.
Pasal 77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak
tinggal dalam satu rumah.
Pasal 78
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat, Pengadilan dapat:
a.
menentukan nafkah yang ditanggung oleh
suami;
b.
menentukan hal-hal yang perlu untuk
menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
c.
menentukan hal-hal yang perlu untuk
menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau
barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Pasal 79
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal
sebelum adanya putusan Pengadilan.
Pasal 80
(1)
Pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)
Pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 81
(1)
Putusan Pengadilan mengenai gugatan
perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2)
Suatu perceraian dianggap terjadi
beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Pasal 82
(1)
Pada sidang pertama pemeriksaan
gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.
(2)
Dalam sidang perdamaian tersebut,
suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak
bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara
pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3)
Apabila kedua pihak bertempat kediaman
di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap
secara pribadi.
(4)
Selama perkara belum diputuskan, usaha
mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 83
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat
sebelum perdamaian tercapai.
Pasal 84
(1)
Panitera Pengadilan atau pejabat
Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang
wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan
putusan perceraian dalam sebuah daftar yang.disediakan untuk itu.
(2)
Apabila perceraian dilakukan di
wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan
dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai dikirimkan
pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh
Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan
perkawinan.
(3)
Apabila perkawinan dilangsungkan di
luar negeri, maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) disampaikan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat
didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia.
(4)
Panitera berkewajiban memberikan akta
cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut
diberitahukan kepada para pihak.
Pasal 85
Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 84, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat
Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi
bekas suami atau istri atau keduanya.
Pasal 86
(1)
Gugatan soal penguasaan anak, nafkah
anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama
dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(2)
Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka
Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada
putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap tentang hal itu.
Selain aturan
prosedur penjatuhan talak diatur dalam UUPA, dalam KHI juga menjelaskan hal
tersebut mulai dari Pasal 129-148 KHI.
Selengkapnya Baca:
[2] Ibid.
[3] Zainuddin Ali, Hukum Perdata
Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika.2007), cet. ke-2, hlm. 80-84
[4] Cerai gugat ini berbeda dengan khulu’,
khulu’ itu sendiri adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri
dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas persetujuan
suaminya. Ibid, hlm. 81. Di dalam UUPA tidak membedakan anatara cerai
gugat dengan khulu’ , sehingga dalam UUPA tidak membicarakannya. Adapun
penjelasan khulu’ diatur dalam KHI pasal 148, lihat Kompilasi Hukum Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar