A. Pendahuluan
Setiap oraganisasi pasti mempunyai sebuah
tujuan yang ingin dicapainya, apapun bentuk dari organisasi tersebut. Karena
ini merupakan tujuan dari terbentuknya suatu organisasi. Sehingga untuk
mencapai tujuan tersebut maka dibentuklah suatu susunan oragnisasi yang
dibutuhkan ketika pelaksaannya. Dalam pembentukan susunan ini harus disesuaikan
dengan kemampuan dan kesiapan masing-masing individu atas tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Namun, hal itu saja belum cukup dalam
menjalankan sebuah oragnisasi. Hal itu juga dibutuhkan fungsi-fungi yang sangat
penting di dalam menjalankan organisasi tersebut, setidaknya empat fungsi
berikut ini yang sangat penting yaitu; planning, organization, actuating dan controlling. Dari semua fungsi
tersebut harus dijalankan dengan baik karena kesemuannya itu saling melengkapi
dan saling ketergantungan. Sehingga apabila ada beberapa fungsi yang tidak
dijalankan atau dijalankan dengan maksimal, maka tujuan yang sudah direncanakan
akan tidak sesuai dengan dengan apa yang direncanakan.
Tidak dipungkiri controlling atau pengawasan
juga menjadi fungsi yang sangat penting dalam menjalankan organisasi. Pengawasan
ini tidak hanya dilakukan pada saat pelaksaan saja, tetapi juga mulai dari
merencanakan awal tujuan bahkan sebelumnya, hingga sampai pencapaian hasil dan semuanya
itu membutuhkan fungsi pengawasan. Dengan begitu, pengawasan ini sangat penting
untuk diketahui.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam
makalah ini akan membahas tentang controlling atau pengawasa dalam
manajemen. Agar mempermudah dalam pemahaman isi makalah ini, maka dalam
pembahasan kali ini akan dibagi dengan beberapa sub. Adapun rumusan masalah
sebagai berikut: 1) Bagaimana definisi pengawasan itu sendiri dan asas-asas
yang melandasinya dalam pelaksanaannya? 2) Bagaimana tahapan dalam proses
pengawasan serta karakteristik pengawasan yang efektif itu sendiri?
B. Pengertian
Pengawasan
Fungsi Pengawasan (controlling) adalah
fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini menempati posisi yang sangat
penting dan sangat menentukan dalam pelaksanaan proses manajemen, karena itu
fungsi ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebelum membahasa lebih
lanjut tentang pengawasan itu sendiri, alangkah baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu pengertian dari pengawasan itu sendiri.
Apabila dilihat secara bahasa controlling
itu sendiri berasal dari kata control yang berarti: pengawasan, penilikan,
pengaturan, penguasaan dan pembatasan, Sedangkan controlling itu sendiri berarti: yang berkuasa.[1] Pengawsan
dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan orgnisasi
dan manajemen tercapai. Sehingga pengertian ini menunjukkan adanya hubungan
yang sangat erat antara perencanaan dengan pengawasan, bahkan dengan
fungsi-fungsi manajerial lainnnya.[2]
Sebagaimana dalam gambar berikut:
Pengawasan dalam arti lain adalah kegiatan
memantau, menilai dan melaporkan kemajuan terhadap suatu kegiatan. Dalam
buku-buku manajemen, pengawasan disamakan dengan pengedalian, akan tetapi
menurut Husaini Usman bahwa antara pengawasan dan pengendalian. Perbedaannya
adalah pengawasan tidak disertai dengan tindak lanjut tetapi cukup melaporkan
saja, sedangkan pengendalian disertai dengan tindak lanjut.[3] Terlepas
dari perbedaan arti tersebut, berikut ini adalah definisi yang diberikan oleh
para penulis yang memberikan definisi tentang controlling:[4]
1. Earl P. Strong mendefinisikan Controlling
adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar terlaksana
sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana
2. Harold Koontz memberikan definisi Controlling
adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar
rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat
terselenggarakan.
3. Menurut G.R. Terry Controlling
mendefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yatu standar
apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksaan, menilai pelaksanaan dan apabila
perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana
yaitu selaras dengan standar.
Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh
Robert J. Mockler berikut ini telah memperjelas unsur-unsur esnsial proses
pengawasan:
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merencang
sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang
telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan,
serat mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien
dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan”.[5]
Sehingga dari semua pengertian bahwa pengawasan
dilakukan sebelum proses, saat proses dan setelah proses, yakni hingga hasil
akhir dikatahui. Denga begitu kehadiran pengawasan akan memberikan makna
apabila perannya mencapai tujuan pengawasan, yakni 1) pihak yang diawasi merasa
terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misi secara efektif dan efisien, 2)
menciptakan iklim keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas, 3)
menimbulkan iklim saling percaya di dalam dan di luar lingkungan organisasi, 4)
meningkatkan akuntabilitas organisasi, 5) meningkatkan kelancaran operasi
oragnisasi, dan 6) mendorong terwujudnya pemerintah dan perusahaan yang bersih
dan berwibawa.[6]
Sehingga fungsi pengawasan ini sangat penting untuk diperhatikan dan diketahui
oleh seseorang yang ingin bergelut dalam menjalankan organisasi.
C. Asas-Asas Pengawasan
Harold Koontz dan Cyril O’Donnel, mengemukakan
asas-asas pengawasan, yaitu[7]:
1. Asas tercapainya tujuan, artinya
pengawasan harus ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan
perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dari rencana.
2. Asas efisiensi pengawasan, artinya jika
dapat menghindari penyimpangan dari rencana, sehingga tidak menimbulkan hal-hal
lain yang di luar dugaan.
3. Asas tanggung jawab pengawasan, artinya
pengawasan hanya dapat dilaksanakan jika manajer bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan rencana.
4. Asas pengawasan terhadap masa depan, artinya
pengawasan yang efektif harus ditujukan ke arah pencegahan penyimpangan yang
akan terjadi, baik pada waktu sekarang maupun masa depan.
5. Asas pengedalian langsung, artinya
pengawasan itu dilakukan oleh manajer, atas dasar bahwa manusia itu sering
berbuat salah, ini untuk mengusahakan sedapat mungkin para petugas memiliki
kualitas baik.
6. Asas refleksi rencana, artinya pengawasan
harus disusun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan
rencana.
7. Asas penyusunan denngan organisasi,
artinya pengawasan harus dilakukan sesuai dengan besarnya wewenang manajer,
sehingga mencerminkan struktur organisasi.
8. Asas pengawasan individual, artinya
pengawasan sesuai dengan kebutuhan manajer. Yaitu tergantung pada kebutuhan
akan informasi setiap manajer, sebab ruang lingkup informasi yang dibutuhkan
itu berbeda satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manajer.
9. Asas standar, artinya pengawasan harus
memerlukan standar yang tepat sebagai tolok ukur pelaksanaan dan tujuan yang
akan dicapai.
10. Asa pengawasan strategis, artinya memerlukan
adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam
perusahaan.
11. Asas kekecualian, artinya pengawasan juga
memerlukan adanya perhatian dalam keadaan tertentu terhadap faktor kekecualian,
yaitu ketika situasi berubah atau tidak sama.
12. Asas pengawasan fleksibel, artinya pengawasan
harus luwes untuk menghindari kegagalan pelaksanaan perencanaan.
13. Asas peninjauan kembali, artinya sistem
pengawasan harus ditinaju beberapa kali, agar setiap sistem yang digunakan
berguna untuk mencapai tujuan.
14. Asas tindakan, artinya pengawasan dapat
dilakukan, apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan
rencana, organisasi, staffing dan directing.
D. Tipe-Tipe Pengawasan
Ada tiga tipe dasar pengawasan[8]:
1. Pengawasan pendahuluan (feedforward
control) atau sering disebut steering controls, dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah dari standar atau tujuan dan memungkin koreksi
dibuat sebelum suatu tahapan kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan
pengawasan ini mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang
diperlukan sebelum suatu masalah terjadi.
2. Pengawasan yang dilakukan bersamaan
dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control), atau sering disebut screening
control. Pengawasan ini dilakukn selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe
ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur atau syarat harus
disetujui dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi
semacam peralatan “double check”
yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan.
3. Pengawasan umpan balik (feedback
control) dikenal juga dengan istilah past-action controls, yaitu
mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sehinga
pengawasan ini bersifat historis karena pengukuran dilakukan setelah kegiatan
terjadi.
Dalam proses pelaksanaan pengawasan ada beberapa cara yang dapat dilakukan di dalam pelaksanaannya, yaitu dibedakan menjadi tiga[9];
Dalam proses pelaksanaan pengawasan ada beberapa cara yang dapat dilakukan di dalam pelaksanaannya, yaitu dibedakan menjadi tiga[9];
1. Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang
dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer.
2. Pengawasan tidak langsung, yaitu
pengawasan jarak jauh artinya dengan melalui laporan yang diberikan oleh
bawahan. Laporan ini dapat berupa laporan tertulis atau lisan tentang pelaksanaan
pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.
3. Pengawasan berdasarkan kekecualian, pengawasan
yang dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau
standar yang diharapkan. Pengawasan semacam ini dilakukan dengan cara
mengkombinasi langsung dan tidak langsung oleh mamajer.
Selain itu juga, dikenal juga beberapa macam
pengawasan[10],
yaitu;
1. Internal control (pengawasan intern), adalah pengawasan
yang dilakukan oleh seorang atasan kepada bawahannya, meliputi hal-hal yang
cukup luas baik pelaksanaan tugas, kedisplinan karyawan dan lain-lainnya.
2. External control (pengawasan ekternal), adalah pengawasan
yang dilakukan oleh pihak luar. Pengawasan ekstern ini dapat dilakukan secara
formal dan informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan
penilaiaan yang dilakukan oleh masyarakat.
3. Formal control (pengawasan resmi), adalah pengawasan
yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara
intern maupun ekstern. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) terhadap BUMN, Dewan Komisariat terhadap PT yang bersangkutan
dan sebagainya
4. Informal control (pengawasan konsumen), adalah penilaian
yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen baik langsung maupun tidak
langsung, misalnya melalui media massa cetak atau elektronik dan sebagainya.
E. Obyek Pengawasan
Obyek pengawasan atau bidang pengawasan itu
tergantung dari kebutuhan pimpinan dan terutama ditentukan oleh model
perusahaan atau kegiatan yang ada. Ini disebabkan karena dalam setiap
oragnisasi satu dengan organisasi lainnya berbeda. Namun demikian ada
bidang-bidang tertentu yang pada umumnya penting, dan pada umumnya bidang ini
ada pada semua model perusahaan atau kegiatan. Bidang-bidang tersebut
dikelompokkan sebagai berikut:[11]
1. Pengawasan terhadap manajemen personalia,
meliputi;
a) Struktur Organisasi
b) Pengawasa terhadap kebijakan
c) Pengawasan terhadap prosedur-prosedur
d) Pengawasa terhadap fungsi staff
e) Pengawasa terhadap pegawai-pegawai
2. Pengawasan terhadap produk atau hasil, pengawasan
di bidang ini antara lain;
a) Bidang riset atau pengembangan
b) Pengawasan terhadap komposisi hasil
c) Pengawasan terhadap penjualan
d) Pengawasan terhadap penetapan harga
produksi
e) Pengawasan terhapat persediaan atau
inventaris
f) Pengawasan atas mutu produksi
3. Pengawasa dalam bidang keuangan, dalam
bidang ini dapat dilakukan antara lain;
a) Ongkos-ongkos atau biaya produksi
b) Pengawasan atas biaya biaya pabrik atau
perlengkapan
c) Pengawasan terhadap kebutuhan uang tunai
4. Pengawasan atas hasil pekerjaan secara
keseluruhan
Diakui bahwa aneka ragam tujuan
perusahaan,namun ada satu hal yang pasti; kontinuitas suatu perusahaan
tergantung pada kemampuannya untuk membuat laba. Karenanya pimpinan harus
mengawasi bagaimana keadaan laba yang riel dibandingkan dengan laba yang
diharapkan. Apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan untuk kemudian diambil
tindakan perbaikan.
5. Pengawasan atas mutu manajemen
Setiap peristiwa yang ada pada perusahaan
dikendalikan dan dipengaruhi oleh orang yang menjalankan perintah itu. Harapan
untuk memperbaiki hasil yang kurang atau tidak memuaskan terletak pada
tindakan-tindakan perbaikan yang diambil oleh mereka yang bertanggung jawab.
Dalam pelaksanaannya pengawasan mutu manajemen dapat dilakukan dua cara;
a) Pengawasan tidak langsung, yaitu bertitik
tolak pada hasil akhir atau peristiwa yang tidak diharapkan kemudian mencari
sebab-sebabnya dengan maksud supaya yang bersangkutan memperbaikinya agar
sesuai dengan rencana.
b) Pengawasan langsung, sifatnya positif
sebab berusaha mencegah jangan sampai timbul penyimpangan. Prosesnya selalu
dianalisis dan diawasi supaya sesuai dengan rencana.
F. Tahap-Tahap dalam
Proses Pengawasan
Proses pengawasan biasanya terdiri paling
sedikit lima tahap (langkah)[12],
seperti yang ditunjukkan gambar berikut:
Tahap-tahap ini diperinsi sebagai berikut:
1.
Penetapan Standar Pelaksanaan
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan
pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai hasil-hasil. Tiga
bentuk standar yang umum adalah:
a. Standar-standar
phisik, bisa meliputi
kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk dan
sebagainya.
b. Standar-standar
moneter, yang ditunjukkan
dalam rupiah, mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor,
pendapatan penjualan dan sejenisnya.
c. Standar-standar
waktu, meliputi kecepatan
produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.
2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan standar akan sia-sia apabila tidak
disertai dengan berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh
karena itu, tahap kedua dalam pengawasan ini menentukan pengukuran pelaksanaan
kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan penting berikut ini dapat digunakan:
berapa kali pelaksanaan seharusnya dilakukan – setiap jam, harian, mingguan,
bulanan? Dalam bentuk apa pengukuran akan dilakukan – laporan tertulis,
inspeksi visual, melalui telephone? Siapa yang akan terlibat –manajer, staf
departemen? Dan sebagainya.
3.
Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Tindakan ini dilakukan sebagai proses yang
berulang-ulang dan terus-menerus. Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran
pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, baik lisan
dan tertulis, 3) metoda-metoda otomatis, dan 4) inspeksi, pengujian (test) atau
denga pengambilan sampel.
4.
Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan
Analisis Penyimpangan
Tahapan ini merupakan tahap kritis dari proses
pengawasan. Walaupun tahapan ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas
dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan. Penyimpangan
ini harsu dianalisis untuk menentukan mengapa standatr tidak tercapai.
5.
Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan
Apabila hasil analisis perlu tindakan koreksi,
maka tindakan ini harus dilaksanakan. Tindakan koraksi dapat diambil dalam
berbagai bagai bentuk;
a. Mengubah standar mula-mula (mungkin
terlalu tinggi atau terlalu rendah)
b. Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi
terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran
itu sendiri)
c. Mengubah cara dalam menganalisa dan
menginterpretasi penyimpangan-penyimpangan.
G. Karakteristik Pengawasan
yang Efektif
Untuk menjadi efektif dalam proses pengawasan,
sistem ini harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria-kriteria utama adalah
bahwa sistema seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, 2) tepat
waktu, 3) biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima orang yang
bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut maka semakin
efektif sistem pengawasan. Karakteristik- karakteristik dapat diperinci sebagai
berikut:[13]
1. Akurat,
informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat
akan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru.
2. Tepat-waktu, informasi haus dikumpulkan, disampaikan
dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.
3. Obyektif dan
menyeluruh, informasi harus
mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.
4. Terpusat pada
titik-titik pengawasan strategis, sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang di
mana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang
akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5. Realistik secara
ekonomis.
6. Realistik secara
organisasional, sistem
pengawasan harus cocok dengan kenyataan organisasi.
7. Terkoordinasi dengan
aliran kerja organisasi, hal ini
karena 1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau
kegagalan keseluruha operasi, dan 2) informasi harus samapi pada seluruh personalia
yang memerlukannya.
8. Fleksibel, sebagai tanggapan atau reaksi terhadap
ancaman ataupun kesempatan dai lingkungan.
9. Bersifat sebagai
petunjuk dan operasional, sistem
pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau deviasi dari standar,
tindakan koreksi apa yang seharsunya diambil.
10. Diterima para
anggota organisasi, sistem
pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi
dengan mendorong perasaan otonomi, tangung jawab dan berprestasi.
H. Penutup
Fungsi controlling atau pengawasan
merupakan salah satu elemn yang sangat penting untuk diketahui dalam
menjalankan sebuah organisasi. Karena pengawasan itu sendiri adalah suatu usaha
sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan,
merencang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serat mengambil tindakan koreksi yang diperlukan
untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang
paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Dalam
menjalankan proses pengawasan tersebut terdapat beberapa tahanpan yang harus
dilaksanakan karena hal ini akan menentukan hasil dari pengawasan tersebut. Adapun
tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan setidak ada lima tahap, yaitu; 1)
penetapan standar penlaksanaan, pengawasan, 2) penentuan pengukuran pelaksanaan
kegiatan pengawasan, 3) pengukuran pelaksanaan kegiatan pengawasan, 4)
pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis penyimpangan dan 5) pengambilan
tindakan koreksi apabila diperlukan. Kemudian setelah dilakukan analisis dan
koreksi, maka dilakukanlah kegiatan pengambilan tindakan untuk pengambilan
langkah atas hasil analisis dan koreksi.
Dalam menjalankan pengawasan semaksimal mungkin
untuk dilakukan dengan efektif dan hasilnya bisa maksimal. Hal itu bisa
diketahui dengan beberapa kriteria-kriteria utama dalam proses pengawasan.
Dimana sistem pengawasan itu seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang
benar, 2) tepat waktu, 3) biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat
diterima orang yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria
tersebut maka semakin efektif sistem pengawasan.
Apabila ini diterapkan dalam proses pengawasan untuk
menjalankan suatu organisasi, maka organisasi tersebut akan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan ketika merencakan awal terbentuknya organisasi tersebut.
Dengan catatan, dalam menjalankan pengawasan ini benar-benar dijalankan dengan
konsisten dan perorganisasian yang baik.
Bahan Bacaan:
Echols , John M. dan Hassan Shadily, Kamus
Inggri- Indonesia, Cet. 25, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Handoko, T. Hani, Manajemen,,
Edisi Kedua, Cet-18, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003.
Hasibuan, Malayu, S.P., Manajemen;
Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Revisi, cet-8, Jakarta: Bumi Aksara,
2009.
Siagian, Management; Suatu Pengantar,
Bandung: Penerbit Alumni, 1977.
Usman, Husaini, Manajemen: Teori
Praktek & Riset Pendidikan, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
[1] Lihat John M.
Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggri- Indonesia,(Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003), cet. 25, hlm. 145.
[2] T. Hani
Handoko, Manajemen,, Edisi Kedua, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003),
cet-18, hlm. 360.
[3] Husaini Usman,
Manajemen: Teori Praktek & Riset Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008), cet. 1, hlm. 470.
[4] Malayu, S.P.
Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Revisi,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet-8, hlm. 241.
[5] Hani Handoko, op.cit.,
hlm. 360-361.
[6] Husaini Usman,
op.cit., hlm. 471.
[7] Selengkapnya
baca Malayu, S.P. Hasibuan, op.cit., hlm. 243-244.
[8] T. Hani
Handoko, op.cit., hlm. 361-362
[9] Selengkapnya
baca Malayu, S.P. Hasibuan, op.cit. hlm. 245-246.
[10] Ibid., hlm.
248.
[11] Selengkapnya
baca Siagian, Management; Suatu Pengantar, (Bandung: Penerbit Alumni,
1977), hlm. 122-134.
[12] Hani Handoko, op.cit.,
hlm. 363-365.
[13] Ibi., hlm.
373-374.
Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing dari pengawasan langsung, pengawasan tidak langsung, dan pengawasan berdasarkan kekecualian?
BalasHapus