Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Fungsi Pengawasan dalam Manajemen

A.   Pendahuluan
Setiap oraganisasi pasti mempunyai sebuah tujuan yang ingin dicapainya, apapun bentuk dari organisasi tersebut. Karena ini merupakan tujuan dari terbentuknya suatu organisasi. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut maka dibentuklah suatu susunan oragnisasi yang dibutuhkan ketika pelaksaannya. Dalam pembentukan susunan ini harus disesuaikan dengan kemampuan dan kesiapan masing-masing individu atas tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Namun, hal itu saja belum cukup dalam menjalankan sebuah oragnisasi. Hal itu juga dibutuhkan fungsi-fungi yang sangat penting di dalam menjalankan organisasi tersebut, setidaknya empat fungsi berikut ini yang sangat penting yaitu; planning, organization, actuating  dan controlling. Dari semua fungsi tersebut harus dijalankan dengan baik karena kesemuannya itu saling melengkapi dan saling ketergantungan. Sehingga apabila ada beberapa fungsi yang tidak dijalankan atau dijalankan dengan maksimal, maka tujuan yang sudah direncanakan akan tidak sesuai dengan dengan apa yang direncanakan.
Tidak dipungkiri controlling atau pengawasan juga menjadi fungsi yang sangat penting dalam menjalankan organisasi. Pengawasan ini tidak hanya dilakukan pada saat pelaksaan saja, tetapi juga mulai dari merencanakan awal tujuan bahkan sebelumnya, hingga sampai pencapaian hasil dan semuanya itu membutuhkan fungsi pengawasan. Dengan begitu, pengawasan ini sangat penting untuk diketahui.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan membahas tentang controlling atau pengawasa dalam manajemen. Agar mempermudah dalam pemahaman isi makalah ini, maka dalam pembahasan kali ini akan dibagi dengan beberapa sub. Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana definisi pengawasan itu sendiri dan asas-asas yang melandasinya dalam pelaksanaannya? 2) Bagaimana tahapan dalam proses pengawasan serta karakteristik pengawasan yang efektif itu sendiri?
B.   Pengertian Pengawasan
Fungsi Pengawasan (controlling) adalah fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini menempati posisi yang sangat penting dan sangat menentukan dalam pelaksanaan proses manajemen, karena itu fungsi ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebelum membahasa lebih lanjut tentang pengawasan itu sendiri, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari pengawasan itu sendiri.
Apabila dilihat secara bahasa controlling itu sendiri berasal dari kata control yang berarti: pengawasan, penilikan, pengaturan, penguasaan dan pembatasan, Sedangkan controlling  itu sendiri berarti: yang berkuasa.[1] Pengawsan dapat didefinisikan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan orgnisasi dan manajemen tercapai. Sehingga pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dengan pengawasan, bahkan dengan fungsi-fungsi manajerial lainnnya.[2] Sebagaimana dalam gambar berikut:



Pengawasan dalam arti lain adalah kegiatan memantau, menilai dan melaporkan kemajuan terhadap suatu kegiatan. Dalam buku-buku manajemen, pengawasan disamakan dengan pengedalian, akan tetapi menurut Husaini Usman bahwa antara pengawasan dan pengendalian. Perbedaannya adalah pengawasan tidak disertai dengan tindak lanjut tetapi cukup melaporkan saja, sedangkan pengendalian disertai dengan tindak lanjut.[3] Terlepas dari perbedaan arti tersebut, berikut ini adalah definisi yang diberikan oleh para penulis yang memberikan definisi tentang controlling:[4]
1.    Earl P. Strong mendefinisikan Controlling adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar terlaksana sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana
2.    Harold Koontz memberikan definisi Controlling adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggarakan.
3.    Menurut G.R. Terry Controlling mendefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yatu standar apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler berikut ini telah memperjelas unsur-unsur esnsial proses pengawasan:
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merencang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serat mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan”.[5]
Sehingga dari semua pengertian bahwa pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses dan setelah proses, yakni hingga hasil akhir dikatahui. Denga begitu kehadiran pengawasan akan memberikan makna apabila perannya mencapai tujuan pengawasan, yakni 1) pihak yang diawasi merasa terbantu sehingga dapat mencapai visi dan misi secara efektif dan efisien, 2) menciptakan iklim keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas, 3) menimbulkan iklim saling percaya di dalam dan di luar lingkungan organisasi, 4) meningkatkan akuntabilitas organisasi, 5) meningkatkan kelancaran operasi oragnisasi, dan 6) mendorong terwujudnya pemerintah dan perusahaan yang bersih dan berwibawa.[6] Sehingga fungsi pengawasan ini sangat penting untuk diperhatikan dan diketahui oleh seseorang yang ingin bergelut dalam menjalankan organisasi.
C.   Asas-Asas Pengawasan
Harold Koontz dan Cyril O’Donnel, mengemukakan asas-asas pengawasan, yaitu[7]:
1.    Asas tercapainya tujuan, artinya pengawasan harus ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dari rencana.
2.    Asas efisiensi pengawasan, artinya jika dapat menghindari penyimpangan dari rencana, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang di luar dugaan.
3.    Asas tanggung jawab pengawasan, artinya pengawasan hanya dapat dilaksanakan jika manajer bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana.
4.    Asas pengawasan terhadap masa depan, artinya pengawasan yang efektif harus ditujukan ke arah pencegahan penyimpangan yang akan terjadi, baik pada waktu sekarang maupun masa depan.
5.    Asas pengedalian langsung, artinya pengawasan itu dilakukan oleh manajer, atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah, ini untuk mengusahakan sedapat mungkin para petugas memiliki kualitas baik.
6.    Asas refleksi rencana, artinya pengawasan harus disusun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan susunan rencana.
7.    Asas penyusunan denngan organisasi, artinya pengawasan harus dilakukan sesuai dengan besarnya wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi.
8.    Asas pengawasan individual, artinya pengawasan sesuai dengan kebutuhan manajer. Yaitu tergantung pada kebutuhan akan informasi setiap manajer, sebab ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manajer.
9.    Asas standar, artinya pengawasan harus memerlukan standar yang tepat sebagai tolok ukur pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai.
10. Asa pengawasan strategis, artinya memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.
11. Asas kekecualian, artinya pengawasan juga memerlukan adanya perhatian dalam keadaan tertentu terhadap faktor kekecualian, yaitu ketika situasi berubah atau tidak sama.
12. Asas pengawasan fleksibel, artinya pengawasan harus luwes untuk menghindari kegagalan pelaksanaan perencanaan.
13. Asas peninjauan kembali, artinya sistem pengawasan harus ditinaju beberapa kali, agar setiap sistem yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.
14. Asas tindakan, artinya pengawasan dapat dilakukan, apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi, staffing dan directing.
D.   Tipe-Tipe Pengawasan
Ada tiga tipe dasar pengawasan[8]:
1.    Pengawasan pendahuluan (feedforward control) atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dari standar atau tujuan dan memungkin koreksi dibuat sebelum suatu tahapan kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi pendekatan pengawasan ini mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi.
2.    Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control), atau sering disebut screening control. Pengawasan ini dilakukn selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu prosedur atau syarat harus disetujui dulu sebelum kegiatan-kegiatan bisa dilanjutkan atau menjadi semacam  peralatan “double check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan.
3.    Pengawasan umpan balik (feedback control) dikenal juga dengan istilah past-action controls, yaitu mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sehinga pengawasan ini bersifat historis karena pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.


Dalam proses pelaksanaan pengawasan ada beberapa cara yang dapat dilakukan di dalam pelaksanaannya, yaitu dibedakan menjadi tiga[9];
1.    Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer.
2.    Pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan jarak jauh artinya dengan melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa laporan tertulis atau lisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.
3.    Pengawasan berdasarkan kekecualian, pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengawasan semacam ini dilakukan dengan cara mengkombinasi langsung dan tidak langsung oleh mamajer.
Selain itu juga, dikenal juga beberapa macam pengawasan[10], yaitu;
1.    Internal control (pengawasan intern), adalah pengawasan yang dilakukan oleh seorang atasan kepada bawahannya, meliputi hal-hal yang cukup luas baik pelaksanaan tugas, kedisplinan karyawan dan lain-lainnya.
2.    External control (pengawasan ekternal), adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar. Pengawasan ekstern ini dapat dilakukan secara formal dan informal, misalnya pemeriksaan pembukuan oleh kantor akuntan dan penilaiaan yang dilakukan oleh masyarakat.
3.    Formal control (pengawasan resmi), adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi atau pejabat resmi dan dapat dilakukan secara intern maupun ekstern. Misalnya pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap BUMN, Dewan Komisariat terhadap PT yang bersangkutan dan sebagainya
4.    Informal control (pengawasan konsumen), adalah penilaian yang dilakukan oleh masyarakat atau konsumen baik langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui media massa cetak atau elektronik dan sebagainya.
E.   Obyek Pengawasan
Obyek pengawasan atau bidang pengawasan itu tergantung dari kebutuhan pimpinan dan terutama ditentukan oleh model perusahaan atau kegiatan yang ada. Ini disebabkan karena dalam setiap oragnisasi satu dengan organisasi lainnya berbeda. Namun demikian ada bidang-bidang tertentu yang pada umumnya penting, dan pada umumnya bidang ini ada pada semua model perusahaan atau kegiatan. Bidang-bidang tersebut dikelompokkan sebagai berikut:[11]
1.    Pengawasan terhadap manajemen personalia, meliputi;
a)    Struktur Organisasi
b)    Pengawasa terhadap kebijakan
c)    Pengawasan terhadap prosedur-prosedur
d)    Pengawasa terhadap fungsi staff
e)    Pengawasa terhadap pegawai-pegawai
2.    Pengawasan terhadap produk atau hasil, pengawasan di bidang ini antara lain;
a)    Bidang riset atau pengembangan
b)    Pengawasan terhadap komposisi hasil
c)    Pengawasan terhadap penjualan
d)    Pengawasan terhadap penetapan harga produksi
e)    Pengawasan terhapat persediaan atau inventaris
f)     Pengawasan atas mutu produksi
3.    Pengawasa dalam bidang keuangan, dalam bidang ini dapat dilakukan antara lain;
a)    Ongkos-ongkos atau biaya produksi
b)    Pengawasan atas biaya biaya pabrik atau perlengkapan
c)    Pengawasan terhadap kebutuhan uang tunai
4.    Pengawasan atas hasil pekerjaan secara keseluruhan
Diakui bahwa aneka ragam tujuan perusahaan,namun ada satu hal yang pasti; kontinuitas suatu perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk membuat laba. Karenanya pimpinan harus mengawasi bagaimana keadaan laba yang riel dibandingkan dengan laba yang diharapkan. Apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan untuk kemudian diambil tindakan perbaikan.
5.    Pengawasan atas mutu manajemen
Setiap peristiwa yang ada pada perusahaan dikendalikan dan dipengaruhi oleh orang yang menjalankan perintah itu. Harapan untuk memperbaiki hasil yang kurang atau tidak memuaskan terletak pada tindakan-tindakan perbaikan yang diambil oleh mereka yang bertanggung jawab. Dalam pelaksanaannya pengawasan mutu manajemen dapat dilakukan dua cara;
a)    Pengawasan tidak langsung, yaitu bertitik tolak pada hasil akhir atau peristiwa yang tidak diharapkan kemudian mencari sebab-sebabnya dengan maksud supaya yang bersangkutan memperbaikinya agar sesuai dengan rencana.
b)    Pengawasan langsung, sifatnya positif sebab berusaha mencegah jangan sampai timbul penyimpangan. Prosesnya selalu dianalisis dan diawasi supaya sesuai dengan rencana.


F.    Tahap-Tahap dalam Proses Pengawasan
Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap (langkah)[12], seperti yang ditunjukkan gambar berikut:

Tahap-tahap ini diperinsi sebagai berikut:
1.    Penetapan Standar Pelaksanaan
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai hasil-hasil. Tiga bentuk standar yang umum adalah:
a.    Standar-standar phisik, bisa meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk dan sebagainya.
b.    Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah, mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan dan sejenisnya.
c.    Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.
2.    Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan standar akan sia-sia apabila tidak disertai dengan berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan ini menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan penting berikut ini dapat digunakan: berapa kali pelaksanaan seharusnya dilakukan – setiap jam, harian, mingguan, bulanan? Dalam bentuk apa pengukuran akan dilakukan – laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone? Siapa yang akan terlibat –manajer, staf departemen? Dan sebagainya.
3.    Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Tindakan ini dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, baik lisan dan tertulis, 3) metoda-metoda otomatis, dan 4) inspeksi, pengujian (test) atau denga pengambilan sampel. 
4.    Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisis Penyimpangan
Tahapan ini merupakan tahap kritis dari proses pengawasan. Walaupun tahapan ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan. Penyimpangan ini harsu dianalisis untuk menentukan mengapa standatr tidak tercapai.
5.    Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan
Apabila hasil analisis perlu tindakan koreksi, maka tindakan ini harus dilaksanakan. Tindakan koraksi dapat diambil dalam berbagai bagai bentuk;
a.    Mengubah standar mula-mula (mungkin terlalu tinggi atau terlalu rendah)
b.    Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi terlalu sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti sistem pengukuran itu sendiri)
c.    Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasi penyimpangan-penyimpangan.
G.   Karakteristik Pengawasan yang Efektif
Untuk menjadi efektif dalam proses pengawasan, sistem ini harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria-kriteria utama adalah bahwa sistema seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, 2) tepat waktu, 3) biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima orang yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut maka semakin efektif sistem pengawasan. Karakteristik- karakteristik dapat diperinci sebagai berikut:[13]
1.     Akurat, informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat akan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang keliru.
2.    Tepat-waktu, informasi haus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan perbaikan harus dilakukan segera.
3.    Obyektif dan menyeluruh, informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.
4.    Terpusat pada titik-titik pengawasan strategis, sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang di mana penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5.    Realistik secara ekonomis.
6.    Realistik secara organisasional, sistem pengawasan harus cocok dengan kenyataan organisasi.
7.    Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, hal ini karena 1) setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan keseluruha operasi, dan 2) informasi harus samapi pada seluruh personalia yang memerlukannya.
8.    Fleksibel, sebagai tanggapan atau reaksi terhadap ancaman ataupun kesempatan dai lingkungan.
9.    Bersifat sebagai petunjuk dan operasional, sistem pengawasan efektif harus menunjukkan, baik deteksi atau deviasi dari standar, tindakan koreksi apa yang seharsunya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi, sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tangung jawab dan berprestasi.


H.   Penutup
Fungsi controlling atau pengawasan merupakan salah satu elemn yang sangat penting untuk diketahui dalam menjalankan sebuah organisasi. Karena pengawasan itu sendiri adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merencang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serat mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
 Dalam menjalankan proses pengawasan tersebut terdapat beberapa tahanpan yang harus dilaksanakan karena hal ini akan menentukan hasil dari pengawasan tersebut. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan setidak ada lima tahap, yaitu; 1) penetapan standar penlaksanaan, pengawasan, 2) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan pengawasan, 3) pengukuran pelaksanaan kegiatan pengawasan, 4) pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis penyimpangan dan 5) pengambilan tindakan koreksi apabila diperlukan. Kemudian setelah dilakukan analisis dan koreksi, maka dilakukanlah kegiatan pengambilan tindakan untuk pengambilan langkah atas hasil analisis dan koreksi.
Dalam menjalankan pengawasan semaksimal mungkin untuk dilakukan dengan efektif dan hasilnya bisa maksimal. Hal itu bisa diketahui dengan beberapa kriteria-kriteria utama dalam proses pengawasan. Dimana sistem pengawasan itu seharusnya 1) mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar, 2) tepat waktu, 3) biaya yang efektif, 4) tepat-akurat, dan 5) dapat diterima orang yang bersangkutan. Semakin dipenuhinya kriteria-kriteria tersebut maka semakin efektif sistem pengawasan.
Apabila ini diterapkan dalam proses pengawasan untuk menjalankan suatu organisasi, maka organisasi tersebut akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan ketika merencakan awal terbentuknya organisasi tersebut. Dengan catatan, dalam menjalankan pengawasan ini benar-benar dijalankan dengan konsisten dan perorganisasian yang baik.

Bahan Bacaan:
Echols , John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggri- Indonesia, Cet. 25, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Handoko, T. Hani, Manajemen,, Edisi Kedua, Cet-18, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003.
Hasibuan, Malayu, S.P., Manajemen; Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Revisi, cet-8, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Siagian, Management; Suatu Pengantar, Bandung: Penerbit Alumni, 1977.
Usman, Husaini, Manajemen: Teori Praktek & Riset Pendidikan, Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.




[1] Lihat John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggri- Indonesia,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), cet. 25, hlm. 145.
[2] T. Hani Handoko, Manajemen,, Edisi Kedua, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2003), cet-18, hlm. 360.
[3] Husaini Usman, Manajemen: Teori Praktek & Riset Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 1, hlm. 470.
[4] Malayu, S.P. Hasibuan, Manajemen; Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet-8, hlm. 241.
[5] Hani Handoko, op.cit., hlm. 360-361.
[6] Husaini Usman, op.cit., hlm. 471.
[7] Selengkapnya baca Malayu, S.P. Hasibuan, op.cit., hlm. 243-244.
[8] T. Hani Handoko, op.cit., hlm. 361-362
[9] Selengkapnya baca Malayu, S.P. Hasibuan, op.cit. hlm. 245-246.
[10] Ibid., hlm. 248.
[11] Selengkapnya baca Siagian, Management; Suatu Pengantar, (Bandung: Penerbit Alumni, 1977), hlm. 122-134.
[12] Hani Handoko, op.cit., hlm. 363-365.
[13] Ibi., hlm. 373-374.
Share:

1 komentar:

  1. Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing dari pengawasan langsung, pengawasan tidak langsung, dan pengawasan berdasarkan kekecualian?

    BalasHapus

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini