Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Talak - Bagian 5 (Prosedur Pengajuan Talak di Pengadilan)

  1. Prosedur Pengajuan Talak
Menurut ketentuan hukum islam, talak adalah termasuk salah satu hak suami, Allah menjadikan hak talak di tangan suami, tidak menjadi hak talak di tangan orang lain, baik orang lain itu isteri, saksi ataupun pengadilan.[1] Sebagaimana dalam firman Allah sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka..... (QS. Al-Ahzab: 49).
Oleh karena itu, talak itu menjadi hak suami dan suami berhak sewaktu-waktu menggunakan haknya itu.[2] Setelah mereka berdua sudah berusaha untuk menyatukan kembali rumah tanggannya, tetapi tetap saja tidak bisa terlaksana hal tersebut.
Adapun tata cara perceraian secara administratif secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 (selanjutnya disebut UUPA). Dimana perceraian hanya dapat terjadi dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan melakukan usaha mendamaikan kedua belah pihak. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 65 UUPA dan KHI ppasal 115.
Pasal 65 UUPA.
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Pasal 115 KHI
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Apa bila dilihat dari aspek subjek hukum atau pelaku yang mengawali terjadinya perceraian dapat dibagi dalam dua aspek[3]
1.      Cerai Talak (Suami yang Bermohon untuk Bercerai)
Apabila suami mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menceraikan istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Adapun prosedur cerai talak, sebagaimana diatur dalam pasal 66-72 UUPA.
Pasal 66
(1)   Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
(2)   Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
(3)   Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
(4)   Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
(5)   Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.
Pasal 67
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas memuat:
a.      nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan termohon, yaitu istri;
b.      alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.
Pasal 68
(1)     Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)     Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83.
Pasal 70
(1)   Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.
(2)   Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri dapat mengajukan banding.
(3)   Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
(4)   Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
(5)   Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau wakilnya.
(6)   Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
Pasal 71
(1)   Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak.
(2)   Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat dimintakan banding atau kasasi.
Pasal 72
Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta Pasal 85.
2.      Cerai Gugat (Istri yang Memohon untuk Bercerai)
Cerai gugat adalah ikatan yang putus sebagai akibat pemohonan yang diajukan dari istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya.[4] Sehingga Pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud. Prosedur cerai talak sebagaimana diatur dengan jelas dalam pasal 73-86 UUPA.
Pasal 73
(1)   Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2)   Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(3)   Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Pasal 74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk memeriksakan diri kepada dokter.
Pasal 76
(1)   Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.
(2)   Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masingmasing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
Pasal 78
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, Pengadilan dapat:
a.      menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
b.      menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
c.       menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Pasal 79
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan.
Pasal 80
(1)     Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
(2)     Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 81
(1)   Putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2)   Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 82
(1)   Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak.
(2)   Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3)   Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.
(4)   Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 83
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat sebelum perdamaian tercapai.
Pasal 84
(1)   Panitera Pengadilan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang.disediakan untuk itu.
(2)   Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan.
(3)   Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helai salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan mereka di Indonesia.
(4)   Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak.
Pasal 85
Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 84, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya.
Pasal 86
(1)   Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2)   Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putusan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tentang hal itu.



[1] Ibid. hlm. 208.
[2] Ibid.
[3] Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika.2007), cet. ke-2, hlm. 80-84
[4] Cerai gugat ini berbeda dengan khulu’, khulu’ itu sendiri adalah perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas persetujuan suaminya. Ibid, hlm. 81. Di dalam UUPA tidak membedakan anatara cerai gugat dengan khulu’ , sehingga dalam UUPA tidak membicarakannya. Adapun penjelasan khulu’ diatur dalam KHI pasal 148, lihat Kompilasi Hukum Islam. 
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini