Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Pengantar Filsafat Islam

Berangkat dari tema di atas, maka dalam paper ini akan menjelaskan sebuah pengantar tentang filsafat hukum islam. Hal ini penting sekali untuk dipahami, karena pembahasan ini yang akan mengantarkan pada pembahasan-pembahasan selanjutnya. Pembahasan yang akan dipaparkan hanya terkait dengan pengertian filsafat hukum islam itu sendiri. Kenapa filsafat dijejerkan dengan hukum islam? dan bagaimana hubungan hukum islam itu sendiri dengan syari’ah dan fiqh?. Tentu hal tersebut perlu untuk dipaparkan, agar tidak ada kekaburan dalam memahami maksud dari filsafat hukum islam itu sendiri.
  1. Hukum Islam dalam Konteks Syari’ah dan Fiqh
1.    Syari’ah
Syari’ah secara etimologi berarti “jalan tempat keluarnya air untuk umum”. Kemudian dikonotasikan oleh bahasa Arab dengan “jalan lurus yang harus dituntut”. Adapun secara terminologi syari’ah menurut Manna’ al-Qathan, syari’ah berarti “segala ketentuan Allah yang disyari’atkan bagi hamba-hambanya, baik menyangkut akidah, ibadah, akhlak maupun mu’amalah”. Prof. Hasbi adalah “hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya untuk diikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesamanya”. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa syari’ah itu identik dengan agama.
Walaupun pada mulanya syari’ah diartikan dengan agama, tetapi kemudian ia dikhususkan untuk hukumamaliyah. Pengkhususan ini untuk membedakan antara agama dengan syari’ah, karena pada hakikatnya agama itu satu dan berlaku secara universal. Sedangkan syari’ah berbeda antara satu dengan umat lainnya. Qatadah, menurut yang diriwayatkan oleh Thabari, mengkhususkan lagi pemakaian kata syari’ah untuk hal-hal yang menyangkut kewajiban, sanksi hukum, perintah dan larangan. Beliau tidak memasukkan akidah, hikmah-hikmah dan ibarat-ibarat yang tercakup dalam agama ke dalam syari’ah.
Dalam perkembangan selanjutnya kata syari’ah tertuju atau digunakan untuk menunjukkan hukum-hukum islam, baik yang ditetapkan langsung oleh al-Qur’an dan sunnah, maupun yang telah dicampuri oleh pemikiran manusia (ijtihad).
Istilah syari’ah erat kaitannya dengan istilah tasyri’, karena tasyri’ seakar dari kata syari’ah. Jika syari’at dikatakan hukum atau tata aturan yang ditetapkan oleh Allah yang menyangkut tindak tanduk manusia, maka tasyri’ dalam hal ini adalah penentapan hukum dan tata aturan tersebut. Sehingga pengetahuan tentang tasyri’ berarti pengetahuan tentang cara, proses, dasar dan tujuan Allah menetapkan hukum-hukum tersebut.
2.    Fiqh
Kata fiqh secara bahasa berarti “paham secara mendalam”. Sedangkan secara istilah fiqh menurut Abu Zahra adalah “mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amaliyah yang dikaji dari dalil-dalinya secara terperinci”. Menurut al-Amidi fiqh berarti “ilmu tentang seperangkat hukum syara’ yang bersifat furu’iyah yang didapatkan melalui penalaran dan istidlal”.
Berangkat dari definisi tersebut bahwa fiqh bukanlah hukum syara’ itu sendiri, tetapi hasil interpretasi terhadap hukum syara’. Karena fiqh merupakan interpretasi yang bersifat dzanni yang terikat dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya, maka fiqh senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan tempat. Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa fiqh adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Tuhan. Sehingga biasanya kata fiqh dinisbatkan pada mujtahid yang memformulasikannya, seperti Fiqh Hanafi, Fiqh Syafi’i dan sebagaimanya.
3.    Hubungan Syari’at dengan Fiqh
Semua tindakan manusia di dunia dalam tujuannya mancapai kehidupan yang baik itu harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasul-Nya. Kehendak Allah dan Rasul-Nya itu sebagian telah terdapat secara tertulis dalam kitabnya yang disebut syari’ah, sedangkan sebagian besar lainnya tersimpan dibalik apa yang tertulis.
Untuk memahami keseluruhan apa yang dikehendaki allah tentang tingkah laku manusia, maka harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari’ah hingga secara ‘amaliyah syari’ah tersebut dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Hasil dari ketentuan yang terperinci itu dituangkan dalam bentuk ketentuan yang terperinci. Ketentuan terperinci tentang tindak laku manusia mukallaf yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah tersebut disebut fiqh. Dalam proses pemahaman terhadap hukum syara’ mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi manusia yang menjalankannya.
Dengan begitu jelas bahwa hukum-hukum fiqh merupakan refleksi dari perkembangan kehidupan masyarakat sesuai dengan kondisi zamannya dan madzhab fiqh tidak lain dari refleksi perkembangan kehidupan masyarakat dalam alam islami. Oleh karenanya pemahaman terhadap hukum-hukum syara’ mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan situasi setiap masyarakat.
4.    Hukum Islam
Kata hukum islam tidak terdapat dalam al-Qur’an. Begitu juga dalam literatur hukum dalam islam tidak ditemukan lafadz hukum islam. Lafadz yang biasa digunakan adalah syari’at islam, hukum syara’, fiqh dan syari’at atau syara’. Sedangkan dalam literatur Barat terdapat term islamic law yang secara harfiahnya dapat diartikan hukum islam. Dalam penjelasan terhadap kata islamic law sering ditemukan definisi: “keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya”. Dari definisi tersebut terlihat bahwa hukum itu mendekat kepada arti syari’ah islam. Akan tetapi, dalam uraian tentang perkembangan dan pelaksanaan hukum islam yang melibatkan pengaruh dari luar dan dalam, terlihat bahwa yang mereka dimaksud dengan islamic law di sini bukan syari’ah, tetapi fiqh yang telah dikembangkan oleh fuqaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Sehingga terlihat ada kekaburan arti dari hukum islam antara syari’ah dan fiqh. Prof Hasbi memberikan defini hukum islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syari’ah atas kebutuhan masyarakat. Pengertian hukum islam ini lebih mendekati kepada makna fiqh.
 Untuk lebih memberikan kejelasan tentang arti hukum islam, perlu diketahui lebih dahulu arti dari hukum itu sendiri. Menurut Muslehuddin dari Oxford English Dictionary, hukum adalah sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal maupun adat yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu sebagai pengikat bagi anggotanya.
Apabila pengertian hukum tersebut dihubungkan dengan islam, maka hukum islam berarti “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul-Nya tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat untuk semua yang beragama islam”. Dari definisi yang telah dikemukakan tersebut dapat dipahami bahwa secara sederhana hukum islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu Allah. Dengan demikian, hukum islam mencakup hukum syari’ah dan hukum fiqh, karena arti syara’ dan fiqh terkandung di dalamnya
  1. Filsafat dan Hikmah
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani philosophi yang berarti cinta kebijakan (philei = cinta dan sophia = kebijakan). Secara ringkasnya pengertian filsafat menurut Harun Nasution intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai dasar persoalan.
Kata filsafat menjadi bahasa indonesia yang terpakai melalui bahasa Arab. Kata filsafat itu menjadi bahasa Arab yang baku pada masa keemasan kebudayaan islam sesudah ilmu pengetahuan dan budaya Yunani masuk ke dalam dunia islam. Oleh karena itu kata filsafat belum dikenal pada waktu Nabi masih hidup. Itu sebabnya kata tersebut tidak terdapat dalam al-Qur’an dan sunah. Tidak terdapatnya kata filsafat dalam dua sumber itu tidaklah berarti al-Qur’an dan Sunah tidak mengenal apa yang dimaksud dengan filsafat itu. Dalam kedua sumber itu dikenal kata lain yang sama maksudnya dengan kata filsafat yaitu hikmah.
Para ahli memahami hikmah itu sebagai “paham yang mendalam tentang agama”. Pengarang al Manar memberikan suatu definisi tentang hikmah, menurutnya hikamh adalah ilmu yang shahih yang akan menimbulkan kehendak untuk berbuat yang bermanfaat, karena padanya terdapat pandangan dan paham yang dalam tentang hukum-hukum dan rahasia persoalan. Pengertian hikmah yang demikian ada kesejajarannya dengan pengertian filsafat yaitu cara berpikir menurut tata tertib dengan bebas sedalam-dalamnya samapi ke dasar persoalan.
  1. Filsafat Hukum Islam
Dengan memperhatikan keseluruhan uraian di atas dapat diambil sebuah rumusan bahwa filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia dan tujuan hukum islam, baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya. Dari rumusan tersebut filsafat hukum islam mengandung dua hal pokok yaitu hakikat dan tujuan penentapan hukum islam yang disebut Filsafat Tasyri’, dan hakikat dan rahasia hukum islam yang disebut dengan Filsafat Syar’ah.
Dengan begitu filsafat digunakan untuk memancarkan, menguatkan dan memelihara hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat islam seluruhnya. Dengan filsafat ini hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa (shalihun likulli zaman wa makan).
Sesuai dengan watak filsafat, filsafat hukum islam berusaha menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental secara ketat, konseptual, metodis, koheren, sistematis, radikal, universal dan komprehensif, rasional serta bertanggunga jawab. Arti dari tanggung jawab ini adalah adanya kesiapan untuk memberikan jawaban yang obyektif dan argumentatif terhadap segala pertanyaan, sangkalan dan kritikan. Dengan demikian, maka pada hakikatnya filsafat hukum islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput dari kritik lebih lanjut, sehingga bisa dikatakan sebagai seni kritik dalam arti tidak pernah merasa puas diri dalam mencari, tidak menganggap suatu jawaban sudah selesai, tetapi selalu bersedia bahkan senang membuka kembali perbedatan.

Refrensi:
1.    Fatkhurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

2.    Amir Syarifuddin, dkk., Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet. ke-2, 1992.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini