Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Secercah Harapan Seorang Odha

Persoalan HIV/AIDS merupakan masalah yang kompleks. Hal ini tidak lain karena masalah ini tidak hanya menjadi isu kesehatan yang harus dicari solusinya, tetapi juga elah menjadi isu sosial yang tentunya harus mendapatkan perhatian penuh. Masalah sosial muncul berupa stigma dan diskriminasi yang diterima oleh ODHA (orang Dengan HIV/AIDS). Di sinilah peran masyarakat harus terus diperkuat dalam ruang sosial.
Selain itu, dalam penanggulangan HIV/AIDS perlu ada pergeseran yang bersifat paradigmatik. Di mana pendekatan untuk menghadapi virus ini harus diperluas, tidak hanya pendekatan individu tetapi kolektif. Isu sosial inilah yang menjadi perhatian seorang tokoh dalam novel “Surga untuk Odha” ini yang bernama Amin Darmawan.
Keterlibatan Amin dalam persoalan penanggulangan HIV/AIDS berawal dari pertemuannya dengan Binto di halaman kampus tempat Amin kuliah, di Jogja. Binto adalah sabahat Amin ketika duduk di bangku sekolah SMA. Dalam pertemuan singkat tersebut, Binto memberikan sepucuk surat.
Sesampainya Amin di kost, ia pun mendapatkan kabar kalau Binto meninggal di tempat pertemuan mereka. Amin sadar dengan surat yang diberikan oleh Binto, ia pun segera membaca surat itu. Inti dari surat tersebut, Binto meminta tolong kepada Amin untuk mencari Kamal, Adiknya. Sebab Binto tidak ingin adiknya menjadi korban HIV/AIDS, seperti kakaknya.
Membaca surat tersebut, Amin pun langsung terenyuh dan teringat dengan sebuah memori yang ingin ia lupakan. Sebuah kejadian yang sungguh di luar pikiran Amin. Kejadian itu terjadi ketika ia, Binto dan Kamal liburan bersama untuk merayakan kelulusan di Desa Watusari Kecamatan Kota, Kebumen. Mereka bertiga bermalam di rumah Mbah Diro, neneknya Binto. Pada jam 1 malam, tiba-tiba Amin terbangun karena merasa ingin membuang air kecil. Ia pun langsung menuju ke kamar mandi. Setelah dari kamar mandi, Amin bermaksud ingin mencari Binto di mana ia tidur. Tiba-tiba Amin dikejutkan dengan fenomena yang membuat ia beristighfar. Dengan matanya, ia menangkap kejadian Binto menindih Kamal dengan telanjang dan terlihat jelas Binto memasukkan kemaluannya ke anus Kamal.
Sejak mendapatkan amanat dari Binto, Amin mulai peduli dengan penanggulangan HIV/AIDS. Setelah ia terjun ke dunia ini dan beberapa kali mengikuti acara penanggulangan virus ini, ia pun menjadi yakin bahwa kerja-kerja dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS ini merupakan bagian dari kegiatan keagamaan. Tidak lupa, ia juga ingin menemukan Kamal, sebagaimana wasiat dari Binto.
Berkat keterlibatannya dalam dunia ini, dia pun bergabung dengan Forum Peduli Aids (FPA) Bougenville. Forum ini sebuah lembaga swadaya masyarakat yang banyak melakukan outrech. Di markas Bougenville inilah Amin kenal dengan Manan, Helen dan Jay. Secara terang-terangan Amin, menceritakan kepada mereka dan berharap mereka bisa bantu menemukan Kamal. Mendengar cerita dari Amin, Jay kemudian menghubungi salah satu aktivis penanggulangan HIV/AIDS di Watusari untuk bertemu.
Mereka bertiga pun pergi ke desa Watusari, di sebuah warung makan mereka bertiga janjian bertemu dengan aktivis tersebut, namanya Lambo. Ketika Lambo datang, Amin merasa tidak asing dengan wajah Lambo. Amin pun meresa yakin kalau Lambo ini adalah Kamal. Tetapi Lambo tidak sadar kalau yang berkenalan dengan dia adalah Amin. Dalam pertemuan singkat tersebut banyak yang dibicarakan, salah satunya Amin bertanya tentang Kamal. Namun, Lambo mengatakan tidak mengenalinya.
Beberapa hari kemudian, ketika FPA menggelar lapak info tentang HIV/AIDS di alun-alun Kebumen. Tiba-tiba Jay menemui Amin, menyampaikan pesan dari Lambo yang meminta agar Amin menemuinya di bawah Pohon dekat trotoar. Amin pun langsung menuju tempat keberadaan Lambo. Di tempat tersebut, Lambo duduk lemas dengan menggenggap sebotol minuman alkohol. Lambo mengatakan kalau kakaknya memanggil-manggil namanya, yaitu Kamal Marlambo. Dari sinilah Amin baru mengetahui nama lengkap Lambo atau Kamal. Dalan kondisi demikian, Lambo memberikan amplop putih kepada Amin. Tiba-tiba tubuh Lambo, gemeteran dan menginggal dunia.
Dalam surat tersebut, Kamal berpesan agar Amin mendoakan dia dan kakaknya, Binto semoga diampuni salah dan dosanya. Kamal juga berpesan agar hartanya dan harta kakaknya digunakan untuk membantu sesama manusia. Amin pun menjalankan wasiat Kamal yang diamanahkan dalam surat tersebut. Dalam hati kecil Amin, ia berdoa agar amal jariyah Kamal dan Binto bisa diterima dan mereka berdua mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya.
Dengan alur cerita dan bahasa yang mudah dipahami, novel hasil karya Agus Salim Chamidi ini berhasil memberikan pesan agar semua masyarakat peduli untuk menganggulangi HIV/AIDS. Kepedulian ini menjadi sangat penting sebab karena virus HIV ini sudah menimbulkan masalah sosial dan kemanusiaan. Novel ini juga mengajak para pembaca untuk saling membantu dengan sesama masyarakat dalam menangani dan menanggulanginya untuk kemashlahatan bersama.

Identitas Buku
Judul               : Surga untuk Odha
Penulis            : H. Agus Salim Chamidi
Penerbit         : Pustaka Ilmu
Cetakan          : Novemver, 2013
Tebal              : xvi + 200 halaman

ISBN                : 978-602-7853-36-2
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini