Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Sejarah Masuknya Islam di Jawa dan Pengaruhnya

  1. Latar Belakang
Sejarah proses masuknya Islam ke tanah Jawa relatif lebih lambat daripada kawasan-kawasan lain.[1] Meskipun demikian, selama perjalanannya tersebut terjadi  banyak hal menarik untuk dicermati, antara lain terjadinya dialog budaya antara budaya asli Jawa dengan berbagai nilai yang datang dan merasuk ke dalam budaya Jawa. Proses tersebut memunculkan berbagai varian dialektika, sekaligus membuktikan elastisitas budaya Jawa. Interaksi budaya Jawa dan Islam pun terjadi, sama halnya ketika Hindu-Buddha yang bercorak budaya India datang di Jawa.
Ada dua macam pendekatan dalam literatur-literatur yang membahas tentang Islam di Jawa. Pertama, Islam dan Jawa difahami sebagai dua kekuatan yang saling berhadapan, sehingga diperlukan adanya statemen yang menyatakan bahwa budaya aslilah yang akan menang. Pendekatan ini sering dipakai para sarjana Barat maupun pribumi yang mengenyam pendidikan di Barat. Kedua, Jawa dan Islam difahami secara sinkretis yang menyatakan bahwa Jawa dan Islam berkembang secara bersama, saling mengisi dan memaknai.[2] Dari macam yang pertama, kajian tentang Jawa pada saat awal sekali terlihat jelas pendekatan konfliknya. Sedangkan macam yang kedua, yakni pendekatan secara sinkretis ini dapat dilihat melalui akulturasi budaya Jawa-Islam yang ada saat ini.
Menurut Geertz (1960:125), agama Islam yang masuk ke Indonesia juga ke Pulau Jawa merupakan agama Islam yang telah banyak terpengaruh unsur-unsur mistik di Persia dan India, dan karena cocok dengan pandangan hidup tradisional orang-orang Jawa, maka orang-orang Jawa menerima dengan hati terbuka Ini berbeda dengan proses masuknya Islam di kawasan Timur Tengah dan sekitar yang penuh dengan pertumpahan darah sebagaimana yang terekam dalam literatur-literatur.
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada hal manarik untuk kita diskusikan lebiha lanjut. Agar pembahasannya tidak melebar maka dalam makalah ini penulis akan membahasa dengan pokok utama tentang proses masuknya Islam ke tanah Jawa. Pembahasan tersebut dapat dibentuk dalam sebuah rumusan masalah sederhana, agar mempermudah dalam memahami. Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana proses masuknya Islam di Jawa dan pola islamisasinya? 2) Bagaimana gambaran pengaruh datang Islam di Jawa dalam kehidupan masyarakat Jawa?
  1. Masuknya Islam di Tanah Jawa
Masyarakat Jawa, atau tepatnya suku bangsa Jawa, secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya secara turun-temurun. Masyarakat Jawa adalah mereka yang bertempat tinggal di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut. Secara geografis suku bangsa Jawa mendiami tanah Jawa yang meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri, sedangkan di luar wilayah tersebut dinamakan Pesisir dan Ujung Timur.[3]
Sebelum Islam datang, menurut keyakinan orang Jawa sejak zaman purba, orang-orang Jawa sudah menganut kepercayaan terhadap alam roh (animisme) dan kepercayaan bahwa semua yang ada itu mempunyai kekuatan (dynamisme). Kemudian sekitar tahun 3000 SM masuklah orang-orang Melayu Purba dari pegunungan Cina Selatan melalui Vietnam. Selanjutnya sekitar tahun 2000 SM datang lagi orang-orang Melayu yang sudah agak tinggi budayanya dan juga menganut kepercayaan terhadap roh-rohal. Penduduk pribumi pulau Jawa dan pendatang Melayu kuno itulah nenek moyang orang Jawa.[4]
Dari pertemuan antara budaya masyarakat asli dan pendatang itu yang juga dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar, maka lambat laun lahirlah kepercayaan-kepercayaan purba orang Jawa. Kepercayaan-kepercayaan tersebut pada abad IV sampai akhir abad XVI (selama 12 abad) dipengaruhi oleh pula oleh budaya agama Hindu, dan sejak abad XVI dipengaruhi lagi oleh ajaran-ajaran Islam. Pengaruh agama Islam yang disebarkan oleh para wali (Walisongo) dengan sistem dakwah kekeluargaan dan perdagangan yang dilaksanakan dengan damai dan menggunakan metode budaya Jawa-Hindu, sehingga ajaran-ajaran Islam belum mendalam di hati sanubari rakyat.[5]
Hingga kini belum ada kesepakatan di antara para ahli mengenai awal masuknya Islam ke Jawa. Ada sejumlah teori yang dikemukakan, tetapi bersamaan dengan itu muncul pula keberatan-keberatan yang pada dasarnya berpangkal pada ketiaadaan dokumen otentik yang dapat memeberi petunjuk. Teori-teori berkisar pada dua persoalan, yaitu kapan masuknya Islam dan dari mana datangnya dapat dijelaskan sebagai berikut:[6]
a.  Islam sudah masuk ke wilayah Jawa semenjak abad XI atas dasar inkripsi di Leran Gresik yang menjelaskan adanya seseorang yang bernama Fatimah binti Maimun, yang wafat pada tahun 1082[7]. Pandangan ini mengundang keberatan dari berbagai kalangan karena diduga batu nisan tersebut dibawa masuk ke Jawa setelah tahun yang tertera di dalamnya. Ricklefs lebih jauh menyatakan bahwa yang dikubur disitu bukanlah orang Jawa, tetapi kemungkinannya adalah orang luar yang melancong ke Jawa dan meninggal di sana.
b.  Islam sudah berada di Jawa semenjak abad XIV berdasarkan batu nisan yang berada di Trowulan. Batu nisan tersebut menunjukkan tahun 1368[8] yang memberi indikasi bahwa pada tahun itu sudah ada orang Jawa dari kalangan kerajaan yang memeluk Islam atas pelindungan kalangan kerajaan.
c.   Islam sudah berada di Jawa pada abad XV berdasarkan batu nisan dari makam Maulana Malik Ibrahim yang meninggal pada 1419. Beberapa pandangan bahwa ia adalah seorang yang berkebangsaan Persia yang bergerak di bidang perdagangan rempah-rempahan. Pandangan lain menyatakan bahwa ia adalah salah seorang di antara wali sembilan yang dianggap penyebar agama Islam di pulau Jawa.
Penulis menganggap bahwa teori-teori yang dipaparkan di atas adalah ditilik dari segi timing, kapan masuknya Islam di Jawa. Pandangan terakhirlah yang menonjol di kalangan masyarakat luas hingga sekarang. Oleh karena itu, makam Maulana Malik Ibrahim selalu ramai dikunjungi sebagai bentuk apresiasi atas kepeloporannya menyebarkan ajaran Islam di Jawa.
Perkembangan Islam di pulau Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari Walisongo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai keraton pusat.[9]
Dari segi alur wilayah pengislaman di Jawa, maka dapat diketahui bahwa wilayah Jawa Timur terlebih dahulu menerima Islam. Wilayah itu antara lain Trowulan, Gresik, Tuban, Ampel, dan lingkungan istana Majapahit. Adapun wilayah Jawa Tengah yang terlebih dulu menerima Islam menurut Anasom (2000:60) adalah Jepara, Kudus, dan daerah alas Roban, Batang. Jepara dan Kudus melalui tokoh Raden Rahmat, sedangkan alas Roban atau Batang melalui perjalanan Raden Patah.[10]
Hubungannya dengan asal-usul dan rute masuknya Islam di Jawa terdapat juga teori yang berbeda satu sama lain, yaitu:[11]
a.    Islam yang masuk ke Jawa berasal dari Arab secara langsung. Pendapat ini didasarkan atas kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia bersala dari madzhab Syafi’i, suatu madzhab yang pada waktu itu dominan di wilayah Semenanjung Arabia bagian selatan. Pandangan ini dikemukakan oleh Nieman dan dikuatkan oleh Pijnaple. Di kalangan pengamat Indonesia, maka Hamka masuk dalam kategori yang menyatakan teori ini.
b.    Islam masuk ke wilayah Jawa melalui jalur India. Pandangan ini antara lain dikemukakan oleh Snouck Hurgrone. Ia mengatakan bahwa Sumatera dan Jawa mengenal Islam lewat kontak yang terjadi dengan pedagang-pedagang India. Tiga fakta yang mendukung pandangan ini adalah: kenyataan adanya orang-orang Islam di wilayah India Selatan, adanya jalur perdagangan antara India Selatan dengan kepulauan Indonesia, dan adanya elemen Islam yang amat menonjol dalam kegiatan perdagangan.
c.    Masuknya Islam ke Jawa melalui Kamboja. Pendapat ini didasarkan adanya hubungan antara kepulauan Nusantara dengan kerajaan Cempa. Pada tahun 1471 kerajaan tersebut mengalami kekalahan dari orang-orang Vietnam Utara, sehingga keluarga kerajaan mengungsi ke wilayah Malaka. Dari sini mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke wilayah-wilayah kota pelabuhan di Pantai Utara Jawa.
d.    Islam masuk ke wilayah Jawa berasal dari Cina. Pandangan ini didasarkan cerita Jawa Timur yang berasal dari Serat Kanda yang menyatakan bahwa Raden Fatah adalah anak seorang wanita Cina.
e.    Pandangan lain yang bersifat mengakomodir teori-teori di atas menyatakan bahwa asal-usul Islam adalah dari para guru sufi yang dalam perjalanan mereka ke wilayah nusantara dapat melalui lautan Hindia atau melalui jalur perdagangan sutera. Di kawasan Timur Tengah mereka menempuh perjalanan sungai ke Kanton, dan dari sinilah mereka menempuh perjalanan selanjutnya ke wilayah Cempa, Malaysia, dan Sumatera. Para guru sufi tersebut berasal dari kebangsaan yang bermacam-macam. Teori ini tidak dapat diabaikan karena dalam perkembangan Islam di Indonesia unsur sufisme juga amat dominan dalam kehidupan keagamaan.
Sedangkan, menurut pandangan Graaf yang tertulis dalam buku Islam Pesisir bahwa ada tiga metode penyebaran islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur perdagangan yang damai, oleh para da’i dan orang suci (wali) yang datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman. Metode yang terakhir adalah dengan kekuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara penyembah berhala.[12]
  1. Pola-Pola Islamisasi di Jawa
Sebelum membahas secara khusus pola islamisasi di Jawa yang mawarisi budaya animisme-dinamisme, perlu kiranya menyinggung saluran yang dipakai dalam upaya menyebarkan islam secara umum di kepulauaan nusantara.
Kedatangan Islam dan penyebarannya di Jawa kepada bangsawan (ningrat) dan masyarakat umum (rakyat) berjalan dengan damai.[13] Hal ini lah yang membedakan proses masuknya Islam di tanah Jawa dengan proses masuknya Islam di kawasan Timur Tengah dan sekitarnya sebagaimana yang digambarkan dalam literatur lain.
Adapun cara-cara atau saluran islamisasi yang terjadi pada awal mula penyebaran Islam di Indonesia, seperti yang diungkapkan Uka Tjandrasasmita sebagaimana yang dikutip oleh Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam[14] saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, melalui:
a.  Perdaganga
b.  Perkawinan
c.   Tasawuf
d.  Pendidikan
e.  Kesenian
f.    Politik
Pola islamisasi di Jawa mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Karena pada saat itu islam di hadapkan dengan kekuatan budaya yang berkembang amat kompleks. Kebudayaan tersebut terus terpelihara dan dipertahankan oleh para bangsawan dan kaum ningrat atau cendekiawan. Ketika itu Islam di Jawa berhadapan dengan dua model kekuatan lingkungan budaya, yaitu[15]
1.    Kebudayaan para petani lapisan bawah yang merupakan bagian terbesar masyarakat yang hidup sederhana dengan religi animisme-dinamisme.
2.    Tradisi istana yang merupakan tradisi agung dengan unsur-unsur filsafat Hindu-Budha yang memperkaya dan memperhalus budaya dan tradisi tersebut.
Adapun cara-cara atau pola islamisasi yang dipakai oleh para wali atau para penyebar agama Islam di Jawa dalam menghadapi budaya lama (Hindu) di Jawa adalah:[16]
a.    Menjaga, memelihara (keeping) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama, contoh menerima upacara tingkeban, mitoni.
b.    Menambah (addition) upacara-upacara, tradisi-tradisi lama dengan tradisi baru, contoh menambah perkawinan Jawa dengan akad nikah secara Islam
c.    Menginterpretasikan tradisi lama ke arah pengertian yang baru atau menambah fungsi baru (modification) terhadap budaya lama, contoh wayang di samping sebagai saran hiburan juga sebagai sarana pendidikan
d.    Menurunkan tingkat status atau kondisi sesuatu (devaluation) dari budaya lama, contoh status dewa dalam wayang diturunkan derajatnya dan diganti dengan Allah
e.    Mengganti (exchange) sebagian unsur lama dalam suatu tradisi dengan unsur baru, contoh slametan atau kenduren motivasinya diganti
f.     Mengganti secara keseluruhan (subtitution) tradisi lama dengan tradisi baru, contoh sembahyang di kuil diganti dengan sembahyang di masjid sehingga tidak ada unsur Hindu di masjid
g.    Menciptakan tradisi, upacara baru (creation of new ritual) dengan menggunakan unsur lama, contoh penciptaan gamelan dan upacara sekaten
h.    Menolak (negation) tradisi lama, contoh penghancuran patung-patung Budha di candi-candi sebagai penolakan terhadap penyembahan patung
Jika dilihat dari satu sisi, dakwah mubalig masa lalu, dalam hal ini para wali masih meninggalkan “PR”, yaitu bagaimana caranya menggeser atau memurnikan budaya-budaya Islam yang masih berbau sinkretis dan syirik itu. Bukti-bukti budaya keagamaan yang mengandung unsur-unsur sinkretis dan syirik itu antara lain kunjungan pada kuburan dan para wali yang para pengunjungnya meminta berkah kepada mereka. Pengeramatan benda-benda peninggalan tertentu pada saat penyelenggaraan upacara tradisional keislaman seperti pada waktu upacara sekaten di Yogyakarta, upacara garebek Demak, upacara Ya Qowiyyu di Klaten, dan lain-lain.[17]
  1. Pengaruh Penyebaran Islam di Jawa
Selain menjadikan masyarakat Jawa memeluk agama Islam, penyebaran Islam di Jawa memberikan pengaruh peradaban di wilayah tersebut, hal ini nampak dari beberapa hal di antaranya adalah:
1.    Masjid
Sumber sejarah yang merupakan pengaruh dari penyebaran Islam di Jawa adalah masjid yang banyak ditemukan di Jawa. Berdirinya sebuah masjid di suatu wilayah memberikan petunjuk adanya komunitas muslim di wilayah tersebut. Masjid menjadi tempat utama tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tetapi lebih dari itu masjid di kalangan umat Islam berfungsi sebagai Islamic Center.
2.    Ragam Hias
Dengan diterimanya ajaran Islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah beberapa ragam hias baru, yaitu kaligrafi dan stiliran.
3.    Tata Kota
Dalam masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru wilayah pantai dan pedalaman seperti Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kota Gede. Kota-kota itu ada yang masih hidup terus, ada pula yang sudah mati tidak berbekas lagi. Akan tetapi, dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut, yaitu keraton, alun-alun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman, serta sarana pertahanan keamanan. Semuanya diatur dalam tata ruang tertentu, yang secara garis besar menunjukkan suatu kesamaan.[18]
Peninggalan-peninggalan dalam bentuk bangunan fisik sebagaimana yang telah diuraikan di atas merupakan pengaruh penyebaran agama Islam yang dibawa para muballigh di tanah Jawa. Di samping yang menjadi pengaruh terbesar adalah semakin menyebarnya Islam dan ajaran-ajarannya. 
  1. Analisis
Salah satu hal yang patut dicatat dalam kehidupan masyarakat Jawa adalah bahwa mereka terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat). Pun demikian halnya dengan masuknya Islam yang diterima baik oleh masyarakat Jawa.
Hal mendasar yang menjadikan Islam mudah diterima adalah media yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam. Kita tahu bahwa media-media yang digunakan oleh para mubaligh adalah dengan cara yang damai, seperti melalui perdagangan, pendidikan, perkawinan, kesenian dan lain sebagainya. Selain itu juga, kedatangan Islam menghapus strata sosial (kasta) masyarakat yang telah dibangun oleh ajaran Hindu-Budha sebelumnya. Islam mempunyai ajaran bahwa setiap manusia adalah sama tanpa ada pembedaan di antaranya. 
Setelah Islam menjadi agama bagi masyarakat Jawa, banyak pengaruh-pengaruh yang ditinggalkan (atsar) dalam peradaban masyarakat yang meliputi bidang keagamaan, keseniaan, dan tasawuf. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam disebarkan dengan cara yang menarik tanpa membabat habis kebiasaan yang telah mendarahdaging di tengah-tengah masyarakat.
Jika kita kaitkan dengan konteks sekarang, maka sudah selayaknya ajaran Islam ditegakkan dengan jalan damai sebagaimana misi Islam itu sendiri, rahmatan lil ‘alamiin. Bukan dengan anarkisme yang justru lebih mendatangkan kepada kemudlaratan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta,  LP3ES, 1989
Amin, Darori,  Islam dan Budaya Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2004.
Anasom, Budaya dan Kepercayaan Jawa Pra-Islam, Yogyakarta, Gama Media, 2000.
-----------------, Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2004.
Hadikusuma, Hilman, Antropologi Agama, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993.
Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika & Tradisi Jawa, Malang:UIN Malang Press, Cetakan 1, 2008
Simuh, Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam dalam Mistik Jawa,  Yogyakarta, Bentang, 1995.
Syam, Nur, Islam Pesisir,Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993.



[1] Darori Amin (ed), Islam & Budaya Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hal. i.
[2] Simuh, Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam dalam Mistik Jaw,. Yogyakarta: Bentang, 1995, hal. 173-177
[3]Anasom (ed), Budaya dan Kepercayaan Jawa Pra-Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hal. 3
[4] Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 63
[5] Ibid
[6] Darori Amin (ed) , op.cit, hal. 158-159
[7] Lebih tepatnya pada tanggal 1 Desember 1082 M bertepatan dengan 7 Rajab 475 H. ibid, hal. 29.
[8] Batu nisan tersebut sebenarnya memuat angka tahun Saka 1290 (1368-1369), ibid, hal. 30.
[9] Taufik Abdullah (ed), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 73
[10] Darori Amin (ed), op.cit., hal. 60.
[11] Taufik Abdullah (ed), op.cit. hal. 159-161
[12] Nur Syam, Islam Pesisir,Yogyakarta:PT LKiS Pelangi Aksara,2005, hal 63
[13] Ahmad Khalil, Islam Jawa, Sufisme dalam Etika & Tradisi Jawa, Malang:UIN Malang Press, Cetakan 1, 2008, hal. 73-74.
[14] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
[15] Ahmad Khalil, op.cit.hal. 78-79.
[16] Anasom (ed), Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2004, hal. 11-12
[17] Ibid, hal. 12
[18] Darori Amin (ed) , op.cit,  hal. 31-34


Share:

1 komentar:

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini