Sebuah Catatan Kecil yang Menaburkan Kecerahan dalam Wacana Kehidupan

Makna Dzikir menurut Imam an-Nawawi

Selama ini, dzikir atau amalan dzikir hanya sebatas pada kegiatan membaca tasbih, tahlil tahmid, takbir dan sebagainya. Bila ada orang yang jarang atau tidak pernah mengikuti majelis dzikir akan dicap tidak ahli dzikir. Anggapan ini muncul sebab makna dzikir hanya terbatas pada ucapan yang berupa puji-pujian kepada Allah.
Ini berbeda dengan penjelasan Imam an-Nawawi, dalam Kitab al-Adzkar, ia mengatakan bahwa kemuliaan dzikir tidak hanya sebatas pada kegiatan membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan serupanya saja, akan tetapi setiap amal perbuatan yang dilakukan karena Allah, sebagai wujud rasa taat --menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya-- itu adalah termasuk orang yang berdzikir kepada Allah.
Mengenai hal ini, Atha’ r.a. mengatakan:
مجالس الذكر هى مجالس الحلال والحرام كيف تشترى وتبيع وتصلى وتصوم وتنكح وتطلق وتحج وأشباه ذلك
Artinya: “Majelis dzikir adalah majelis yang di dalamnya terdapat sesuatu yang halal dan haram, seperti halnya bagaimana ia melakukan aktifitas jual beli, melakukan shalat, puasa, haji, talak dan lain-lain”
Memahami pernyataan dari sahabat Atha di atas, maka segala aktifitas orang Islam yang itu dilakukan sebagai rasa ketaatan kepada Allah, maka itu adalah dzikir, sebagai contoh melakukan perbuatan baik, menjauhi larangan Allah dan sebagainya, adalah termasuk aktifitas dzikir.
Dengan demikian, aktifitas dzikir tidak hanya sebatas pada ucapan yang berisi puji-pujian kepada Allah, melainkan juga perbuatan orang muslim yang sesuai dengan aturan agama Islam. Lebih singkat lagi, dzikir bisa berupa ucapan, bisa pula berupa perbuatan.

Sumber: Kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, hal. 29, Kairo: al-Dar al-Masriah al-Lubnaniah.


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

HALAMAN CATATAN WACANA

Archives

Makalah

Info

Opini